Liputan6.com, Bandung - Museum Konferensi Asia-Afrika menjadi salah satu saksi bisu sejarah perhelatan penting antarnegara pada 1955. Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika diselenggarakan di Bandung pada 18 hingga 24 April 1955.
Konferensi tersebut adalah sebuah pertemuan penting antara pemimpin dan perwakilan dari negara-negara Asia dan Afrika. Tujuannya untuk memperjuangkan kemerdekaan, dekolonisasi, serta kerja sama antarbangsa di kawasan tersebut.
Melansir laman resmi Museum Asian Afrika, gedung Societeit Concordia atau Gedung Merdeka dipilih karena tempat ini kerap jadi perbincangan para pemimpin negara dan bangsa Asia-Afrika. Mereka tertarik untuk berkunjung ke Kota Bandung.
Advertisement
Baca Juga
Her Suganda dalam bukunya yang berjudul Wisata Parijs van Java, menulis bangunan ini dirancang pada 1926 oleh Van Galen Last dan CP Wolff Schoemaker. Keduanya adalah Guru Besar pada Technische Hoogeschool te Bandoeng TH Bandoeng yang kini Institut Teknologi Bandung).
Keduanya adalah arsitek berkebangsaan Belanda yang terkenal pada masa itu. Gedung Concordia seluas 7.500 meter persegi itu didesain kental dengan nuansa art deco.
Lantainya terbuat dari marmer buatan Italia yang mengkilap. Lengkap dengan ruangan tempat minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout.
Pada bagian penerangan dipakai lampu hias kristal yang tergantung gemerlapan. Kala itu memang gedung ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya para elite sosialita Eropa.
Terutama Belanda yang tinggal di Bandung dan sekitarnya. Banyak di antara mereka adalah pengusaha kebun teh dan opsir Belanda.
Â
Gedung Concordia
Gedung Concordia kemudian secara berturut-turut dibangun kembali pada 1920 dan 1928. Dalam buku Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950 oleh Sudarsono Katam, tertulis pada 1940, arsitek Albert F. Aalbers ditunjuk untuk melakukan renovasi bangunan Societeit Concordia.
Ia bertugas untuk mengubah bentuk bangunan dengan unsur lengkung pada fasad dindingnya. Kemudian, baru pada 1954 gedung Societeit Concordia kembali dipugar untuk persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika 1955.
Terjadi perubahan besar pada jumlah dan tata letak ruang di bagian dalam gedung Concordia, baik di bangunan yang dulunya berfungsi sebagai Societeit maupun Schouwburg. Soekarno mengusulkan perubahan nama menjadi Gedung Merdeka.
Pada saat yang sama, dilakukan pula perubahan nama jalan di depan Gedung Merdeka dari semula Jalan Raya Barat menjadi Jalan Asia-Afrika. Pada zaman penjajahan Belanda, jalan tersebut dinamakan Groote Postweg (Jalan Raya Pos).
Museum Konferensi Asia-Afrika diresmikan Presiden Soeharto pada puncak peringatan Konferensi Asia-Afrika Ke-25 pada 24 April 1980 di Bandung. Museum ini memiliki berbagai artefak, foto, dokumen, dan benda-benda bersejarah terkait konferensi.
Tidak hanya menampilkan sejarah Konferensi Bandung itu sendiri, tetapi juga menggambarkan konteks sosial, politik, dan budaya pada saat itu. Tertulis pada fasad gedung, 'Museum Konperensi Asia Afrika'.
Museum ini memiliki tujuan menyebarkan pengetahuan tentang peristiwa bersejarah kepada generasi muda dan masyarakat umum. Bangunan Museum KAA menempati bangunan sayap kiri Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika No.65, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung.
Museum Konperensi Asia Afrika terbuka untuk kunjungan pada hari Selasa, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Sementara hari Senin, Rabu, Jumat, dan Libur Nasional museum tutup.
Museum dibuka pukul 09.00 WIB sampai 12.00 WIB, setelah itu dibuka kembali pukul 13.00 WIB sampai 15.00 WIB. Tidak ada biaya tiket masuk yang dikenakan kepada pengunjung yang masuk ke Museum Konperensi Asia Afrika, alias gratis.
Wisatawan cukup datang langsung ke lokasi. Khusus untuk kunjungan dalam bentuk rombongan lebih dari 20 orang wajib reservasi terlebih dahulu.
Advertisement