Sukses

Agar Varietas Kedelai Unggul saat Iklim Berubah, BRIN Kembangkan Teknologi Perakitan

Seiring terus meningkatnya permintaan kedelai dalam negeri diperlukan penyediaan dan peningkatan produksi kedelai.

Liputan6.com, Bandung - Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (ORPP-BRIN) menyebutkan komoditas kedelai memiliki keunggulan sebagai sebagai sumber protein dan kandungan pangan fungsional lainnya.

Peruntukan utamanya adalah sebagai bahan baku industri, dan di Indonesia adalah sebagai bahan baku tahu, industri kecap, dan produk turunan olahan lainnya.

Menurut Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, seiring terus meningkatnya permintaan kedelai dalam negeri diperlukan penyediaan dan peningkatan produksi kedelai.

"Saat ini, tidak hanya di Indonesia, semua negara di dunia, berpikir keras untuk mengamankan ketersediaan pangan, termasuk kedelai, pada era perubahan iklim yang telah terjadi saat ini. Tidak terkecuali, pemerintah Indonesia, terus berupaya keras mengamankan produksi sektor pertanian, pada era ketidakpastian iklim saat ini," ujar Puji dalam keterangan resminya ditulis, Selasa (9/7/2024).

Puji mengatakan salah satu solusi ideal untuk menyelaraskan dengan kondisi tersebut adalah penyediaan varietas kedelai yang memiliki produktivitas tinggi dan adaptasi tinggi terhadap kondisi perubahan iklim, terutama kekeringan.

Puji mengaku BRIN mampu mengoptimalkan teknologi yang telah ada dan telah di kuasai saat ini, yakni teknologi molekuler yang disandingkan dengan teknologi konvensional, dalam merakit varietas kedelai.

"Saya yakin para periset BRIN telah siap untuk mengimplementasikan berbagai teknologi untuk merakit varietas kedelai. Inovasi yang dihasilkan tersebut tidak hanya bermanfaat bagi pengamanan produksi kedelai nasional namun lebih jauh akan berdampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena peruntukan utama kedelai adalah untuk bahan baku industri," kata Puji.

Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan ORPP BRIN, Yudhistira Nugraha menyebutkan bahwa ketika membahas kedelai yang menjadi permasalahan di Indonesia saat ini adalah masih adanya ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

Meskipun pada tahun 1996, Nugraha mencatat Indonesia pernah mengalami swasembada kedelai, namun setelah tahun tersebut hingga saat ini Indonesia belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap impor kedelai.

"Ketergantungan pada impor kedelai tersebut berdampak pada perekonomian nasional. Hal ini terkait dengan importir kedelai yang selama ini memasok kedelai untuk pasar dalam negeri yang mayoritas berasal dari negara-negara yang dalam transaksi perdagangannya menggunakan mata uang dolar," terang Nugraha.

Sementara nilai tukar dolar terhadap mata uang rupiah saat ini lanjut Nugraha, kerap kali mengalami fluktuasi bahkan cenderung naik terus dan hal ini tentu berpengaruh juga terhadap peningkatan harga beli kedelai dalam negeri.

Terkait hal tersebut maka pemenuhan kebutuhan kedelai secara mandiri harus dilakukan meski dalam prakteknya upaya tersebut tantangannya akan sangat berat sekali terutama yang terkait dengan adanya perubahan iklim yang berpengaruh pada penurunan produksi kedelai nasional.

"Melalui perakitan varietas kedelai unggul diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan bagi petani. Penggunaan teknologi genomik dan bioteknologi maupun melalui pendekatan konvensional diharapkan akan mampu menjawab tantangan peningkatan produksi dan pemenuhan kebutuhan kedelai nasional," tukas Nugraha.

 

2 dari 2 halaman

Teknologi Genomik dan Bioteknologi

Sementara itu Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Tanaman Pangan, ORPP BRIN, I Made Tasma, perakitan varietas kedelai dilakukan menggunakan pendekatan konvensional maupun teknologi maju seperti memanfaatkan teknologi molekuler.

Hingga saat ini, pemerintah Indonesia telah melepas lebih dari 110 varietas kedelai. Seluruh varietas kedelai yang telah dilepas tersebut berasal dari seleksi terhadap varietas lokal, varietas introduksi, mutasi maupun melalui persilangan dua atau lebih tetua.

Menurut Tasma, kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang vital di Indonesia, yaitu sebagai sumber pangan yang memiliki kandungan protein yang tinggi.

Di pasar global, kedelai memiliki nilai pasar yang sangat besar, pada tahun 2023, l nilai pasar kedelai mencapai USD 188,67 miliar, dan diperkirakan pada tahun 2033 nilainya akan meningkat menjadi sekitar USD 336,28 miliar, atau diperkirakan peningkatan sebesar 6% dari tahun 2024 hingga 2033.

