Liputan6.com, Jakarta Rencana aturan larangan penjualan produk tembakau atau rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak mendapat penolakan dari Paguyuban Pedagang Sembako Madura.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah atau RPP Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan, pada pasal 434 ayat 1 huruf e.
Dalam keterangan diperoleh Kamis (18/7/2024), Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura, Abdul Hamied, memohon agar pemerintah lebih bijaksana dan adil dalam mengambil keputusan terkait larangan zonasi penjualan rokok.
Advertisement
Baca Juga
"Pemerintah harusnya dapat menengahi peraturan yang berpotensi jadi polemik ini karena banyak orang yang akan terdampak," ujar pria yang akrab disamap Cak Hamied ini.
"Kalau alasannya demi mengurangi jumlah perokok anak, maka yang ditingkatkan harusnya edukasi dan sosialisasinya, bukan malah menekan dengan larangan zonasi," sambungnya.
Â
Tidak Jual Rokok ke Anak-Anak
Cak Hamied menegaskan, para pedagang kecil, pemilik warung kelontong, dan sembako sangat memahami bahwa rokok adalah produk yang hanya boleh dikonsumsi oleh orang berusia 18 tahun ke atas. Para pedagang menyadari untuk tidak menjual rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun.
"Rokok itu produk legal, khusus untuk konsumen dewasa. Kami sadar rokok tidak untuk dikonsumsi anak di bawah umur 18 tahun. Tapi, bukan serta merta solusinya adalah dengan melarang penjualan," ucapnya.
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 1.500 pemilik usaha sembako dan warung kelontong Madura yang tersebar di Jabodetabek, dan sebagian Bali. Secara rata-rata, pemilik usaha memiliki sekitar 3-5 pekerja.
"Bisa dihitung sendiri kalkulasi dampak dari pelarangan zonasi 200 meter penjualan rokok ini bagi perekonomian masyarakat," Cak Hamied menuturkan.
Advertisement
Masuk Fase Finalisasi
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadiking menyebutkan, RPP Kesehatan telah memasuki fase finalisasi dan agar segera disahkan pada bulan Juli.
Pernyataan itu membuat pedagang semakin khawatir, karena proses pengesahan RPP Kesehatan justru dilakukan secara tergesa-gesa tanpa adanya pelibatan pemangku kepentingan terdampak dan koordinasi dengan Kementerian lain.
"Kami juga sangat menyayangkan tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah mengenai poin zonasi tersebut," Cak Hamied mengungkapkan.
Dikonfirmasi terpisah, menanggapi permohonan pedagang tersebut, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menjawab singkat. "Nanti ya, saya pelajari dulu ya. Terima kasih," ujarnya selepas menghadiri Raker dengan Komisi VI DPR RI.
Diharapkan Berpihak ke Pedagang Kecil
Cak Hamied melanjutkan, dia berharap kementerian-kementerian terkait dapat berpihak kepada para pedagang kecil dan memahami ancaman rancangan aturan zonasi penjualan rokok yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi para pedagang.
"Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya?" bebernya.
Cak Hamied menekankan, regulasi saat ini yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah 18 tahun merupakan peraturan yang sudah tepat sasaran dan terbukti dapat diterapkan dengan baik dilapangan.
Namun, zonasi larangan menjual rokok 200 meter dari satuan Pendidikan dan tempat bermain anak hanya membuat regulasi makin tumpang tindih dan menghalangi orang dalam mencari rejeki.
"Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?" tandasnya.
Advertisement