Sukses

Zonasi Penjualan Rokok di RPP Kesehatan, Paguyuban Pedagang Madura: Bukti Pemerintah Tak Peka

Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin, mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Kesehatan yang akan menerapkan terkait larangan zonasi 200 meter jual rokok, disambut dengan kekecawaan dan keresahan oleh para pedagang kecil.

Liputan6.com, Bangkalan Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin, mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Kesehatan yang akan menerapkan terkait larangan zonasi 200 meter jual rokok, disambut dengan kekecawaan dan keresahan oleh para pedagang kecil.

Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura, Abdul Hamid menegaskan, rancangan aturan ini menunjukkan kenyataan bahwa pemerintah tidak peka terhadap keberlangsungan usaha kecil.

"Kami tidak pernah diajak bicara, bagaimana nanti penerapannya, seperti apa jalan keluar-nya. Ini bukti bahwa pemerintah tidak peka. Peraturan ini dibikin di menara gading. Pelarangan zonasi 200 meter ini sangat disayangkan," sebutnya, Rabu (3/7/2024).

Pria yang akrab disapa Cak Hamied ini justru bingung, bagaimana proses rancangan aturan zonasi penjualan rokok yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi pedagang, bisa dimasukkan dalam pasal-pasal pertembakauan yang tengah difinalisasi sebagai peraturan pelaksana UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

"Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya? Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?" ujarnya.

 

2 dari 3 halaman

Produk Legal

Menurut Cak Hamied, sebagai produk legal, maka pedagang berhak untuk menjual rokok. Ia juga menyebutkan bahwa para pedagang sudah sangat memahami bahwa rokok ini adalah produk yang ditujukan untuk orang dewasa.

"Tanpa zonasi pun kami, para pedagang sudah mem-filter siapa konsumen rokok ini. Rokok adalah produk yang menambah pendapatan di warung. Jadi, ketika ada pelarangan ini, dapat dipastikan pendapatan pedagang akan menurun drastis," katanya.

Turut bereaksi atas pelarangan zonasi penjualan rokok ini, M. Zainal, pedagang kelontong di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat yang was-was usahanya akan gulung tikar.

Pria yang berjualan di area Kemayoran ini khawatir wacana penerapan penjualan rokok 200 meter dari fasilitas pendidikan akan memukul pendapatannya.

"Pedagang kecil seperti saya pendapatannya gak pasti. Saya sadar dan setuju rokok bukan untuk anak. Tapi, kalau aturannya seperti itu, pedagang kecil yang jadi korban," ujarnya.

Senada, Warningsih, pedagang kelontong asal Madura yang sehari-hari berjualan di kawasan Jakarta Pusat juga keberatan dengan pelarangan zonasi ini.

"Saya belum pernah dengar akan ada aturan seperti ini. Jangan sampai lah. Pendapatan pasti akan berkurang jauh," sebut Warningsih.

3 dari 3 halaman

RPP Kesehatan

Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin menyebutkan kepada awak media bahwa RPP Kesehatan rencananya akan disahkan pada bulan Juni dimana dalam rancangan tersebut juga termasuk larangan zonasi 200 meter jual rokok.

Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr Ali Mahsun menegaskan penolakannya terhadap aturan zonasi penjualan rokok 200 meter seperti yang didorong dalam RPP Kesehatan sebagai peraturan pelaksana atas UU Kesehatan No 17 tahun 2023.

Menurut Ali, ini adalah bentuk peraturan yang tidak adil, diskriminatif, dan menzolimi rakyat kecil. Padahal para pedagang kecil ini berusaha untuk cari makan, memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak.

"Pedagang, baik PKL, asongan, warung kelontong, dan UMKM lain berharap tidak terus-menerus disudutkan karena mereka sama sekali tidak bersalah. Rokok itu tidak dilarang di Indonesia!" Ali menegaskan.