Sukses

Sidang Perdata Tanah PTPN Unit Bungamayang, Saksi Ahli Menduga Ada Mafia Tanah yang Merebut Lahan

Ahli dari Universitas Lampung menduga adanya mafia tanah pada areal 4.650 hektare yang dilakukan oknum perusahaan dan masyarakat terhadap lahan milik PTPN I Regional 7 Unit Bungamayang.

Liputan6.com, Lampung - Persidangan perkara perdata gugatan sengketa tanah milik PTPN I Regional 7 seluas 4.650 hektare di Kecamatan Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara yang diduga dikuasai oleh perusahaan plat merah dan oknum warga setempat digelar di Pengadilan Negeri (PN) Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan, pada Kamis (18/7/2024).

PTPN 1 Regional 7 selaku penggugat mengaku mempertahankan hak atas kepemilikan lahan seluas 4.650 hektare itu karena diduga ada oknum perusahaan plat merah dan warga setempat yang diduga ingin kembali menguasai lahan, setelah sebelumnya sudah dikusai sejak tahun 1984 hingga 2000.

Penggugat menghadirkan dua saksi ahli dalam persidangan tersebut. Kedua saksi itu adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Agus Triono selaku Saksi Ahli dan Andika Maulana, Saksi Fakta selaku Surveyor Pemetaan Kementerian ATR/BPN RI dihadirkan pada persidangan perkara perdata tersebut.

Agus Triono menerangkan secara umum soal hukum administrasi negara serta hukum agraria mengenai konsepsi penguasaan negara atas tanah dan kewenangan yang diberikan dalam perundang-undangan untuk mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya yang terkandung di dalamnya untuk kemakmuran bangsa sebesar-besarnya.

Kemudian, dikonfirmasi mengenai riwayat perolehan tanah yang diperoleh PTPN I Regional 7 selaku penggugat yang merupakan perusahaan negara atas objek perkara seluas 4.650 hektare telah dikelola sejak tahun 1984. Sampai dengan adanya ulah sekelompok oknum perusahaan dan masyarakat yang merebut lahan PTPN dengan itikad tidak baik.

"Bilamana terdapat dua keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam perkara ini berupa peta bidang tanah, maka berlaku “prior in tempore potior in iure” yang berarti yang lebih dahulu ada maka ia lebih berhak di mata hukum," kata Agus di PN Blambangan Umpu, Kamis (18/7/2024).

Diketahui, dalam fakta persidangan ditemukan bukti otentik bahwa peta bidang tanah No. 2/2001 atas nama penggugat telah terbit terlebih dahulu jauh sebelum adanya peta bidang tanah milik tergugat 13 yang terbit pada tahun 2014 dan 2019 hal ini sesuai dengan asas hukum.

"secara melawan hukum dan tanpa adanya prosedur kehati-hatian telah terbit pula sertifikat hak milik (SHM) milik tergugat 1 hingga 12 di atas objek sengketa. Padahal dalam penerbitan sertifikat, kantor pertanahan memiliki konsep berupa stelsel publikasi negatif bertendensi negatif yang secara singkat dijelaskan bahwa dalam permohonan hak yang diajukan kepada kantor pertanahan, pemohon harus melaksanakannya dengan beritikad baik, dan kantor pertanahan harus memprosesnya dengan prinsip kehati-hatian," jelas dia.

Agus Triono pun meminta kepada Majelis Hakim untuk dapat bersikap objektif dan bijak dalam memutus perkara perdata tersebut. 

"Saya berharap Majelis Hakim harus bersikap objektif menangani perkara ini yang secara populer dikenal saat ini dengan “Mafia Tanah“ yang dilakukan oleh oknum perusahaan dan masyarakat selaku para tergugat terhadap objek sengketa yang telah dikuasai oleh PTPN I Regional 7 Unit Bungamayang selaku Penggugat sejak 1984," ujarnya. 

Sementara, Saksi Fakta, Andika Maulana selaku Surveyor Pemetaan pada Kementerian ATR/BPN RI menyampaikan bahwa peta tematik No.6/2021 yang dihadirkan oleh penggugat sebagai bukti persidangan merupakan bukti otentik yang keasliannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan telah melalui proses validasi pada Kementerian ATR/BPN RI.

"Diketahui kebenaran pula di atas Peta Bidang Tanah No.2/2001 atas nama penggugat berdasarkan data pada Area of Interest (AOI) dalam Peta Tematik No. 6/2021 saat ini di atasnya terdapat beberapa SHM dan PBT milik tergugat 1 hingga 13 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Way Kanan dan Kanwil BPN Provinsi Lampung," jelas dia.

"Peta Tematik No.6/2021 yang dihadirkan oleh penggugat telah mampu menggambarkan dengan jelas bahwa terdapat beberapa produk hukum yang tumpang tindih di atas objek sengketa seluas 4.650 Ha milik penggugat," jelas dia menambahkan.

Menanggapi kesaksian ahli di persidangan, M. Agung, Kuasa Hukum penggugat menyampaikan bahwa telah terjadi perbuatan melawan hukum secara terstruktur dan masif di lahan yang harusnya dikuasai oleh PTPN 1 Regional 7.

“Berdasarkan keterangan Saksi Ahli dan Saksi Fakta yang dihadirkan oleh penggugat telah selaras dan menerangkan dengan jelas bahwa telah terdapat perbuatan melawan hukum secara terstruktur dan masif yang dilakukan oknum perusahaan dan masyarakat yang melibatkan beberapa instansi pemerintahan," kata M Agung.

Dia menduga telah terjadi perbuatan melawan hukum oleh sekelompok "mafia tanah" di atas tanah objek sengketa yang merupakan kekayaan negara yang dikuasai oleh BUMN.

"Saat ini pula Kementerian ATR/BPN RI dibawah komando Menteri Agus Harimurti Yudhoyono tengah fokus untuk memberantas adanya oknum-oknum mafia tanah yang menggerogoti sebagian lahan-lahan yang ada di Indonesia, sehingga perlu upaya lanjutan guna memastikan oknum mafia tanah tidak kembali beraksi mencederai pengelolaan dan pemanfaatan atas tanah di Indonesia," pungkasnya.