Sukses

Cimahi Kirim 16 Ton RDF ke Industri Semen di Bogor, PJ Gubernur Jabar: Aksi Nyata Selamatkan Bumi

Pemerintah juga tengah mendorong agar penyerapan hasil RDF bisa digunakan industri-industri yang berlokasi di Kota Cimahi.

Liputan6.com, Bandung - Sebanyak 16 ton refused derived fuel (RDF) terbuat dari sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Santiong, Kota Cimahi, dikirimkan ke PT Indocement, Kabupaten Bogor. Ini jadi pengiriman pertama RDF dari Jawa Barat.

Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin mengklaim, pengiriman RDF itu jadi aksi nyata yang signifikan untuk menyelamatkan bumi. Pengiriman dilakukan persis bertepatan dengan Hari Bumi Sedunia 22 April lalu.

"Hari ini pengelolaan sampah yang baik itu telah ditunjukkan oleh TPST Santiong, dan telah menjadi pusat inovasi pengelolaan sampah dengan teknologi canggih dan pengolahan berkelanjutan," katanya (22/4/2024).

Dikutip dari siaran pers Humas Pemprov Jabar, TPST Santiong merupakan infrastruktur pengolahan sampah di DAS Citarum kawasan Bandung Raya yang masuk program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP).

Selain mengolah sampah plastik jadi RDF, TPST Santiong juga mengolah sampah organik menggunakan magot (magotisasi). Magot yang dikembangbiakkan untuk mengurai sampah di TPST Santiong jenis black soldier fly, selain menjadi pupuk kompos, larva tersebut juga dapat dijadikan pakan ternak.

TPST Santiong punya kapasitas pengolahan sampah 50 ton per hari. Namun di tahap awal, saat ini baru dicoba sekira 30 ton per hari dan akan dimaksimalkan menjadi 50 ton jika sudah ada kesesuaian pada kinerja mesin dan para pekerjanya.

Secara signifikan, TPST Santiong diyakini dapat mengurangi sampah di Cimahi yang jumlahnya mencapai 226 ton per hari. Pemerintah Kota Cimahi disebut tengah mendorong agar penyerapan hasil RDF bisa digunakan beberapa industri yang berlokasi di Kota Cimahi.

2 dari 3 halaman

Kritik Walhi

Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) memandang, teknologi Refuse-Derived-Fuel (RDF) tidak akan menyelesaikan masalah sampah. Salah satu problem yang dinilai Walhi adalah tidak adanya pemilahan sampah pada proses RDF. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin Iwang, dalam keterangan tertulis di Bandung, dikutip Minggu, 21 April 2024.

"Sikap Walhi selama ini tidak pernah mendukung menyikapi persoalan sampah dengan cara dibakar, pemanfaatan sampah menjadi RDF tidak pernah kami benarkan. Cara tersebut tidak ada mekanisme pemilahan pada saat memproses serta memadatkan sampah yang campur menjadi RDF," katanya.

Teknologi RDF memproses sampah anorganik menjadi ukuran kecil biasa lazim dibentuk pelet. Proses tersebut dikenal sebagai proses homogenizers. Pelet itu buasa dimanfaatkan dalam pembakaran recovaring batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.

Pemerintah Kota Bandung turut menerapkan teknologi RDF dalam menangani masalah sampah seperti di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cicukang Holis yang diresmikan pada 2023 lalu. Diketahui, akan ada 9 TPST yang menerapkan teknologi RDF.

"Ketika barang tersebut sudah dipadatkan dan selanjutnya dibakar maka zat berbahaya yang terkandung pada RDF tersebut akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia serta menimbulkan pencemaran yang berdampak semakin buruknya kualitas udara," katanya.

"Sampah malah dijadikan RDF dan dijadikan bahan baku pembakaran untuk industri, saat ini pemerintah telah mendistribusikan RDF ke beberapa industri salah satunya PLTU serta industri semen, hal tersebut yang kami anggap sebagai solusi palsu," imbuh Iwang.

3 dari 3 halaman

Diurai dari Sumber

Diurai dari SumbernyaWalhi Jawa Barat beranggapan, masalah sampah harus diurai mulai dari sumbernya dan dengan cara menerapkan 3R.

Reuse (memanfaatkan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau bisa berfungsi lain), Reduce (mengurangi produksi sampah), dan Recycle (mendaur ulang sampah jadi produk atau barang yang bermanfaat).

"Pemerintah selama ini dalam mengatasi sampah salah satunya terus memaksakan rencana pengadaan tekhnologi PLTSa serta PSEL, hal ini tidak mencerminkan mandat Undang-Undang Pengelolaan sampah No.18 tahun 2008 dengan mendorong serta mengelola sampah dari sumber dan minimasi sampah dengan baik," kata Iwang.

Selain itu, publik juga harus mulai membatasi penggunaan kantong plastik. Di sisi lain, produsen harus bertanggung jawab terhadap produk kemasannya.

Walhi sebagai anggota dari Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyampaikan secara tegas, "menolak segala bentuk teknologi yang caranya bakar-bakaran serta melahirkan utang yang akan menambah beban dan kerugian negara".