Liputan6.com, Palembang - Digadang-gadang sebagai daerah lumbung pangan di Indonesia, ternyata Sumatera Selatan (Sumsel) masih dikalahkan oleh Sulawesi Selatan (Sumsel), daerah di luar Pulau Jawa penghasil beras terbesar di Indonesia.
Hal tersebut diakui oleh Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi, dalam acara High Level Meeting & Capacity Building Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi/Kab/Kota se-Sumsel, di Hotel Whyndam Palembang, Jumat (2/8/2024) lalu.
Adanya program food estate kawasan sawah rawa di Sumsel 2025 mendatang, diharapkan bisa mendorong pengolahan dan distribusi padi di Sumsel. Ada sekitar 300.000 lahan rawa yang cukup luas, dengan lahan sekitar 50.000 lahan yang akan dikelola di tahap awal.
Advertisement
Baca Juga
“Kita telah mengundang beberapa ahli dan dari Kementerian Pertanian. Dengan food estate sawah rawa ini, kita akan bisa mengalahkan Sulsel sebagai penghasil beras terbesar di Pulau Jawa,” ujarnya.
Diakuinya, komoditas beras menjadi salah satu penyumbang inflasi di daerah. Namun dengan panen di Agustus-Oktober 2024 mendatang, produksi panen beras akan memenuhi kebutuhan tiap daerah, termasuk pemenuhan gabah untuk stok di Sumsel.
Kerjasama dengan Badan Logistik (Bulog) Sumsel, yang merupakan perpanjangtanganan pemerintah, bisa menjadi salah satu alternatif agar inflasi dapat ditekan. Kerjasama yang sudah terjalin, yakni penyaluran beras ke ASN yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel.
Dalam paparan Direktur Statistik Distribusi BPS Sarpono, empat komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di periode Januari-Juli 2024 di Sumsel, yakni beras, minyak goreng, gula pasir dan telur ayam.
“Sebelum masuk ke konsumen, beras melalui distributor dulu. Di setiap rantai distribusi akan mengambil margin. Semakin panjang distribusi, akan terjadi pelonjakan harga beras,” ujarnya.
Dari data BPS tahun 2022, Sumsel membeli beras ke 9 provinsi di Indonesia yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan biaya sekitar Rp 297,54 miliar.
Sedangkan penjualan beras dari Sumsel ke ke Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan total sekitar Rp 417,33 miliar.
“Beras ada surplus sekitar Rp119,7 miliar. Sama halnya dengan surplus telur ayam sekitar Rp 41,38 miliar, minyak goreng surplus Rp 82,miliar dan gula pasir dengan surplus Rp 229,8 miliar,” ungkapnya.
Namun komoditas telur ayam minyak goreng dan gula pasir jadi penyumbang inflasi di empat daerah di Sumsel di Januari-Juli 2024, yakni di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Muara Enim, Kota Palembang dan Lubuk Linggau.
Deputi Direktur Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel berkata, inflasi Sumsel yang terkendali tidak terlepas dari upaya dan peran aktif TPID Sumsel melalui strategi 4K. Yakni, ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif.
Simak Video Pilihan Ini:
Gerakan Tanam
"TPID Sumsel secara aktif melaksanakan sidak pasar di berbagai daerah di Sumsel, untuk memastikan ketersediaan pasokan. Lalu menggelar Gerakan Tanam (Gertam) bawang merah dan cabai serentah se-Sumsel untuk memastikan pasokannya tercukupi,” ungkapnya.
Upaya tersebut diperkuat juga dengan Kerjasama Antar Daerah (KAD), antara Kota Palembang dan Kabupaten Kulonprogo Jawa Tengah (Jateng), untuk menjamin pasokan cabai merah.
Untuk memastikan penurunan inflasi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Juli 2024 lalu memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen.
"Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025," ungkapnya.
Sementara itu, ada lima komoditas utama penyumbang deflasi di Sumsel, yakni bawang merah, cabai merah, tomat, daging ayam ras dan ketimun.
Penurunan harga komoditas tersebut disebabkan melimpahnya pasokan seiring dengan masuknya musim panen di daerah sentra, yang didukung cuaca kondusif.
"Untuk penurunan harga daging ayam ras terus berlanjut, seiring dengan turunnya harga jagung dan Day Old Chicks (DOC)," ujarnya.
Advertisement