Sukses

Tak Hanya Stunting, Obesitas Juga Jadi Masalah Gizi Serius pada Anak, Berikut Ciri-ciri dan Pencegahannya

Masalah gizi berupa obesitas pada anak sering kali luput dari perhatian ketimbang masalah stunting.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia masih berjuang untuk memberantas stunting atau tengkes. Kondisi ini ditandai dengan kurangnya tinggi badan anak bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

Stunting juga merupakan sebutan bagi gangguan pertumbuhan pada anak yang disebabkan kurangnya asupan nutrisi selama masa pertumbuhan anak. Karena itu pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14% pada 2024 atau dengan penurunan 3,8% per tahunnya.

Untuk diketahui, pada 2021 hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan penurunan prevalensi stunting sebesar 3,3% menjadi 24,4%. Kemudian angka ini kembali turun pada 2022 menjadi 21,6 %.

Namun, di samping masalah stunting, Indonesia masih berkutat pada dua masalah gizi pada anak lainnya. Masalah ini juga cukup serius yakni gizi lebih (overweight dan obesitas) dan hidden hunger (kekurangan vitamin dan mineral). Hal ini dikenal menjadi tiga masalah gizi utama atau triple burden of malnutrition.

Namun, untuk masalah obesitas sering kali tidak mendapat perhatian yang sebanding, padahal World Health Organization (WHO) telah menggambarkan obesitas pada anak sebagai masalah kesehatan global yang serius.

Di mana diperkirakan 124 juta anak mengalami obesitas di seluruh dunia. Di Indonesia, data Status Gizi Indonesia 2022 menunjukkan peningkatan kejadian obesitas anak dalam 4 dekade yang mengalami peningkatan sebesar 10 kali lipat.

2 dari 3 halaman

Obesitas Menyebabkan Sejumlah Penyakit

Padahal, obesitas pada anak dapat disertai sejumlah penyakit penyerta seperti sindrom metabolik yaitu tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, perlemakan hati, gangguan pernapasan saat tidur, dan kanker. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), diabetes pada anak Indonesia meningkat 70 kali lipat pada tahun 2023, di mana 70% penyebabnya adalah karena obesitas.

Selain itu, sebanyak 55% obesitas anak akan menjadi obesitas pada saat remaja, selanjutnya 80% obesitas remaja bertahan hingga dewasa.

Menurut Dokter Spesialis Anak Aryono Hendarto, SpA(K), mengingat obesitas sangat sulit untuk diatasi, pencegahan merupakan prioritas yang harus dilakukan sedini mungkin mulai dari periode pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI). "Pada periode ini, anak mulai membentuk selera makan, preferensi makanan, dan metabolisme yang penting dalam membentuk dasar kesehatan mereka di masa depan," katanya yang juga guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Menurutnya, MPASI yang diberikan sebaiknya dimulai saat bayi sudah mencapai usia enam bulan. Pemberian MPASI terlalu dini (di bawah 4 bulan) dapat meningkatkan risiko obesitas. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa anak obesitas di satu sisi mengalami kelebihan makronutrien seperti karbohidrat, lemak dan protein, tetapi di sisi yang lain kekurangan mikronutrien seperti zat besi.

"Sehingga MPASI harus bergizi lengkap dan seimbang. MPASI yang tinggi zat besi penting untuk mencegah anemia dan mengatur keseimbangan metabolisme sehingga anak menjadi lebih aktif dan sehat," sebutnya.

 

3 dari 3 halaman

Hindari Kesalahan MPASI dan Ciri-Ciri Anak Obesitas

Penting juga untuk menghindari beberapa kesalahan dalam pemberian MPASI yang dapat meningkatkan risiko obesitas. Pemberian MPASI yang tidak sesuai dengan tahapan usia anak, misalnya memberikan makanan dewasa seperti snack yang bukan khusus bayi bisa menyebabkan obesitas karena kalori yang lebih tinggi dari kebutuhan bayi.

"Agar terhindar dari obesitas, salah satu asupan yang harus benar-benar diperhatikan adalah gula," pesannya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan menyebutkan ciri-ciri anak penderita obesitas.

Hal yang paling sederhana untuk memastikan bahwa anak menderita obesitas adalah dengan mengenali ciri-ciri seperti wajah bulat, pipi tembem, dan bahu rangkap. Selain itu leher relatif pendek, perut buncit, serta kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan.

Pada anak laki-laki dada membusung dan payudara sedikit membesar, serta penis mengecil atau tidak terlihat secara utuh karena tertutup oleh timbunan lemak. Sementara, pada anak perempuan datangnya pubertas lebih dini yaitu usia kurang dari 9 tahun sudah mengalami menstruasi.