Sukses

Hadapi Tekanan Luar Biasa dari Netizen dan Penggemar Pelaku, 3 Wanita Ini Sukses Ungkap Skandal Burning Sun

Terdapat peran penting dari tiga wanita yang tak kenal lelah dalam membawa para pelaku ke pengadilan: Park Hyo Sil, Kang Kyung Yoon, Goo Hara.

Liputan6.com, Bandung - Skandal Burning Sun yang mengguncang Korea Selatan melibatkan serangkaian kejahatan, keterlibatan polisi, dan lainnya yang dilakukan oleh beberapa selebriti terkenal.

Mengutip Koreaboo dicuplik dari Kpop Chart, Sabtu, 25 Mei 2024, Seungri mantan anggota BIGBANG, Jung Joon Young, Choi Jonghoon, merupakan beberapa selebriti ternama yang terlibat dalam skandal ini.

Berita di balik eksposur skandal ini, terdapat peran penting dari tiga wanita yang tak kenal lelah dalam membawa para pelaku ke pengadilan. Berikut tiga wanita perkasa sosok penting sukses mengungkap Skandal Burning Sun:

1. Park Hyo Sil

Park Hyo Sil, seorang reporter, adalah orang pertama yang mengungkap kasus molka yang melibatkan Jung Joon Young pada tahun 2016.

Meskipun menghadapi tuduhan palsu dan ancaman kematian dari netizen, Park Hyo Sil tetap bertahan dengan keberaniannya.

Park Hyo Sil bahkan mengalami dua kali keguguran akibat tekanan yang dia alami selama periode itu.

2. Kang Kyung Yoon

Kang Kyung Yoon, seorang jurnalis SBS, juga memiliki peran vital dalam mengungkap kebobrokan ini.

Dia membongkar obrolan grup berisi konten sensitif yang dilakukan oleh sekelompok orang termasuk bintang Kpop. Namun, seperti Park Hyo Sil, dia juga mengalami ancaman dan tekanan psikologis saat hamil.

3. Goo Hara

Goo Hara dari KARA, seorang penyanyi Kpop terkenal, memberikan informasi penting tentang polisi yang melindungi pelaku skandal.

Dengan keberaniannya, dia berhasil meyakinkan mantan pacarnya, Choi Jonghoon, untuk memberikan nama jaksa itu, membantu mengungkap kebenaran.

Ketiga wanita ini menghadapi tekanan yang luar biasa dari netizen dan penggemar pelaku skandal.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 5 halaman

Realitas Kelam Perempuan di Industri Hiburan Korea

Sebelumnya, dicuplik dari laman Kpop Chart, publik kembali dibuat gempar dengan hadirnya dokumenter British Broadcast Company (BBC) mengenai kasus Burning Sun yang ramai dibicarakan sejak 2019.

Dalam dokumenter berjudul 'Burning Sun: Exposing the secret K-pop chat groups', mereka menyorot bagaimana ketidakamanan meliputi para korban yang adalah perempuan.

Film dokumenter BBC yang telah tayang sejak 19 Mei 2024 lalu telah mendapat perhatian luas dengan lebih dari 3,6 juta penayangan di YouTube pada hari Selasa, hanya dua hari setelah penayangan perdananya.

Hal ini yang mengindikasikan ketertarikan global yang berkelanjutan terhadap konsekuensi skandal tersebut dan dampaknya terhadap industri hiburan Korea.

Kasus ini menyeret sejumlah nama bintang besar Korea Selatan seperti Seungri ex BIGBANG, Choi Jonghoon ex FT ISLAND, dan solois Jung Joonyoung.

Para pelaku sudah dibebaskan setelah dokumenter BBC tayang, bahkan mirisnya ada juga pelaku yang masih eksis di dunia hiburan.

Hal ini ironis sekaligus menggugah emosi di waktu yang sama. Industri hiburan Korea Selatan bukan lagi tempat yang aman bagi perempuan.

Mendiang idol KPop Goo Hara juga kembali menjadi sorotan publik setelah dokumenter ini muncul. Namanya disebut dalam film dokumenter berdurasi 1 jam tersebut.

 

3 dari 5 halaman

Tekanan dan Cyberbullying Penggemar

Sayangnya, ketika mengangkat kasus tersebut, para reporter yang terlibat juga mendapat tekanan dan cyberbullying dari para penggemar artis yang menjadi pelaku sehingga mengalami berbagai kejadian tidak menyenangkan.

Park Hyosil dan Kang Kyungyoon, dua jurnalis wanita yang tinggal di Korea Selatan, dilansir Kpop Chart, mengalami perubahan dalam hidup mereka saat mereka membongkar kasus asusila yang melibatkan beberapa artis Kpop terkenal.

Mendiang Goo Hara rupanya memainkan peran penting dalam pengungkapan kasus Burning Sun yang terjadi pada 2019 lalu. Dalam dokumenter tersebut, reporter Kang Kyungyoon yang meliput kasus itu juga menjelaskan proses peliputan.

Reporter Kang juga membahas kehadiran petugas polisi berpangkat tinggi di ruang obrolan grup antara Seungri, Jung Joonyoung, dan Choi Jonghoon. Hal lain yang menjadi sorotan di dalam dokumenter tersebut adalah fakta bahwa Goo Hara berteman dekat dengan Choi Jonghoon sejak debut.

