Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Betawi memiliki budaya unik dalam proses pernikahan, yakni membawa seserahan berupa roti buaya. Bukan sekadar makanan, roti buaya merupakan simbol kesetiaan yang dapat mewakili ungkapan hati mempelai.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, budaya membawa seserahan roti buaya bahkan sudah dikenal luas oleh masyarakat luar Betawi. Roti buaya biasanya memiliki panjang sekitar 50 cm.
Adapun yang bertugas membawa roti ini merupakan pihak calon pengantin laki-laki. Mereka akan membawa roti buaya sebagai salah satu bentuk seserahan pada acara serah-serahan.
Advertisement
Baca Juga
Selain roti buaya, calon pengantin pria juga akan memberikan uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga lainnya. Dari sejumlah barang yang bisa diserahkan tersebut, roti buaya menempati posisi paling penting.
Bahkan, kehadiran roti buaya dalam budaya pernikahan masyarakat Betawi bisa dibilang wajib. Pasalnya, masyarakat Betawi percaya bahwa roti buaya dianggap sebagai lambang kesetiaan.
Kesetiaan menjadi modal penting bagi pasangan yang akan menikah untuk mengarungi bahtera rumah tangga hingga akhir hayat. Selama ini, buaya selalu diibaratkan dengan ketidaksetiaan pasangan. Laki-laki yang tidak setia kerap disebut laki-laki buaya.
Kenyataannya, buaya merupakan hewan yang hanya setia pada satu pasangan selama hidupnya. Jika buaya jantan kehilangan buaya betina karena kematian, maka buaya jantan tidak akan mencari penggantinya dan memilih hidup sendirian.Â
Dalam budaya seserahan, roti buaya biasanya dibawa sepasang. Terkadang, ada juga yang dibawa sepasang dengan ditambah roti buaya berukuran kecil yang menggambarkan anak buaya. Roti tersebut akan dihias dengan pita warna-warni.
Hingga kini, seserahan roti buaya masih menjadi budaya dalam proses pernikahan masyarakat Betawi. Roti buaya hadir sebagai simbol kesetian yang mewakili sepasang mempelai.
Â
Penulis: Resla