Liputan6.com, Kota Palu Warga berinisial R itu ditangkap Densus 88 Antiteror di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat saat dalam perjalanan menuju Kota Palu dari Kota Makassar.
Usai penangkapan, Kamis malam (18/4/2024), Densus 88 langsung menggeledah sebuah rumah di Jalan Dewi Sartika, lorong 5, Kelurahan Birobuli Selatan yang merupakan rumah orangtua R. Di lokasi itu petugas menyita sejumlah dokumen.
Baca Juga
Penggeledahan berlanjut di rumah yang ditinggali terduga anggota jaringan Jamaah Islamiyah tersebut di kompleks Wisma Tani Jalan Kartini, Kelurahan Lolu Selatan.
Advertisement
Densus 88 di rumah tersebut menyita dokumen, pakaian, buku rekening, dan handphone.
"Hanya ada istri terduga di rumah tadi. Suaminya lebih dulu ditangkap di Kabupaten Pasangkayu," kata Sahdin, Kepala Kelurahan Lolu Selatan yang menyaksikan penggeledahan.
Operasi penangkapan terhadap orang-orang yang diduga terkait jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah itu dilakukan Densus 88 sejak Selasa (16/4/2024) di Kabupaten Poso, Sigi, dan Kota Palu.
Hingga Kamis (18/4/2024) sebanyak 8 orang telah ditangkap, yakni 5 orang berasal dari Kota Palu, 2 di Kabupaten Sigi, dan 1 di Kabupaten Poso.
Kata Pengamat
Pengamat intelijen dan keamanan nasional Stepi Anriani mengingatkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri untuk fokus menggali alasan atau penyebab tujuh orang yang diduga bergabung dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Jadi artinya benar-benar tidak langsung tangkap, selesai. Jadi untuk mencari jaringan ini, itu kalau bahasa di intelijen itu penggalangan. Kita harus bisa menggalang tujuh orang ini agar mendapat temannya ke mana. Jadi menurut saya kalau cegah, mau menangkap saja, itu tidak terlalu luar biasa," kata Stepi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis.
Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Intelligence and National Security Studies (INSS) tersebut mengatakan bahwa membongkar jaringan kelompok teroris merupakan hal utama, sehingga potensi ledakan atau kerugian masyarakat dapat dicegah.
Sementara itu, ia berpendapat Densus 88 Antiteror Polri dapat bekerja sama dengan kalangan profesional lainnya untuk mendapatkan alasan tujuh orang tersebut yang diduga bergabung dengan kelompok teroris JI.
"Jadi, teman-teman Densus juga perlu di-backup oleh teman-teman psikolog, sosiolog, antropolog, atau misalnya dari Komnas Perempuan, Komnas HAM atau dari lembaga lain, menelusuri yang tujuh orang ini kenapa bisa masuk ke zona itu," jelasnya.
Sehingga, kata dia, skema penggalangan atau pencarian informasi dapat dilakukan dengan tindakan yang positif atau tanpa penyiksaan.
Ia menilai penangkapan tujuh orang di Sulteng merupakan bagian pencegahan.
"Apa yang dilakukan oleh Densus 88 ini sebetulnya bagian dari tadi yang kita bahas, pencegahan. Jadi, sebelum meledak atau sebelum menjadi hal yang besar itu ditangkap. Tentunya pada saat proses penangkapan itu juga ada prosedur yang harus dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombespol Aswin Siregar di Jakarta, Kamis, menanggapi penangkapan pada hari Selasa (16/4), yang kabarnya tersiar pada hari Rabu (17/4) itu.
Saat dikonfirmasi terkait dengan informasi tersebut, Densus belum memberikan pernyataan resmi dengan alasan untuk kepentingan penyidikan.
Saat ini, kata Aswin, penyidik Densus 88 Antiteror Polri masih melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap para tersangka.
"Karena kepentingan penyelidikan dan penyidikan yang masih berlangsung, saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif," kata Aswin.
Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho, Rabu (17/4), membenarkan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri menangkap tujuh orang terduga terafiliasi sebagai anggota JI (16/4).
"Dari informasi kami terima, ketujuh orang tersebut, empat di antaranya warga Kota Palu, dua orang warga Kabupaten Sigi, dan satu orang warga Kabupaten Poso," kata Agus.
Agus menyebutkan empat warga Kota Palu diduga anggota JI berinisial AR, BS, GN, dan BK. Sementara itu, dua warga Sigi berinisial MH dan HR serta warga Poso berinisial SK.
Advertisement