Liputan6.com, Jakarta - Edi Wiyono (40), pustakawan dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, telah mengukir prestasi dalam dunia literasi nasional dengan inovasinya yang kekinian. Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, dan saat ini tinggal di Jakarta, Edi telah mengabdikan hidupnya untuk memajukan literasi di Indonesia.
Berbekal gelar S1 dalam Bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi dari Universitas Sebelas Maret, Edi kini menjadi salah satu finalis Pustakawan Berprestasi Tingkat Nasional 2024, sebuah penghargaan yang mengakui dedikasi dan inovasi pustakawan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam wawancara eksklusif, Edi Wiyono berbagi pandangannya mengenai tantangan dan solusi untuk meningkatkan minat baca di Indonesia.
Advertisement
"Hari ini, kita memiliki satu program yang cukup kuat, yaitu bagaimana agar anak-anak mendapatkan asupan bahan pustaka yang merata di seluruh Indonesia," ujarnya.
Program "Gerakan 10 Juta Buku" yang dicanangkan oleh Perpustakaan Nasional menjadi salah satu langkah konkret untuk memastikan anak-anak memiliki akses terhadap bacaan yang bermutu.
Bagi Edi, buku untuk anak menjadi hal yang sangat fundamental hari ini, apalagi di tengah distrupsi informasi dan perkembangan teknologi. Edi menyadari sepenuhnya, perkembangan dunia digital tidak bisa dihindari dan dilawan, namun dunia digital bisa menjadi ‘sahabat’ agar anak-anak tidak malah dikendalikan oleh teknologi.
Edi mengakui bahwa teknologi digital telah membawa kemudahan dalam akses informasi, namun juga membawa tantangan tersendiri. "Kita harus memiliki sikap agar anak-anak tidak dikendalikan oleh teknologi. Justru teknologi, termasuk Artificial Intelligence, harus menjadi alat untuk mempermudah menghasilkan bahan bacaan untuk anak-anak," jelasnya.
Edi menekankan pentingnya pendampingan dalam pemanfaatan teknologi agar anak-anak dapat memanfaatkan kemajuan ini secara positif.
Dalam ajang Pustakawan Berprestasi Tingkat Nasional 2024, Edi memperkenalkan inovasi "Inkubator Literasi Pustaka Nasional". Program ini dirancang untuk mendukung para penulis di berbagai daerah agar karya mereka dapat diterbitkan dan didistribusikan secara luas.
Pengalaman Edi saat menemui para penulis di banyak daerah, kesulitan yang mereka hadapi adalah bagaimana karya mereka, buah pikiran mereka, dapat diterbitkan dalam sebuah buku. Inovasi yang dibuat Edi inilah yang kemudian menjadi semacam ’one stop solution’ bagi permasalahan para penulis yang mereka hadapi saat ini.
"Inkubator Literasi adalah one stop solution dari mempersiapkan naskah, mengkurasi, hingga menerbitkannya. Program ini juga memberikan peluang bagi penulis untuk membicarakan gagasan mereka dalam kegiatan seperti bedah buku dan event literasi lainnya," kata Edi.
Inisiatif ini dimulai sejak tahun 2020 dan telah berhasil menerbitkan 44 buku dengan lebih dari 650 penulis dari 60 kabupaten/kota, 13 provinsi, dan 3 skala nasional. "Kami juga membentuk forum Inkubator Literasi sebagai ruang untuk berbagi gagasan dan pengetahuan, serta sebagai bagian dari strategi keberlanjutan program ini," tambah Edi.
"Saya berharap inovasi ini bisa berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, para penulis, dan dunia literasi di Indonesia. Menulis adalah esensi dari literasi; setelah membaca, kewajiban besar seorang pembaca adalah menuliskan kembali apa yang dibaca dengan gagasan baru," tuturnya.
Edi menyebutkan, pihaknya juga telah membuat road map inkubator literasi dari tahun 2020-2025, dan menjadikan inovasi itu sebagai kegiatan rutin, meski dirinya sudah tidak lagi di Perpusnas. Di lapangan, Edi menemukan banyak bakat-bakat penulis hebat dari kalangan pelajar, meski dalam pandangannya, bakat-bakat itu masih perlu harus banyak kurasi yang dilakukan, agar tulisan dan karya-karya para siswa dapat diterbitkan dan dibaca banyak orang.
Juara Pertama Pustakawan Berprestasi Nasional 2024
Terkait Perpusnas Press, Edi mengatakan, inovasi ini bukan untuk menyaingi atau mengambil lahan para penerbitan yang sudah ada sebelumnya. Perpusnas Press hadir untuk mendukung penguatan buaya baca dan literasi.
"Kami tidak menjual buku, kami tidak memberikan royalti, lebih tepatnya kami sebagai langkah awal buat para penulis pemula. Ketika mereka telah membangun portofolio yang bagus tentunya ketika ingin mendapat dampak ekonomi dari penjualan buku, mereka tokh nanti larinya ke para penerbit yang sanggup membayar mereka,” katanya.
Edi percaya bahwa literasi bukan hanya tentang membaca, tetapi juga tentang menciptakan karya yang bermanfaat bagi masyarakat.
"Setelah membaca apa? Kewajiban besar seorang pembaca adalah menuliskan kembali apa yang dibaca dengan gagasan baru yang tentunya itu akan menambah khasanah ilmu pengetahuan kita dengan terbitnya buku-buku baru," kata dia.
Dengan dedikasi dan inovasinya, Edi Wiyono telah menunjukkan bahwa pustakawan memiliki peran penting dalam membangun budaya literasi yang kuat di Indonesia. Partisipasinya dalam Pustakawan Berprestasi Tingkat Nasional 2024 menjadi bukti nyata atas kontribusinya yang berharga dalam memajukan literasi di Tanah Air.
Atas inovasinya, Edi kemudian diganjar menjadi juara pertama Pustakawan Berprestasi Nasional 2024 mengalahkan 15 finalis lainnya dari berbagai daerah.
”Saya merasa bangga, harapan saya apa yang menjadi inovasi saya itu bisa berkelanjutan dan bisa berdampak, tidak hanya bagi kami di Perpusnas, tapi juga pada stakeholder, kepada masyarakat, kepada penulis, untuk lebih giat lagi, lebih aktif lagi, lebih produktif lagi,” katanya.
Advertisement