Sukses

PLN EPI Maksimalkan Biomassa Melalui Co-Firing, Aksi Nyata Menuju Net Zero Emission 2060

Pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam memaksimalkan pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan, demi mencapai target Net Zero Emission 2060.

Liputan6.com, Semarang - - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Energi Primer Indonesia (EPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Risiko, Tantangan, dan Mitigasi pada Tatanan Rantai Pasok dan Komponen Pembentuk Harga Batu Bara dan Biomassa serta Energi Baru Terbarukan (EBT) Lainnya” di Padma Hotel, Semarang, Selasa (23/7/2024).

Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta akademisi dan praktisi.

Direktur Utama PT PLN EPI, Iwan Agung Firstantara, dalam sambutannya menyatakan bahwa PLN EPI tengah mengimplementasikan program co-firing, yaitu substitusi batu bara dengan biomassa pada rasio tertentu. Program ini merupakan langkah nyata menuju pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Iwan menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan biomassa. "Tahun 2021, PLN Group telah menggunakan 250.000 metrik ton biomassa untuk cofiring PLTU. Tahun 2022, jumlah ini naik menjadi 500.000 metrik ton, dan pada tahun 2023 mencapai lebih dari 1.000.000 metrik ton. Tahun ini, target kami adalah menyediakan 2,2 juta ton," paparnya.

Pemanfaatan biomassa untuk co-firing dan pengganti batu bara mendapat dukungan dari Kementerian ESDM. Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2023 tentang “Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa Sebagai Campuran Bahan Bakar Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap” telah diterbitkan untuk memberikan payung hukum penggunaan biomassa.

Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan, peraturan ini masih menunggu harmonisasi dengan Peraturan Menteri Keuangan yang sementara dalam proses untuk direvisiEdi berharap potensi biomassa di Indonesia dapat dikembangkan secara optimal.

"Indonesia perlu mengembangkan sumber bioenergi alternatif yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan produksi pangan, yaitu dengan memanfaatkan waste atau sampah/limbah seperti limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan serta sampah organik perkotaan, dan tanaman khusus energi," ujarnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Biomassa Beri Banyak Peluang

Kementerian Keuangan juga memberikan dukungan penuh terhadap program co-firing.

Kepala Seksi Risiko Pinjaman pada BUMN Direktorat PRKNDJPPR Hilman Qomarsono, menyatakan bahwa Menteri Keuangan telah memberikan arahan untuk mendukung secara maksimal pengembangan ekosistem biomassa.

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, menyampaikan bahwa co-firing dan pemanfaatan biomassa turut meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan.

"Ketersediaan biomassa yang cukup banyak, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber energi untuk program co-firing dan menciptakan lapangan pekerjaan," katanya.

Dalam diskusi ini, perwakilan dari PT Elektrika Konstruksi Nusantara Kalimantan Barat, Novariandi, menjelaskan bahwa pabriknya terus beroperasi dengan menyerap tenaga kerja lokal untuk mengolah tandan kosong kelapa sawit menjadi pelet tankos yang disuplai ke PLTU.

Komisaris PT Solusi Hutama Mahesa, Roeswandi, menyebutkan bahwa biomassa memberikan peluang bagi masyarakat sekitar PLTU untuk terlibat dalam bisnis ini. "Biomassa masuk dari halaman depan, jadi masyarakat tahu bahwa mereka bertetangga dengan PLTU," ujarnya.

Widi Pancono, Wakil Ketua IV Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya menebang pohon karet tua untuk biomassa, tetapi juga menyiapkan tanaman pengganti.

 

3 dari 3 halaman

Pentingnya Transisi Energi Menuju Penggunaan Energi Hijau

Kepala Pusat Studi Energi UGM Sarjiya menyoroti pentingnya pertimbangan harga dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Sementara itu, Firly Rachmaditya Baskoro dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri ITB, menyatakan bahwa batu bara masih menjadi sumber energi primer dengan ketersediaan yang cukup untuk lebih dari 50 tahun.

Arief Amir Rahman Setiawan dari Sekretariat Indonesian Life Cycle Assessment Network (ILCAN) dan BRIN, menekankan dampak global warming pada rotasi bumi. Ia menilai pentingnya energi berkelanjutan untuk mengurangi pemanasan global.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, dalam sambutannya juga menekankan pentingnya transisi energi menuju penggunaan energi hijau.

"Tujuan revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah memberikan arah dalam upaya mewujudkan kebijakan Pengelolaan Energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, keterpaduan, efisiensi, produktivitas, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi nasional, Ketahanan Energi nasional, dan pemenuhan komitmen Indonesia dalam Dekarbonisasi," ujarnya.

Djoko menambahkan bahwa optimalisasi pemanfaatan biomassa melalui program co-firing dapat menjadi strategi yang efektif dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan​​.

Diskusi FGD PLN EPI ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam memaksimalkan pemanfaatan biomassa sebagai energi terbarukan, demi mencapai target Net Zero Emission 2060.

Penulis: Nugroho Purbo

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.