Liputan6.com, Bandung - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, sebanyak 127 gunung api tersebar di negara kepulauan Indonesia atau 13 persen dari jumlah keseluruhan gunung api yang ada di dunia.
Ratusan gunung api itu membentuk busur kepulauan, membentang dari ujung barat sampai timur, yaitu dari pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi bagian utara, dan Kepulauan Sangir Talaud.
Advertisement
Baca Juga
Merujuk Laporan Evaluasi Tingkat Aktivitas Gunungapi Indonesia per November 2023 lalu, sebanyak 76 gunung api dinyatakan sangat aktif, ditandai pernah erupsi sejak tahun 1600 sampai sekarang, tiga di antaranya berada di bawah laut (Buana Wuhu/Sangir, Hobal dan Emperor of China /Flores).
Sebanyak 68 gunung api dipantau secara menerus melalui 75 pos pengamatan. Erupsi gunung api dapat menyebabkan bencana bagi penduduk di sekitarnya, tidak kurang dari 4,5 juta jiwa bermukim dan beraktivitas di sekitar gunung api aktif, sehingga risiko bencana erupsi gunung api sangat besar.
Oleh karena itu, mitigasi kebencanaan menjadi hal yang sangat penting untuk disadari tidak hanya oleh badan-badan kebencanaan, tapi juga masyarakat secara luas. Pemahaman akan status gunung api merupakan salah satu bagian dasar yang tak boleh diabaikan dalam rangka kewaspadaan bencana.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Pertemuan 3 Lempeng
Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Nana Sulaksana menjelaskan, keberadaan gunung api itu tak lepas dari kondisi geologi kepulauan Indonesia.
Negara kepulauan Indonesia dinilai memiliki tatanan geologi yang unik berupa pertemuan tiga lempeng aktif yaitu Lempeng Eurasia di sebelah utara yang bergerak ke selatan. Lempeng Pasifik di sebelah timur yang bergerak ke arah barat, dan Lempeng Indo-Australia di sebelah selatan yang bergerak ke arah utara.
"Deretan gunung api terbentuk di sepanjang jalur tumbukan lempeng, menyebabkan Indonesia memiliki rangkaian sabuk vulkanik terpanjang di dunia," kata Nana saat jadi pembicara pada acara bincang Mengenal Status Gunungapi di Indonesia, dicuplik Liputan6.com lewat saluran Youtube Fakultas Teknik Geologi Unpad (25/5/2024).
Nana melanjutkan, jajaran gunung api itu kemudian diklasifikasikan berdasarkan sejarah letusan, dibagi menjadi tiga tipe yakni Tipe-A, B dan C. "Dari 127 gunung api aktif ini terdiri dari 76 gunung api Tipe-A, 30 gunung api Tipe-B, dan 21 gunung api Tipe-C," sebut Nana.
Tipe-A merupakan gunung api yang mengalami letusan sejak tahun 1600. Sementara, Tipe-B adalah gunung api yang sesudah tahun 1600 belum mengalami kembali erupsi magmatik, tetapi masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti solfatar. "Tipe-C adalah gunung api yang letusannya tidak diketahui dalam sejarah, tapi masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara," imbuhnya.
Â
Advertisement
4 Status Gunung Api
Sementara itu, jelas Nana, berdasarkan hasil pengamatan atas aktivitas gunung api secara visual dan atau instrumental, terdapat empat tingkat status gunung api, yaitu Level-I (Normal), Level-II (Waspada), Level-III (Siaga), dan Leval-IV (Awas).
Level-I (Normal)
Gunung api pada Level-1, berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan instrumental, teramati adanya fluktuasi tapi tidak memperlihatakan peningkatann kegiatan vulkanik.
"Ancaman bahaya berupa gas beracun, dapat terjadi di pusat erupsi berdasarkan karakteristik masing-masing gunung api," jelas Nana.
Level-II (Waspada)
Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental, pada Level-II ini mulai teramati atau terekam gelaja peningkatan aktivitas gunung api. Pada beberapa gunung api bisa terjadi erupsi, tetapi hanya menimbulkan ancaman bahaya di sekitar pusat erupsi.
Penampakan paling mudah, gunung api Level-II memperlihatkan kepulan asap berwarna putih di puncak gunung. "Artinya ada uap yang keluar, barangkali itu bisa berupa uap air. Kalau warna asap berubah, statusnya akan berubah. Di level ini masyarakat masih tenag-tenang saja," jelas Nana.
Level-III (Siaga)
Pada level ini, secara visual atau instrumental teramati peningkatan kegiatan yang semakin nyata atau dapat berupa erupsi yang mengancam daerah sekitar pusat erupsi, tetapi tidak mengancam pemukiman di sekitar gunung.
"Warna asap berubah, dari putih jadi abu-abu kehitaman. Itu karena bisa jadi ada material baru, ada fragmen batuan yang ikut terbawa keluar," katanya. "Ada kegiatan magmatik yang sudah mulai naik, mengancam masyarakat sekitar kawah, tapi ancamannya belum keluar radius itu," imbuh Nana.
Level-IV (Awas)
Berdasarkan hasil pengamatan visual atau instrumental teramati peningkatan kegiatan yang semakin nyata atau dapat berupa erupsi yang mengancam pemukiaman sekitar gunung. Asapnya mulai menyebar ke arah samping, bisa jatuh ke bawah gunung sehingga membahayakan masyarakat.
Nana mengatakan, setiap perubahan status gunung api harus diperhatikan oleh masyarakat. Setelah menyadari kondisi gunung api terdekat, masyarakat harus mematuhi setiap rekomendasi yang disampaikan badan kebencanaan.
"Para ahli vulkanologi yang terdiri dari ahli geologi, geofisika, geokimia dan geodesi, pasti bahu membahu mengolah hasil pemantauan secara komprehensif sehingga status yang dikeluarkan memiliki tingkat akurasi yang baik. Maka, penting bagi masyarakat agar mematuhi setiap instruksi yang disampaikan badan kebencanaan baik tingkat nasional ataupun daerah," kata Nana.