Sukses

Jerit Ojol di Bandung Tuntut Kesejahteraan: Kami di Jalan Bertaruh Nyawa, Tolak Tarif Murah!

Secara spesifik massa aksi juga menuntut agar pihak aplikator taat pada aturan tarif batas bawah yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 tahun 2018.

Liputan6.com, Bandung - Lalu lintas di Jalan Diponegoro, depan Gedung Sate, Kota Bandung, lumpuh dipadati massa driver online atau ojol roda dua maupun roda empat, Selasa, 25 Juni 2024. Mereka turun jalan untuk menuntut kesejahteraan, menolak praktik tarif murah.

Jumlah massa diaku lebih dari 2.000 orang, tidak hanya berasal dari sekitar Bandung Raya, tapi juga berasal dari luar kota. Aksi ini disebut jadi aksi ojol se-Jawa Barat.

Massa mulai memadati jalan tersebut dari sekira pukul 10.00 pagi. Hingga pukul 13.50 kini, gelombang massa masih terpantau berunjuk rasa di depan kantor Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat itu. Massa dari berbagai kelompok ojol itu menamakan diri dalam aliansi Gerakan Bersatu General (Begrag).

Terdapat satu mobil komando yang dijadikan titik kumpul dan orasi para ojol. Mereka bergantian menyuarakan keresahannya masing-masing.

"Kita kuli, kita kerja rodi. Kita tidak dibayar sesuai dengan tarif. Kita selalu di jalanan tapi kantor tidak tanggung jawab," teriak orator.

Selain tarif murah, mereka juga mempertanyakan janji asuransi yang disampaikan pihak aplikator. "Kantor bilang asuransi ada tapi tidak bisa dicairkan. Mereka merayu kita selama ini, kita di jalan mereka ongkang kaki di kantor. Kalau kita modar siapa yang tanggung jawab?" katanya.

Ada pula seorang perwakilan ojol perempuan yang turut naik mobil komando dan berorasi. Ia mengatakan, tarif murah menyengsarakan ojol, sehingga banyak dari mereka yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Dipake parkir juga beak mereun (habis). Kita minta kepada mereka yang paham dan mengerti itu, kita mah da mungkin jalmi (orang) bodoh? Tapi kita juga manusia, tolong manusiakan manusia," katanya.

 

Salah seorang koordinator aksi Gebrag, Linda Rambing mengatakan, secara spesifik mereka juga menuntut agar pihak aplikator taat pada aturan tarif batas bawah yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 tahun 2018.

"Tarif yang berlaku saat ini itu sudah sangat tidak sesuai dengan peraturan pemerintah itu. Harusnya tarif batas bawah untuk R4 (roda 4) itu Rp3.500 perkilometer bersih diterima driver, dan untuk R2 itu Rp2.500," katanya di lokasi.

Namun, peraturan itu diaku tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka alami. Pihak aplikator, katanya, memang menerapkan tarif batas tersebut tapi dengan perhitungan kotor.

"Jadi, saat ini yang bersih diterima driver itu hanya Rp2.500, sementara ojol hanya mendapat Rp1.500. Kasarnya, seperti buruhlah kalau di bawah UMR kan pasti protes. Sama saja kami juga kalau seandainya harganya di bawah peraturan yang berlaku kamu pun protes," jelasnya.

Kondisi ini diaku sudah berlangsung sekitar setahun. Pihak ojol, kata Linda, sudah sering mengajukan pembicaraan dan menyurati pihak aplikasi untuk menaati aturan pemerintah. Tapi, pihak aplikator diaku tidak menggubris.

Oleh karena itu, aksi demonstrasi ini dilakukan massa ojol sebagai puncak keresahan mereka selama ini. "Sudah puncaknya, kita sudah ngomong baik-baik, sudah layangkan surat, tapi karena tidak didengar akhirnya kita turun ke jalan," katanya.

Massa aksi juga mendesak agar pemerintah daerah bisa turun tangan dan tegas. Pemerintah diminta turut mendorong pihak aplikator agar menaati aturan.

Hingga pukul 13.50, massa aksi masih berkumpul di depan Gedung Sate. Mereka menunggu perwakilan Pemprov Jabar beserta pihak aplikator untuk menemui mereka di jalan.