Sukses

Ahli Jelaskan Alasan Pasien Anak RSHS Cuci Darah, Gegara Minuman Manis?

Pasien anak yang saat ini menjalani cuci darah telah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal yang sudah lama atau memiliki kelainan bawaan.

Liputan6.com, Bandung - Konsultan Nefrologi Anak di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Profesor Dany Hilmanto, menjelaskan pasien anak yang sedang menjalani cuci darah atau hemodialisis di rumah sakit tersebut bukan karena minuman manis.

Dany menyatakan pasien anak yang saat ini menjalani cuci darah telah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal yang sudah lama atau memiliki kelainan bawaan.

"Kalau dia terkena di bawah usia 5 tahun umumnya terjadi karena kelainan struktur saluran kencingnya. Misalnya ada sumbatan didalam struktur saluran kemih, ostruksi di dalam sumbatan saluran kencingnya. Tetapi kalau pada usia di atas 5 tahun, umumnya penyakit yang sering mengakibatkan penyakit ginjal kronik itu adalah penyakit glomerulus," ujar Dany dalam siaran medianya ditulis di Bandung, pekan lalu (4/8/2024).

Dany menjelasakan penyakit glomerulus kerap disebut oleh masyarakat adalah penyakit bocor ginjal. Kedua penyebab gangguan ginjal itu sebut Dany, mengharuskan pasien menjalani cuci darah.

Menanggapi banyak pasien anak-anak yang melakukan cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Dany menegaskan umumnya pada gagal ginjal karena faktor sering mengonsumsi makanan yang tidak sehat tidak langsung menimbulkan gejala pada penyakit tersebut.

"Bahwa dari tahun ke tahun penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan tidak sehat itu melalui tahap yang panjang, dia harus melalui hipertensi, diabetes melitus dulu, obesitas, yang di mana semua itu merupakan risiko pada gagal ginjal," kata Dany.

Informasi yang diterima oleh masyarakat soal pasien cuci darah karena minuman manis kini kurang akurat. Karena Dany menganggap, rentetan pemicu cuci darah ini mengalami proses yang cukup panjang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Puluhan Pasien Anak

Dilansir kanal Regional, Liputan6, RSHS Bandung menerima puluhan pasien anak yang harus cuci darah setiap bulannya. Meski begitu, pihak rumah sakit menyebut tak ada lonjakan signifikan jumlah pasien anak dengan penyakit ginjal.

Hal tersebut disampaikan Staf Divisi Nefrologi Kelompok Staf Medis Ilmu Kesehatan Anak RSHS dr Ahmedz Widiasta.

"Kasus anak dengan penyakit ginjal kronik yang mendapatkan cuci darah rutin, itu sekitar 10-20 anak per bulannya. Beberapa dari pasien-pasien tersebut telah kami rujuk ke rumah sakit daerah terdekat menjalani cuci darah," katanya kepada wartawan di Bandung, kemarin, (31/7/2024).

Beberapa pasien anak menjalani cuci darah Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau lewat rongga perut.

"Sehingga bisa dilakukan di rumah dan hanya satu kali datang ke rumah sakit untuk mengambil cairan dan mengambil obat".

Selain CAPD, cuci darah juga lazim dengan memakai mesin atau hemodialisis. Ahmedz mengatakan, setiap bulan pihaknya menerima pasien anak cuci darah sebab RSHS merupakan rumah sakit rujukan di Jawa Barat.

"Maka kami memang menerima kasus-kasus tersebut setiap bulan cukup banyak," kata dia.

Kendati demikian, aku Ahmedz, tak ada lonjakan jumlah kasus secara signifikan di RSHS Bandung. "Tiap bulan pun tidak bertambah secara signifikan," katanya.

Di RSHS, pasien anak ditangani di dua poliklinik yakni hemodialisis dan poliklinik ginjal yang non-hemodialisis. Kata Ahmedz, mereka menangani hingga 20-50 pasien anak terutama pada Senin dan Kamis.

"Tapi kalau untuk kasus yang cuci darahnya rutin di poliklinik hemodialisis itu paling sekitar 5 pasien dalam sehari," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Kerusakan Ginjal Anak bisa Disembuhkan?

Dilansir Kanal Health, Liputan6, dokter spesialis anak Eka Hospital BSD, Marissa Tania Stephanie Pudjiadi mengatakan kerusakan ginjal yang sudah parah tidak dapat disembuhkan sepenuhnya.

Namun, dengan pengobatan yang tepat, perkembangan penyakit dapat diperlambat dan kualitas hidup anak dapat ditingkatkan.

Anak-anak yang harus menjalani cuci darah atau transplantasi ginjal biasanya harus menjalani pengobatan ini seumur hidup.

Namun, dengan dukungan keluarga, tenaga medis, dan kemajuan teknologi, mereka tetap dapat menjalani hidup yang aktif dan produktif.

Fenomena anak-anak yang harus menjalani cuci darah memang mengkhawatirkan, lanjut Marissa, tapi dengan deteksi dini, pencegahan yang tepat, dan pengobatan yang memadai, banyak kasus penyakit ginjal pada anak dapat dikelola dengan baik.

"Penting bagi orangtua untuk selalu memerhatikan kesehatan anak dan berkonsultasi dengan tenaga medis jika ada tanda-tanda masalah ginjal. Dukungan dan penanganan yang tepat akan membantu anak-anak yang mengalami masalah ginjal untuk tetap menjalani kehidupan yang sehat dan aktif," ucap Marissa.

 

4 dari 4 halaman

Soal Kasus Anak Cuci Darah di RSCM

Sebelumnya, usai isu anak cuci darah di RSCM ramai, pihak rumah sakit memberi kejelasan. RSCM tak memungkiri bahwa banyak anak yang menjalani cuci darah, tapi ini bukan akibat lonjakan kasus.

Melainkan karena RSCM adalah RS rujukan dari seluruh Indonesia sehingga pasien ginjal terkonsentrasi di sana.

Seperti disampaikan dokter spesialis anak konsultan nefrologi di RSCM, dr Eka Laksmi Hidayati, sekitar 60 anak menjalani dialisis secara rutin di RSCM, dengan 30 di antaranya menjalani hemodialisis (cuci darah).

Senada dengan Eka, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) menambahkan bahwa tidak ada laporan lonjakan kasus gagal ginjal di Indonesia.

"Secara nasional tidak dilaporkan lonjakan kasus gagal ginjal signifikan sebagaimana tahun lalu di mana ada kasus EG/DEG," kata Piprim dalam rekaman video yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 25 Juli 2024.

Diketahui, kebanyakan kasus ini terjadi karena penyakit bawaan, terutama sindrom nefrotik (kondisi medis yang memengaruhi ginjal dan menyebabkan sejumlah gejala yang khas).

Maka dari itu, orangtua perlu sekali mengetahui penyakit-penyakit ginjal yang bisa dialami anak-anak. Dan langkah-langkah apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.