Sukses

Aktivis Lingkungan: Awas 'Narasi Bedak' Percantik Kota, Jangan Coblos Para Penjahat Lingkungan

Masyarakat luas diingatkan untuk lebih awas dalam memilih pemimpin, tidak terbuai oleh bedak-bedak politik yang memoles para calon dan rombongannya untuk tampil seolah pelestari lingkungan.

Liputan6.com, Bandung - Pilkada serentak Pemilihan Wali Kota, Bupati, dan Gubernur akan dihelat pada tahun ini. Masyarakat pun diingatkan agar tidak memilih pemimpin yang dinilai bakal jadi penjahat lingkungan di Jawa Barat.

Hal tersebut disampaikan aktivis lingkungan, Pepep Didin Wahyudin atau Pepep DW, saat acara bincang Degradasi dan Berkurangnya Hutan di Jawa Barat, di Kebun Binatang Kota Bandung atau Bandung Zoo, Rabu, 26 Juni 2024.

"Ingat bahwa kita akan punya pemimpin baru, dari mulai tingkat kota kabupaten dan provinsi. Jangan memilih pemimpin yang akan menjadi perusak lingkungan Jawa Barat," katanya.

Masyarakat harus curiga pada calon-calon kepala daerah yang membawa narasi iming-iming untuk mempercantik kota atau beautifikasi.

"Paradigma yang kemungkinan akan mengedepankan kerusakan daripada kelestarian itu kalau sudah menggunakan diksi beautifikasi untuk kota," katanya.

Menurut penulis buku Manusia dan Gunung: Teologi, Bandung, Ekologi (2018) dan Sadar Kawasan (2022) itu, narasi beautifikasi ditengarai akan masih banyak dipakai untuk memancing perhatian, khususnya anak muda.

Padahal kini, lanjut Pepep, yang dibutuhkan Kota Bandung, umumnya Bandung Raya, bukanlah upaya mempercantik tapi pembenahan dan pemulihan lingkungan.

"Kota Bandung butuh diperbaiki bukan didangdanan, make-up. Mungkin bagi tim kampanyenya, mereka menyasar zilenial," sebut Pepep.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Nihil Political Will

Masalah kerusakan lingkungan, termasuk degradasi kawasan hijau di sekitar Cekungan Bandung dinilai karena tak adanya political will dari pemerintah selaku penentu serta pelaksana kebijakan.

Seperti di Kawasan Bandung Utara (KBU). Bukan tidak ada aturan, tapi maraknya pembangunan atau kegiatan-kegiatan ekonomi yang destruktif itu dinilai berlangsung lantaran pembiaran pihak pemerintah.

Celakannya lagi, kerusakan di Kawasan Bandung Utara kini seolah diduplikasi di Kawasan Bandung Selatan.

"Misalnya, kan ada Perda KBU, tetapi sampai hari ini tidak pernah diimplementasikan secara serius. Pembangunan tetap berjalan di KBU, menyebabkan kerusakan masif," kata Pepep.

Sebetulnya, kelestarian itu bisa diupayakan. Pepep mencontohkan yang terjadi di Kawasan Kamojang, Bandung Selatan. Masyarakat di sana, akunya, masih tetap berkomitmen untuk menolak proyek swasta maupun pemerintah yang dinilai destruktif.

"Di Kamojang ada political will dari masyarakatnya, menolak itu semua. Itu bisa. Bayangkan saja, masyarakat saja bisa melakukan langkah progresif itu, bagaimana kalau pemimpinnya pun begitu," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Kota, Hutan, Gunung dan Sungai

Menurut Pepep, urgensi pelestarian lingkungan di Kota Bandung saat ini di antaraya adalah masalah transportasi dan tata ruang.

Pemimpin mendatang selayaknya mengedepankan pembenahan pada aspek tersebut, bukan malah berkampanye seolah-olah mempercantik kota tapi yang terjadi di baliknya adalah perusakan lingkungan demi kepentingan bisnis belaka.

Pelesatrian lingkungan itu kemudian mesti seiring dengan upaya mengutamakan kepentingan publik.

"Cari pemimpin yang concern lebih pada bagaimana menata kota yang baik, pada policy yang baik, layanan publik yang baik, alih-alih yang beautifikasi," katanya.

Selain itu, ancaman kerusakan lingkungan secara umum di Bandung Raya ada menyangkut pelestarian hutan, gunung dan sungai. Pemilihan pemimpin dapat dipandang sebagai pertaruhan memilih "orang baru" yang akan menjadi solusi untuk masalah lingkungan Jawa Barat atau menjadi "penjahat baru" bagi lingkungan Jawa Barat.

Masyarakat luas diingatkan lebih awas dalam memilih pemimpin, tak terbuai bedak-bedak politik yang memoles para calon dan rombongannya tampil seolah pelestari lingkungan, padahal mereka justru memperpanjang barisan penjahat lingkungan, meraup kepentingan politis dan bisnis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini