Liputan6.com, Jakarta - Data UNESCO mencatat minat baca masyarakat Indonesia tergolong rendah, yakni hanya mencapai 0,001 persen. Namun, pengalaman sebagai pustakawan di lapangan tak serta merta membuat Eko Kurniawan mempercayai angka tersebut.
Pustakawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini sebelumnya juga pernah menjadi pustakawan di Sekolah Dasar (SD). Dari pengamatannya, masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak, masih memiliki minat baca yang cukup tinggi.
"Saat masih menjadi pustakawan di SD, saya ada program reward bagi siswa," kata Eko.
Advertisement
Lebih lanjut ia mengatakan, reward tersebut diberikan setiap siswa melakukan aktivitas yang berkaitan dengan buku dan bacaan di perpustakaan, seperti membaca di perpustakaan dan meminjam buku. Mereka yang aktif akan diberikan reward berupa sertifikat yang diberikan langsung saat kegiatan upacara bendera.
Hasilnya, luar biasa. Para siswa pun berlomba membaca buku di perpustakaan demi mendapat reward. Saking tingginya antusias dan minat baca anak-anak, pihak sekolah kemudian mendatangkan perpustakaan keliling dari dinas.
Kenyataan di lapangan yang ia temui inilah yang membuat Eko percaya bahwa minat baca masyarakat Indonesia tidak seburuk data UNESCO.
Perpustakaan dan Gempuran Teknologi
Teknologi, gadget, dan kecerdasan buatan (AI) di masa sekarang terus berkembang pesat. Dunia pustaka semestinya juga ikut berkembang dan berperan di dalamnya.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan minat baca masyarakat, Eko dan sejumlah pustakawan UMY mengembangkan potral aplikasi Muhammadiyah Membaca. Aplikasi tersebut memuat ebook yang bersifat open access (OA) atau akses terbuka. Sumber ebook-nya pun bukan hanya berasal dari internal UMY, tetapi juga eksternal.
"Portal membaca ini juga merupakan hasil kerja sama dengan LPM UMY dan mahasiswa untuk disosialisasikan ke berbagai masyarakat di seluruh Indonesia," ujarnya.
Saat ini, Muhammadiyah Membaca telah diakses oleh sekitar 24.031 pengguna. Eko kurniawan kemudian mencoba mengangkat inovasi tersebut pada lomba Pustakawan Berprestasi dengan judul Pustakawan dan Teknologi.
Melalui inovasi ini, pihaknya ingin mengubah pandangan masyarakat tentang pustakawan yang dinilai tak melek teknologi. Adapun Eko Kurniawan bertanggung jawab di bagian Sistem Informasi dan Manajemen Pengetahuan, sehingga fokus inovasinya memang berkutat pada bagian teknologi.
Metaverse, MyPustaka, hingga Website Gratis
Terdapat beberapa program kegiatan yang diunggulkan, pertama adalah pengembangan metaverse. Pengembangan yang sudah dimulai sejak 2023 ini sekaligus menjadi yang pertama dilakukan oleh perpustakaan Perguruan Tinggi.
Perpustakaan UMY memiliki Muhammadiyah Corner yang kerap mengadakan pameran secara luring. Eko mengembangkan ide untuk mengadakan pameran tersebut secara virtual dan berbasis metaverse.
Bukan hanya mahasiswa, teknologi tersebut juga bisa dinikmati siapa saja. Pengunjung akan menggunakan teknologi virtual reality (VR) atau avatar yang telah disediakan. Mereka bisa berjalan-jalan sambil melihat berbagai arsip foto yang akan membawa pengunjung seolah-olah betul-betul sedang berada di pameran tersebut.
Dengan demikian, segala arsip yang dimiliki Perpustakaan UMY bisa diakses masyarakat luas. Inovasi metaverse juga secara tidak langsung menunjukkan kepada dunia bahwa Perpustakaan UMY adalah perpustakaan yang adaptif dan mampu mengikuti tren perkembangan zaman.
Selain metaverse, program kegiatan unggulan lain Perpustakaan UMY adalah pengembangan MyPustaka, yakni portal pencarian terintegrasi atau discovery tools. Inovasi ini mempermudah mahasiswa untuk mencari sumber keperluan akademis.
"Perpustakaan Perguruan Tinggi itu resources-nya banyak sekali. Dulu, mahasiswa harus datang ke repository untuk mencari skripsi, harus ke database jurnal untuk mencari jurnal, cari buku pun ke tempat berbeda lagi. Kami ingin meringkas itu semua agar memudahkan mahasiswa," katanya.
Dari sanalah lahir MyPustaka yang merupakan hasil pengembangan discovery tools atau portal pencarian terintegrasi dengan satu pintu. Dengan MyPustaka, seluruh keperluan akademis bisa dicari dalam satu apliaksi saja.
Sejauh ini, Eko bersama tim telah melakukan survey ke 1008 perpustakaan Perguruan Tinggi. Hasilnya, hanya ada 15 perpustakaan yang mempunyai discovery tools. Namun, 15 perpustakaan tersebut kebanyakan menggunakan aplikasi berbayar yang harganya tak murah, yakni sekitar Rp100 juta-Rp300 juta per tahun.
Sementara itu, Perpustakaan UMY berhasil mengembangkan MyPustaka dengan biaya Rp0 karena pengembangannya dilakukan secara mandiri. Inovasi tersebut juga bisa direplikasi oleh perpustakaan lain melalui penawaran yang diajukan.
Â
Domain dan Hosting Website Gratis
Program kegiatan unggulan lainnya yang dikembangkan oleh Perpustakaan UMY adalah mengembangkan jasa pembuatan website gratis kepada Taman Baca Masyarakat (TBM) atau organisasi kepustakawanan. Program ini menjdi wujud bakti kepada dunia kepustakawanan.
Tak hanya jasa, pihaknya juga memberikan domain dan hosting gratis. Tak berhenti di situ, Eko Kurniawan juga mengembangkan Content Management System (CMS) bagi Perpustakaan UMY se-Indonesia.
Pengembangan ini didasarkan pada hasil penelitian yang ia lakukan pada 2022 lalu. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa dari 174 Perguruan Tinggi yang dimiliki Muhammadiyah, hanya 24 persen saja yang memiliki website perpustakaan.
Faktor yang melatarbelakangi jumlah tersebut adalah terbatasnya jumlah SDM di bidang IT. Tak banyak pustakawan yang memiliki kompetensi untuk melobi staf IT, sehingga pengembangan website jadi terkatung-katung.
Dari permasalahan tersebut, akhirnya Perpustakaan UMY mengembangkan CMS atau model website yang bisa diterapkan langsung di perpustakaan UMY se-Indonesia. Pengembangan ini sudah diterapkan secara nyata dengan standadisasi atau pembakuan menu yang bisa digunakan kapan saja.
Berbagai pengalaman di lapangan yang dialami Eko Kurniawan membuatnya menyadari bahwa menjadi pustakawan adalah sesuatu yang luar biasa. Ia dan rekan-rekannya di UMY juga sangat dihargai dosen dan tak jarang menggantikan kelas untuk memberikan pelatihan literasi informasi. Selama menjadi pustakawan, ia tak hanya banyak belajar dari mahasiswa, tetapi juga dari dosen.
Advertisement