Sukses

Inovasi Pustakawan Iswadi dan Cita-Cita Masyarakat Sumbar Literat

Menuju masyarakat Sumbar yang literat 2030 menjadi cita-cita Iswadi sejak lama. Untuk mencapai cita-cita yang tidak mudah itu, dirinya telah melakukan banyak upaya.

Liputan6.com, Jakarta - Menuju masyarakat Sumbar literat 2030 menjadi cita-cita Iswadi sejak lama. Untuk mencapai cita-cita yang tidak mudah itu, pustakawan Universitas Andalas Padang yang bernama lengkap Iswadi Syahrial Nupin ini telah melakukan banyak upaya. Salah satunya adalah mengajarkan para mahasiswa mengelola buku perpustakaan dengan baik, lalu menerjunkannya langsung ke taman-taman baca yang ada di sekitaran Sumbar.

"Selama ini rumah baca itu tidak digarap dengan baik, koleksinya tidak terorganisir. Jadi dengan adanya anak-anak mahasiswa ini, koleksi di sana (rumah baca-rumah baca) itu jadi bisa diorganisir dengan bagus," katanya.

Dari gerakan kecil itu, siapa yang sangka Iswadi bisa menggerakan ‘mesin’ yang lebih besar dan berskala luas di Sumbar. Sebagai pustakawan, inovasinya melalui gerakan langsung turun ke lapangan bisa dimanfaatkan oleh banyak mahasiswa, guru, dan masyarakat yang membutuhkan informasi dengan cara yang lebih mudah karena segala sesuatunya yang tertata dengan rapi. 

"Nah inovasi yang saya tawarkan dalam acara ini adalah peran mahasiswa ilmu perpustakaan UIN Imam Bonjol supaya mengadakan praktik lapangan di taman baca masyarakat dan rumah baca," kata Iswadi, yang juga jebolan Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran itu. 

Dengan bekerja langsung bersama masyarakat di berbagai lapisan, Iswadi merasa bangga dan Ikhlas bisa membantu banyak orang memenuhi kebutuhan informasinya. Sebagai penasihat Forum Literasi Sumbar, Iswadi mengenal banyak orang dari berbagai kalangan, termasuk orang-orang yang mengelola berbagai taman bacaan di Sumbar. Dari situ dirinya meminta mahasiswa UIN Imam Bonjol yang punya jurusan Ilmu Perpustakaan untuk terjun langsung ke masyarakat.

"Jadi mereka bisa membantu memberikan nomor klas buku, memasukan ke slim, jadi supaya di sana buku-bukunya tertib dan rapi, yang mana selama ini acak kadul saja. Jadi dengan adanya mahasiswa di situ, lebih meningkat lagi lah kualitas pengorganisasian bukunya," kata Iswadi.

Movement tentang pentingnya pengorganisasian buku di taman bacaan masyarakat menjadi penting bagi Iswadi. Hal itu bukan tanpa sebab, selama di lapangan, dirinya menemukan banyak taman bacaan masyarakat yang hanya menjadi tempat tumpukan buku, pengorganisasian buku tidak rapi, dan tidak ada kegiatan literasi, sehingga taman bacaan itu kering dari ilmu pengetahuan karena tidak adan transfer knowledge.

"Taman bacaan di Sumbar itu banyak tapi koleksinya tidak terorganisir, jadi saya berharap mahasiswa itu di Imam Bonjol, praktik lapangan, bisa membantunya," kata Iswadi.

Yang jadi masalah bagi Iswadi selama ini adalah yang terjun ke lapangan yakni ke rumah baca masyarakat bukanlah mahasiswa Ilmu Perpustakaan dari kampus yang punya jurusan tersebut, tapi malah dari jurusan-jurusan lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya langsung dengan kegiatan perpustakaan, seperti bimbingan konseling misalnya.

"Selama ini praktik lapangan ke rumah baca itu bukan mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Imam Bonjol, tapi malah jurusan-jurusan lain macam kayak Bimbingan Konseling. Tapi yang memang kita di Ilmu Perpustakaan malah tidak ada yang ke lapangan. Malah lebih banyak ke gedung arsip, yang sudah memang rapi pengorganisasian bukunya, ke perpustakaan, bukan ke masyarakat langsung," katanya.

