Sukses

Kebakaran Smelter Nikel di Kaltim Sebabkan 2 Orang Luka-Luka, Izin Amdal Jadi Sorotan

Salah satu poin yang jadi sorotan adalah dekatnya lokasi smelter dengan permukiman warga.

 

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kebakaran pabrik nikel seakan tak ada habisnya. Terakhir terjadi di smelter nikel di Desa Pendingin Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, milik PT Kalimantan Ferro Industry (KFI), pada Kamis sore (16/5/2024). Akibat peristiwa itu, dua pekerja mengalami luka-luka.

Terkait insiden itu, anggota Komisi VII DPR Yulian Gunhar mempertanyakan faktor keamanan atas keberadaan pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industry atau PT KFI. Menurutnya, demi keamanan seharusnya lokasi pabrik smelter jauh dari permukiman warga.

"Letak pabrik smelter PT KFI ternyata sangat berdadarkan dengan pemukiman warga. Hal itu berdasar pengakuan seorang warga bahwa ledakan pabrik menimbulkan keretakan rumah yang hanya berjarak 21 meter," katanya, dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024).

Gunhar pun mempertanyakan izin operasional yang diberikan kepada smelter PT KFI, padahal dari sisi lokasinya sudah sangat berisiko terhadap warga sekitar.

"Kenapa bisa diberikan izin operasional, jika lokasinya saja masih berdekatan dengan pemukiman warga?" Katanya.

Gunhar juga mempertanyakan mengenai amdal PT KFI, mengingat kehadiran perusahaan itu telah memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan warga sekitar, seperti jalanan rusak, berdebu dan parit di sepanjang pinggir area proyek berwarna hitam, berbusa, dan berbau busuk.

"Banyaknya persoalan dampak lingkungan yang muncul dari keberadaan smelter nikel PT KFI itu, maka patut dipertanyakan keberadaan Amdal kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terkait proyek tersebut," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Catatan Panjang Kecelakaan di Pabrik Nikel

Menurut Gunhar, kecelakaan yang terjadi di PT KFI baru-baru ini, telah menambah catatan panjang kasus kecelakaan pabrik smelter di Indonesia. Untuk itu, ia mendesak pemerintah serius memastikan izin usaha industri smelter yang diberikan ke perusahaan memenuhi syarat keamanan dan keselamatan, baik untuk karyawan maupun masyarakat.

"Kami di DPR telah lama meminta agar  pemerintah mengaudit seluruh smelter yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah seakan abai, karena terlalu fokus menarik investasi di sektor hilirisasi ini," katanya.

Gunhar menilai, masih terhadinya kecelakaan di pabrik smelter nikel, karena lamban pemerintah melakukan audit, terhadap smelter yang sebagian besar dimiliki investor asing itu.

"Padahal sudah terjadi sejumlah kecelakaan smelter yang telah memakan banyak korban para pekerja. Apakah jumlah korban yang ada belum cukup bagi pemerintah untuk melakukan audit secara komprehensif?" katanya.