Liputan6.com, Pekanbaru - Komisi VI DPR berkunjung ke PT Perkebunan Nusantara IV Regional III di Pekanbaru, Riau. Perusahaan plat merah itu diharap memperkuat ekosistem perkebunan kelapa sawit nasional dari hulu hingga hilir.
Anggota Komisi IV DPR Mahfudz Abdurrahman menilai, pembentukan Sub Holding PTPN III tempat PTPN IV PalmCo dan PTPN IV Regional III bernaung merupakan bagian proyek strategis nasional.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini menjadikan PTPN IV PalmCo sebagai perusahaan sawit terluas di dunia dengan luasan kebun sendiri 586.843 hektare dan 56.944 hektare kebun kerjasama operasi. Angka itu menjadi katalisator atas ragam capaian kontribusi positif.
"Baik dari hulu yang memberikan multiplier effect secara positif kepada petani melalui peremajaan sawit rakyat serta penyediaan bibit sawit unggul bersertifikat hingga ke hilir dalam memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional," kata Mahfudz di Pekanbaru.
Pria dari Fraksi PKS ini berharap PTPN menjadi andalan baru bagi perusahaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan membantu serta memperkuat petani sawit mitra.
Sementara anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP Sonny T Danaparamita berharap PTPN memperkuat perannya sebagai mesin penggerak ekonomi Indonesia serta memperkuat ketahanan pangan di masa mendatang.
Sonny juga meminta agar PTPN IV PalmCo memperkuat hilirisasi sehingga target penguatan penguatan ketahanan pangan dan energi nasional dapat diwujudkan.
"Kita minta dapat disampaikan apa program hilirisasinya dan pada tahun berapa itu ditargetkan," pesan Sonny dalam kunjungan kerja spesifik di Pekanbaru, Riau.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Fokus Peremajaan Sawit
Anggota DPR lainnya, Jon Erizal yang memimpin kunjungan kerja ini mengaku puas dengan sejumlah capaian PTPN, termasuk produksi minyak makan merah yang kini menjadi produk awal hilirisasi perusahaan.
Anggota dewan dari Riau ini juga memberikan catatan agar manajemen yang telah melewati fase post integration menyusun road map hilirirasi secara komprehensif sehingga menjadi acuan di masa mendatang. Salah satu fokusnya adalah komposisi penggunaan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Itu penggunaan dana BPDPKS untuk Peremajaan Sawit Rakyat masih sangat minim, hanya sekitar 15 persen dari total dana yang terkumpul," kata Erizal.
Direktur Manajemen Risiko Holding Perkebunan M Arifin Firdaus dalam pertemuannya dengan Komisi VI menjelaskan, akhir tahun lalu telah dibentuk 2 sub holding PTPN I Supporting Co dan PTPN IV PalmCo.
PTPN IV PalmCo merupakan penggabungan dari PTPN V Riau, PTPN VI Jambi-Sumbar dan PTPN XIII Kalimantan serta spin off sebagian PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV sebagai entitas bertahan.
Dia menyatakan, pemegang saham berkeinginan aksi korporasi yang juga menjadi proyek strategis nasional mampu menjadi solusi dalam penguatan ketahanan pangan dan energi nasional. Selanjutnya mengakselerasi target peremajaan sawit pemerintah.
Menurutnya, PalmCo yang berfokus kepada sawit sedang menjalankan beragam inisiatif seraya mendudukkan pondasi yang mengusung keberlanjutan dan pertumbuhan optimal.
"Kita yakin dengan dukungan dari Legislatif maka upaya-upaya untuk food and energy security dapat diwujudkan," sebutnya.
Â
Advertisement
Terluas di Dunia
Di sisi lain, Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan Kementerian BUMN Faturohman menjelaskan sebagai perusahaan kelapa sawit terluas di dunia, PalmCo mampu berprestasi di tengah ketidapastian situasi global.
Perusahaan mampu membukukan penjualan hingga Rp30,8 triliun serta meraih laba bersih sebesar Rp3,6 triliun secara konsolidasi sepanjang 2023 lalu. Namun begitu, ia meyakini terdapat beragam potensi yang bisa dimaksimalkan di masa mendatang, terutama dalam mencapai tujuan pembentukannya.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa memaparkan 3 tantangan pasca merger enam bulan lalu. Tantangan pertama adalah post merger integration atau konsolidasi pasca merger.
"Alhamdulillah, enam bulan berjalan pasca terintegrasi pondasi yang kami coba bangun sudah mulai terlihat petanya, banyak potensi perbaikan utamanya untuk menghilangkan gap kinerja antar region dan unit kerjasama operasi kami," ujarnya.
Tantangan kedua, lanjutnya, disparitas produktivitas perkebunan sawit yang disebabkan faktor kinerja serta budaya kerja dan tantangan ketiga adalah hilirisasi.
Untuk kedua tantangan terakhir itu, ia mengatakan perusahaan sedang menggesa untuk melakukan penyeragaman budaya yang bersandar pada tata kelola yang baik dan dalam penentuan road map hililirasi, disandarkan pada lima pilar yang dimiliki PTPN saat ini.
"Lima pilar ini Kami menyebutnya Next Gen Operation, Reveneue Enhancement, Downstream Transformation, Trading & Supply Chain Improvement, serta New Green Business Establishment," kata Jatmiko.
Â
Prioritas Nasional
Dia menjelaskan saat ini perusahaan telah menentukan prioritas nasional dan program strategis meliputi hilirisasi sektor pangan, peremajaan sawit rakyat (PSR), serta akselerasi pengembangan energi baru terbarukan untuk menjawab sekaligus mewujudkan tujuan pembentukan PalmCo.
"Untuk PSR, PTPN IV cukup masif, di Regional III sendiri, saat ini total luasan PSR mencapai 9.981 hektare dan pada tahun 2024 ini ditargetkan mencapai 13.011 hektare atau 57 persen dari target yang dicanangkan seluas 22.444 hektare, pola yang dilaksanakan Regional III diadopsi untuk perluasan PSR di Regional lainnya," tuturnya.
Selain PSR, perusahaan juga berkomitmen mendukung program pemerintah dalam menekan emisi karbon menuju net zero emission (NZE). Program reduksi emisi untuk mengurangi potensi gas rumah kaca tersebut dilaksanakan dalam satu siklus budidaya perkebunan mulai dari pengambilan raw material, proses produksi, hingga pengelolaan limbah.
Mulai dari proses pengambilan raw material hingga produksi, PTPN IV fokus pada perkebunan berkelanjutan, baik dari pemanfaatan pupuk yang tepat guna melalui digitalisasi, kebijakan zero burning, menjaga areal dengan nilai konservasi tinggi, hingga pengelolaan limbah sebagai sumber energi baru terbarukan.
"Dari sisi enviroment, pembangkit tenaga biogas baik sebagai co-firing maupun listrik berkontribusi positif dalam menekan emisi karbon secara signifikan, kemudian dari sisi bisnis, keberadaan PTBg tersebut menjadi bagian dari peningkatan efesiensi perusahaan serta nilai tambah terutama dari penjualan by product seperti cangkang," jelas Jatmiko.
Advertisement