Iswadi menyadari, ada banyak taman bacaan masyarakat di Sumbar namun hanya sedikit yang koleksi buku-bukunya benar-benar diberdayakan. Dalam imajinasinya, taman bacaan masyarakat harus hidup dan terus bergerak bersama masyarakat. Mulai dari hal-hal kecil, seperti kegiatan mendongeng untuk anak-anak, mengajarkan anak-anak membuat puisi, atau membuat kerajinan tangan. Kemudian berkembang sejalan dengan semangat perpustakaan berbasis inklusi, membawa kemaslahatan untuk orang banyak.

"Yang seperti itu hampir tidak ada, jadi (taman baca) hanya sekadar ada buku saja, tapi sepi hari-harinya, tidak ada kegiatan, jadi hidup segan mati tak mau, sekadar tempat buku ditumpukan di situ saja. Itu sisi lemahnya di situ," katanya.

Ke depan dirinya mengharapkan masuknya mahasiswa Praktik Kerja Lapangan (PKL), yang benar-benar dari jurusan Ilmu Perpustakaan, ke taman-taman bacaan masyarakat di banyak tempat di Sumbar, bisa menjadi angin segar untuk bisa menghidupkan taman bacaan tersebut. Termasuk jadi ajang transfer knowlagde bagaimana mengelola data dan koleksi buku agar selalu rapi dan berkesinambungan.

 

2 dari 2 halaman

Masyarakat Sumbar Literat 2030

Data 2023 menurut Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Sumbar menyebutkan, Indeks Tingkat Kegemaran Membaca Provinsi Sumatera Barat menjadi yang tertinggi di Pulau Sumatera pada 2022. Nilainya mencapai 66,87 dan naik dari tahun 2021 yang hanya di angka 61,15. Dengan capaian itu, Sumbar secara nasional peringkatnya naik menjadi 8 dari awalnya ada di peringkat 15 pada 2021. Sementara untuk region Pulau Sumatera, Indeks Kegemaran Membaca Sumbar menjadi yang pertama, melesat dari yang sebelumnya ada di peringkat 6 pada 2021. Capaian nilai indeks itu sendiri dilihat dari frekuensi membaca, durasi membaca, dan jumlah buku yang dibaca masyarakat suatu daerah dengan metode tertentu.

Capaian ini menjadi modal kuat untuk menciptakan masyarakat Sumbar Literat 2030 yang diimpikan Iswadi. Menurutnya, secara nasional minat baca orang Indonesia memang masih rendah, namun persoalannya bukan pada kemauan melainkan adanya kesenjangan ketersediaan buku antara kota dan desa. Ini yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Sehingga masyarakat lebih suka membaca dan mencari informasi melalui gawai, yang terkadang mereka pun tidak mengetahui mana informasi yang benar mana yang salah.

Ini yang menjadi tantangan utama bagi Iswadi dalam upaya meningkatkan minat baca di tengah masyarakat, khususnya di Sumbar. Apalagi saat ini perkembangan teknologi berjalan begitu cepat, salah satunya dengan adanya teknologi AI alias kecerdasan buatan, yang bisa menciptakan segala sesuatu dengan sangat instan.

Iswadi menyadari kemajuan teknologi tidak bisa dihindari dan tidak perlu dihindari, melainkan dirangkul menjadi kawan untuk membuat Solusi. Misal salah satunya dengan menciptakan audio books untuk anak-anak sehingga sambil mendengarkan, anak-anak bisa memahami isi bacaan dengan cepat.

Yang paling penting menurut Iswadi adalah semua rumah baca dan taman baca masyarakat yang ada di Sumbar bisa dikembangkan melalui pendekatan teknologi, supaya terus hidup dan benar-benar menjadi wadah transfer knowledge. Jika semaua taman baca sudah bagus, maka menurut pandangan Iswadi, pada 2030 masyarakat Sumbar bisa menjadi masyarakat literat, yang punya wawasan luas, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraannya dan tidak gampang termakan hoaks.

Â