Sukses

Cegah Kerja Paksa dan Perdagangan Orang, Ini Cara Kemenlu

Di tengah terus meningkatnya jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri juga terus meningkatkan persentase penyelesaian kasus

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk mengakhiri praktik perdagangan manusia dan kerja paksa. Hal itu dibuktikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024 dan berbagai instrumen hukum terkait lainnya

Meskipun demikian, tantangan masih ada, terutama dengan munculnya kasus baru seperti forced scamming. Kementerian Luar Negeri telah melakukan upaya edukasi dan pencegahan secara luas, tetapi masih banyak WNI yang terjebak dalam lowongan kerja berisiko di Asia Tenggara.

Mendasar dari hal tersebut, Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia di bawah naungan Kementerian Luar Negeri, bersama Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (Yayasan IJMI), menggelar Seminar Nasional "Bersatu untuk Keadilan: Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa" beberapa waktu lalu.

Tujuan seminar ini adalah guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang perdagangan manusia dan kerja paksa, termasuk bentuk-bentuk baru seperti online scam, membangun kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam memerangi perdagangan manusia dan kerja paksa, merumuskan langkah-langkah konkret dan solusi inovatif untuk menanggulangi perdagangan manusia dan kerja paksa.

Secara keseluruhan, kasus-kasus terkait WNI di luar negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2023,  tercatat 53.598 kasus dan pada tahun sebelumnya 35.149 kasus.

“Namun demikian, di tengah terus meningkatnya jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri juga terus meningkatkan persentase penyelesaian kasus, yaitu mencapai 90,28% pada 2021, 91,50% pada 2022, dan 92,02% pada 2023,” ujar Andy Rachmianto, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Sementara Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menegaskan, “Kementerian Luar Negeri mengedepankan 4P, yaitu  Protection of Victim (identifikasi korban/bukan korban TPPO), Prosecution (penegakan hukum bagi pelaku di Indonesia maupun di negara tujuan), Prevention (langkah pencegahan yang efektif), dan Partnership (perlunya kerja sama dengan seluruh stakeholders termasuk negara transit dan negara tujuan).