Menurut reporter Kang, Goo Hara adalah sosok yang berani. Dia ingin membantu reporter Kang karena dirinya juga merupakan korban perbuatan asusila yang dilakukan oleh mantan pacarnya.

Namun sayangnya, Goo Hara berulang kali mengalami pelecehan dan dieksploitasi oleh mantan pacarnya. Tekanan luar biasa dari warganet juga turut andil dalam kematiannya akibat bunuh diri pada 2019 lalu. Kematiannya menjadi pengingat tragis tentang bahaya yang dihadapi perempuan di industri hiburan Korea.

Kasus Goo Hara hanyalah puncak dari gunung es yang ada di industri ini. Faktanya, masih banyak perempuan lain yang mengalami pelecehan dan ketidakadilan dalam diam. Banyak perempuan menjadi takut untuk berbicara karena khawatir kehilangan pekerjaan atau reputasi mereka.

 

4 dari 5 halaman

Patriarki Industri Hiburan Korea Selatan

Melansir Kpop Chart, industri hiburan Korea Selatan memiliki budaya patriarki yang kuat, di mana laki-laki mendominasi posisi kekuasaan dan perempuan sering dilihat sebagai objek daripada individu. Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak suportif bagi perempuan.

Rupanya, inilah realita di balik gemerlapnya dunia KPop dan KDrama. Ada berbagai realitas kelam yang dihadapi perempuan di industri hiburan Korea.

Kemudian adanya tekanan bagi idola perempuan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis dan budaya patriarki yang masih kuat sehingga menciptakan lingkungan yang tidak aman dan penuh tekanan bagi perempuan.

Ditambah juga dengan maraknya berbagai kejadian pelecehan, diskriminasi gender, dan objektivikasi perempuan di industri ini.

Perempuan dipaksa untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis, mengalami pelecehan verbal dan fisik, dan didiskriminasi dalam hal gaji dan kesempatan.

Penindasan dari internet dan tekanan dari industri ini juga kerap dialami perempuan yang berkarier di dalamnya.

Hal ini dapat berupa pelecehan verbal, ejekan, dan pengucilan, yang menciptakan lingkungan fandom dan kerja yang tidak sehat dan penuh rasa permusuhan.

Contoh lainnya juga melibatkan girl group generasi keempat, LE SSERAFIM dan ILLIT. Kedua grup ini mendapat hate train karena penampilan vokal mereka.

Meski sudah mengalami peningkatan, tak jarang juga mereka mendapat 'kritikan' dari warganet yang melontarkan istilah jahat dan ujaran kebencian atas pencapaian mereka.

Bahkan ada juga yang melontarkan istilah kasar dan mempermalukan yang ditujukan bagi member-member yang masih di bawah umur.

Tentunya, hal ini semakin membuat industri hiburan Korea bukanlah tempat yang aman bagi para idola perempuan.

 

5 dari 5 halaman

Neoliberalisasi Girl Group Korea

Dalam artikel yang ditulis oleh Kim Gooyong pada Oktober 2018 dikutip dari Kpop Chart, penulisnya menyebutkan bahwa kehadiran girl group mencerminkan formasi sosial Korea yang berhaluan neoliberal.

Para pemangku kepentingan industri Kpop mengambil keuntungan dengan menempatkan keselamatan dan nyawa para artis perempuan dalam bahaya.

Mereka juga mempromosikan kompetisi yang kejam dan kewirausahaan mandiri sebagai sarana pencapaian pribadi, yang berkontribusi pada kesuksesan dan popularitas industri ini.

Kim Gooyong juga menyebut bahwa grup-grup idola Kpop adalah produk strategis dari perkembangan kapitalisme Korea yang neoliberal dan patriarkis, yang melanjutkan industrialisasi Korea yang 'secara ajaib' berlangsung dengan cepat.

Hal ini sangat patut disayangkan karena pada akhirnya, tidak adanya tempat yang aman bagi perempuan yang berkarier sebagai idola di industri hiburan Korea Selatan.

Industri hiburan Korea perlu melakukan perubahan besar untuk menjadi tempat yang aman dan adil bagi perempuan.

Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk penggemar, agensi, perusahaan media, dan pemerintah, untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari pelecehan, diskriminasi, dan objektifikasi.

Kesadaran publik tentang isu ini perlu terus ditingkatkan. Dukungan terhadap perempuan yang berani melawan dan menuntut keadilan juga sangatlah penting.

Sebagai penggemar, ada baiknya juga kita dapat bersikap bijak dalam melindungi korban dengan tetap mendukung mereka. Bukan malah mengglorifikasi pelaku yang sudah terbukti bersalah.

Perempuan di industri ini juga harus berani bersuara dan saling mendukung. Dengan bersatu dan melawan ketidakadilan, mereka dapat menciptakan perubahan yang positif dan membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah bagi perempuan di industri hiburan Korea.

Industri hiburan Korea memiliki potensi yang besar untuk menjadi platform positif yang mempromosikan nilai-nilai kebaikan dan kesetaraan. Dengan usaha bersama, kita dapat menciptakan industri yang aman dan adil bagi semua orang, di mana perempuan dapat berkarya dan bersinar tanpa rasa takut dan eksploitasi.