Sukses

Jabar Selatan Antara Pariwisata dan Potensi Bencana, Guru Besar Unpad: Perlu Road Map Riset

Mitigasi di Jawa Barat Selatan tidak hanya dengan mencoba kebijakan dari pemerintah, tetapi perlu pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman terkait pengurangan risiko bencana.

Liputan6.com, Bandung - Wilayah Jawa Barat (Jabar) selatan dinilai tidak hanya memiliki banyak potensi pariwisata yang bisa dikembangkan, tapi juga terdapat potensi bencana yang penting untuk diketahui dan diantisipasi.

Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Emi Sukiyah mengatakan, kedua hal tersebut merupakan pengaruh dari karakteristik geomorfologi.

Emi menjelaskan, geomorfologi merupakan respons dari proses yang terjadi di bawah permukaan dan permukaan bumi, seperti pelapukan, erosi, transportasi material, serta pengendapan.

Menurut Emi, karakteristik geomorfologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan membentuk variasi bentang alam yang beragam, mulai dari yang tinggi, sedang, rendah, bahkan bentang alam yang datar.

Hal tersebut disampaikan Emi dalam diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) “Jawa Barat Selatan: Antara Pesona dan Bencana”, diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara daring, (6/7/2024), disiarkan ulang lewat laman Unpad, dikutip Liputan6.com, Selasa (9/7/2024).

“Kami menganalisisnya dari aspek pengaliran, salah satu aspek dalam morfologi dalam pendekatan geomorfologi. Diukur-ukur, dianalisis, ternyata pola-pola sungai. Karena pemahamannya adalah respon dari proses bawah permukaan dan permukaan, maka ini bisa dibagi menjadi tiga blok berdasarkan arah aliran,” kata dia.

Berdasarkan deformasinya, analisis selanjutnya dibagi menjadi tiga blok, yaitu Blok Jampang, Blok Cisewu, dan Blok Pangandaran. Secara umum, dua blok pendamping dari Blok Cisewu relatif stabil jika dibandingkan dengan Blok Cisewu yang dikenal sebagai zona rusak karena mudah lapuk dan tererosi.

 

2 dari 2 halaman

Pariwisata Diiringi Road Map Riset Berkelanjutan

Prof. Emi menjelaskan bahwa wilayah Jabar Selatan memiliki daya tarik dengan pemandangan yang indah, seperti Geopark Ciletuh yang di dalamnya terdapat Curug Awang sebagai aspek yang memikat untuk dikunjungi.

Di wilayah selatan juga banyak wisatawan yang singgah sejenak di Curug Rahong. Walaupun perkembangannya belum signifikan untuk menghasilkan pendapatan daerah, tetapi ini merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

“Garut sendiri terkenal sebagai daerah dengan 1.000 air terjun, karena banyak sekali, salah satu contoh lagi Curug Orok. Ke arah Garut lewat Pameungpeuk atau Garut arah Rancabuaya akan ada akses menuju Curug Orok yang sangat menarik pesonanya,” ujar Prof. Emi.

Selanjutnya, Emi menjelaskan bahwa daya tarik di wilayah Jabar Selatan juga terletak pada Lembah Cilaki yang sering dikunjungi untuk menyaksikan pemandangan laut biru, Bukit Buaya yang untuk melihat pemandangan matahari terbit, Bungbulang yang dikenal sebagai tambang batu akik, hingga Cianjur Selatan yang berpotensi untuk tambang pasir besi.

“Jadi banyak sekali hal-hal yang mempesona di Jawa Barat Selatan, baik dari gunung sampai ke arah lautannya,” Kata Prof. Emi.

Dari berbagai potensi yang dimiliki oleh Jabar Selatan, terdapat juga banyak ancaman seperti gempa bumi dengan skala kecil dan gempa bumi yang dapat memberikan dampak bencana lanjutan, tanah longsor, tsunami, hingga terjadinya banjir bandang karena morfologi yang cukup curam.

Prof. Emi mengatakan bahwa dalam pengembangan Jawa Barat, wilayah selatan akan menjadi pembatas yang cukup sulit dikembangkan. Hal tersebut karena produk vulkanik di Jawa Barat Selatan berumur cukup tua yang batuannya keras.

Selain itu, morfologi wilayahnya cukup curam, sehingga hanya ada beberapa tempat yang dapat diakses dengan mudah.

Mitigasi yang dapat dilakukan pada potensi-potensi yang ada di Jawa Barat Selatan tidak hanya dengan mencoba kebijakan dari pemerintah, tetapi perlu juga dilakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman terkait pengurangan risiko bencana, baik di alam bebas maupun di dalam ruangan.

“Ini kalau memang mau dikembangkan tentu saja sudah mempertimbangkan aspek ancaman bencana,” jelas Prof. Emi.

Lebih lanjut, Prof. Emi mengatakan bahwa perlu juga dibuat road map riset yang berkelanjutan. Tidak hanya satu-dua kali riset saja, tetapi hal-hal lain yang dapat dilakukan selanjutnya untuk pengembangan berdasarkan riset sebelumnya. Dalam hal ini masyarakat setempat juga harus dilibatkan khususnya terkait dengan kearifan lokal.

“Jangan lupa masyarakat setempat juga harus dilibatkan terutama terkait dengan kearifan lokal, kita harus bisa menghargai itu supaya sinergi mitigasi untuk pengurangan risiko bencana,” tegasnya.

Video Terkini