"Dengan kandungan protein yang tinggi yaitu sebesar 40%, kedelai dimanfaatkan untuk produk pangan, pangan dan industri, sementara kandungan minyaknya sebesar 20% digunakan untuk produk pakan, energi dan industri. Pada urutan produsen kedelai global Indonesia saat ini menempati peringkat ke 17 dengan total produksi sebesar 375,000 tons atau hanya 0,1% dari total produksi global," ungkap Tasma.

Tasma mengatakan pada tahun 1994 Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai, namun pada tahun-tahun berikutnya produksi kedelai nasional terus menurun.

Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kekeringan akibat dampak perubahan iklim, sehingga perlu diterapkan pemuliaan yang lebih baik dengan pemanfaatan teknologi pemuliaan lebih modern untuk dapat menghasilkan berbagai varietas kedelai yang adaptif terhadap tantangan perubahan iklim.

Tasma juga mengungkapkan bahwa kedelai merupakan tanaman asli Cina yang berkembang dengan baik di Amerika Serikat, Brasil, serta Argentina. Di Indonesia sendiri kedelai mulai ditanam pada abad ke-13 dan tempe telah dikonsumsi pada ke-17.

"Meski proses domestifikasi kedelai di Indonesia telah dilakukan selama berabad- abad namun produktivitas dan produksi kedelai nasional masih rendah. Kendala lain adalah keragaman genetic kedelai sempit karena pemulia cenderung menggunakan genotype elit pada program pemuliaannya (persilangan Good X Good)," terang Tasma.

Tasma menambahkan pemanfaatan kerabat liar yang diidentifikasi memiliki banyak karakter unggul dalam program pemuliaan menjadi sangat penting untuk mengatasi rendahnya keragaman genetik kedelai.

Untuk itu Tasma berpendapat, peran teknologi genomik menjadi sangat penting untuk pemanfaatan karakter unggul kerabat liar tersebut pada program pemuliaan kedelai.

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia termasuk tanaman pertanian penting lainnya.

"Keanekaragaman tersebut perlu dieksplorasi agar dapat ditemukan gen untuk tujuan pemuliaan tanaman. Hal ini dapat dilakukan dengan teknologi genomik modern seperti penggunaan high throughput next generation sequencing (NGS) dan high throughput SNP array technologies," terang Tasma.

Tasma menjelaskan penemuan gen dan penanda sifat dapat dimanfaatkan untuk perbaikan tanaman dalam program pemuliaan tanaman.

Data genomik seperti variasi single nucleotide polymorphisme (SNP), insertion and deletion (InDels), copy number variation (CNV) merupakan sumber daya pemuliaan sangat penting untuk mempercepat program pemuliaan kedelai.

"Program pemuliaan kedelai untuk perakitan aneka jenis varietas unggul kedelai menghadapi tantangan perubahan iklim (climate changes) yang semakin nyata akhir-akhir ini dan di masa yang akan datang," ungkap Tasma.

Tasma menyimpulkan bahwa teknologi genomik sangat penting diantaranya adalah dengan diperolehnya gen-gen yang unik, dengan menggunakan NGS HiSeq sebanyak 12 genotipe kedelai telah diurutkan ulang bersama dengan total 46 genom yang mencakup 8 komoditas pertanian lainnya.

Selain itu, pada kegiatan pemetaan genom tersebut telah diperoleh juga lebih dari 48,63 juta variasi DNA yang terdiri dari lebih dari 45 juta variasi SNP dan dari 3,5 juta INDELs.

SNP dan INDEL yang ditemukan merupakan sumber daya pemuliaan penting untuk penemuan gen dan pengembangan marka molekuler (gene and marker discoveries) untuk mempercepat program pemuliaan.

"Data genom tersebut (termasuk data genom selain kedelai) telah dikelola di Genome Browser berupa data base Pusat Genome Pertanian Indonesia, dan data tersebut dapat diakses dan dimanfaatkan oleh berbagai kalangan baik komunitas ilmiah di dalam negeri maupun pada komunitas ilmiah level global," sebut Tasma.

Saat ini kegiatan pemuliaan kedelai berorientasi pada peningkatan produktivitas dengan memanipulasi karakter long juvenile dan pemuliaan kedelai toleran kekeringan sedang berlangsung (underway).

Penelitian pemuliaan kedelai untuk karakter terkait perubahan iklim ini juga telah banyak dilakukan di level global dengan menggunakan berbagai metode pemuliaan termasuk teknologi pemuliaan modern seperti advanced genomics and modern biotechnology.