Sukses

Mantan Pekerja PT Pikiran Rakyat Demo Tuntut Pemenuhan Hak Pekerja

Massa menuntut pebayaran hak pembayaran uang bekal hari tua, uang kesehatan, uang kompensasi/masa tunggu, tunjangan uang makan dan transportasi, tunjangan jabatan, uang cuti dan bonus.

Liputan6.com, Bandung - Sejumlah mantan pekerja Pikiran Rakyat (PR) gelar demonstrasi depan kantor yang berlokasi di Jalan Asia Afrika Kota Bandung itu, Kamis siang (18/4/2024). Mereka menuntut manajemen segera melunasi sejumlah bayaran yang hingga kini kabarnya masih ditunggak perusahaan.

Massa diperkirakan lebih dari 100 orang, mengatasnamakan diri mereka sebagai Aliansi Eks Karyawan PR Menggugat. Perwakilan massa aksi, Teguh Laksana, menyampaikan, mereka termasuk dari sekitar 200 pekerja yang dipensiunkan dini pada 2020 lalu sebagai dampak dari pagebluk Covid-19.

Hak-hak pekerja yang mereka tuntut yakni uang pesangon atau Bekal Hari Tua (BHT), uang kesehatan, uang kompensasi/masa tunggu, tunjangan uang makan dan transportasi, tunjangan jabatan, uang cuti dan bonus tahunan.

"Waktu itu kita tidak berontak karena kita paham betul situasinya memang tidak sedang baik-baik saja, kami mencoba mengerti dan ingin agar PR tetap jalan," kata Teguh.

Teguh menyampaikan, pada 2022 lalu sebagian mantan pekerja telah menerima pesangon. Namun, hak-hak lainnya seperti uang makan dan transportasi, uang cuti, bonus, hingga uang kesehatan diaku belum dibayar.

"Waktu itu disepakati, perusahaan akan menjual asetnya. Sebagian aset sudah dijual dan dibayarkan, tapi tidak selesai karena nilai yang dialokasikan untuk pembayaran kepada karyawan itu tidak sesuai (lebih kecil dari hasil penjualan)," katanya.

Masalah kian runcing ketika tahun ini terjadi pergantian direksi. Teguh mengatakan, jajaran direksi yang anyar enggan mengakui perjanjian bersama. Direksi diduga hendak membatalkannya.

"Direksi yang baru ternyata punya kebijakan untuk tidak mengikuti perjanjian dan tidak mau jual aset," katanya.

Teguh menilai, pihak direksi mengambil keputusan secara sepihak, tanpa membuka ruang dialog yang memadai. Oleh karena itu, sebanyak 132 mantan pekerja PR pun sepakat turun ke jalan serta menempuh jalur hukum.

Jalur Hukum

Sebanyak 132 mantan karyawan PR mengambil jalur hukum, 7 di antaranya dikabarkan menempuh jalur somasi. Kuasa hukum karyawan telah mengirim surat permohonan mediasi ke Disnaker Kota Bandung dalam perselisihan tersebut.

"Kami ingin ada mediasi. Kalau mediasi gagal ya kita sidang PHI, kalau PHI gagal kita akan Kasasi, kita akan gugat pailit PR," kata Teguh.

Adapun, tiga tuntutan aksi tersebut secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Menuntut Hak Pembayaran Uang Bekal Hari Tua, Uang Kesehatan, Uang Kompensasi/Masa Tunggu, Tunjangan Uang Makan dan Transpor, Tunjangan Jabatan, Uang Cuti dan Bonus Tahun, yang belum dibayarkan sejak dilakukan Program Pensiun Dipercepat (dirumahkan) sejak tahun 2020.

2. Menolak pembatalan sepihak Perjanjian Bersama (PB) yang disepakati tahun 2020.

3. Menuntut pimpinan Pikiran Rakyat agar melaksanakan amanat RUPS Luar Biasa tahun 2019 dan 2023 untuk menjual aset agar dapat menyelesaikan pembayaran pajak dan ketenagakerjaan.

 

2 dari 2 halaman

Tanggapan Perusahaan

Konsultan Hukum PT PRB, Maki Yuliawan, membantah jika manajemen menutup diri dan tidak membuka ruang musyawarah atas masalah ini. Manajemen diaku terbuka untuk berdialog, ia pun secara langsung kerap berhubungan dengan kuasa hukum mantan karyawan.

Maki memastikan, perusahaan sudah menyelesaikan pembayaran pesangon atau Bekal Hari Tua (BHT) kepada seluruh mantan karyawan. Meski, Maki mengakui jika sejumlah tuntutan lainnya tidak sepenuhnya diakomodir. Seperti uang bonus, katanya, pembayaran disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan.

Maki menyebut, saat ini manajemen baru tidak dalam posisi bagus keuangannya, sedang defisit. Kalau semua (aset) harus dijual dan dijual lagi, nanti malah seperti membangkrutkan perusahaan.

Disinggung ihwal pembatalan perjanjian bersama antara mantan karyawan dan PT PRB, Maki mengatakan jika yang dilakukan perusahaan pada dasarnya bukan menolak tapi melakukan penyesuaian. "Menyelaraskan dengan aturan hukum yang ada," katanya.

Maki menilai, demonstrasi yang dilakukan mantan karyawan merupakan aksi yang mencoreng wajah perusahaan. "Bahkan tidak hanya mencoreng institusi, tapi juga nama yang demonya sendiri. Seharusnya tidak perlu seperti itu," kata dia.