Sukses

Selat Solo, Kuliner Lokal ala Eropa yang Jadi Favorit Raja

Selat Solo juga memiliki sedikit sensasi rasa pedas yang berasal dari taburan lada hitam bubuk dengan butiran kasar di atasnya.

Liputan6.com, Solo - Selat Solo merupakan salah satu sajian khas yang menjadi favorit wisatawan saat berkunjung ke Kota Budaya ini. Sebelum menjadi sajian yang digandrungi wisatawan, selat Solo sudah lebih dulu menjadi favorit raja-raja Kasunanan Solo.

Mengutip dari surakarta.go.id, selat Solo merupakan kreasi kuliner Solo yang melibatkan modifikasi makanan ala Eropa. Sajian ini kemudian hadir dengan cita rasa khas yang disesuaikan dengan lidah para raja-raja Kasunanan Solo. Perpaduan daging, saus, dan berbagai sentuhan lokal lainnya menjadikan selat Solo semakin istimewa.

Kehadiran selat Solo dimulai pada masa kolonial. Saat itu, orang-orang Eropa membawa bahan makanan dan teknik memasak mereka ke Indonesia. Namun, tidak semua hidangan Eropa bisa diterima dengan mudah oleh lidah kaum ningrat di Kasunanan Surakarta.

Selera dan budaya lokal berperan penting dalam proses penyesuaian, khususnya di Jawa yang identik dengan cita rasa manis. Makanan ala Eropa pun kemudian disesuaikan dengan mengedepankan selera raja-raja Kasunanan Solo.

Selat Solo mengalami modifikasi yang mencolok, seperti penggunaan kecap untuk memberi cita rasa manis yang menggantikan kecap Inggris dan mayones. Modifikasi ini kemudian menciptakan saus berwarna cokelat yang khas.

Selain itu, daging yang semestinya dimasak setengah matang sesuai gaya Eropa pun diubah menjadi daging sapi cincang yang dicampur sosis, tepung roti, dan telur. Campuran ini dibentuk seperti lontong, dibungkus daun pisang, dan diolah dengan cara dikukus.

Setelah dingin, daging diiris tebal dan digoreng dengan sedikit margarin. Selat Solo disajikan dengan sayuran rebus seperti wortel, buncis, tomat, dan daun selada. Ada juga tambahan kentang goreng sebagai asupan karbohidrat.

Berbeda dengan steak yang umumnya disajikan panas, selat Solo umumnya disajikan dalam keadaan dingin. Namun, beberapa rumah makan di Solo juga ada yang menyajikannya dalam keadaan hangat sesuai permintaan tamu.

Selat Solo juga memiliki sedikit sensasi rasa pedas yang berasal dari taburan lada hitam bubuk dengan butiran kasar di atasnya. Ciri khas lainnya adalah kehadiran telur rebus dan saus mustard di atas daun selada.

Terkait nama, selat sebenarnya berasal dari bahasa Belanda slachtje yang berarti salad. Selat Solo tak hanya menjadi hidangan khas Kota Solo, tetapi juga merupakan bentuk karya seni kuliner yang menggabungkan cita rasa Eropa dengan kearifan lokal.

 

Penulis: Resla