Sukses

Berjiwa Nasionalis, Ini 6 Komponis Legendaris Indonesia yang Melegenda

Tak heran, jika karya-karya para komponis legendaris tersebut masih terus dikenang sampai sekarang.

Liputan6.com, Yogyakarta - Indonesia memiliki sederet komponis legendaris. Mereka menciptakan karya nasional yang masih terus dinyanyikan hingga kini, terutama saat perayaan HUT Kemerdekaan RI.

Sejak zaman kemerdekaan, tokoh musik nasional sudah banyak menelurkan karya yang tak hanya menghibur, tetapi juga berperan penting dalam peristiwa masa lalu. Tak heran, jika karya-karya para komponis legendaris tersebut masih terus dikenang sampai sekarang.

Mengutip dari kemenparekraf.go.id, berikut komponis legendaris Indonesia berjiwa nasionalis:

1. Cornel Simanjuntak

Cornel Simanjuntak adalah sosok penting di balik lagu Maju Tak Gentar. Sebagai komponis, Cornel Simanjuntak memiliki andil besar dalam menggerakkan semangat prajurit Indonesia melalui karya-karyanya.

Selain Maju Tak Gentar, lagu heroik dan patriotik lainnya yang diciptakan Cornel Simanjuntak di antaranya Tanah Tumpah Darah, Sorak-sorak Bergembira, Pada Pahlawan, Teguh Kukuh Berlapis Baja, dan Indonesia Tetap Merdeka. Hingga kini, Cornel Simanjuntak dianggap sebagai seorang komponis, pencipta lagu patriotik, sekaligus sosok penting dalam perkembangan subsektor musik Indonesia.

2. Gesang Martohartono

Gesang Martohartono merupakan maestro keroncong Indonesia. Salah satu karyanya yang paling legendaris dan mendunia adalah Bengawan Solo.

Kepopuleran lagu tersebut bahkan sampai ke negara lain dan sudah diterjemahkan dalam 13 bahasa, termasuk Inggris, Rusia, dan China. Lagu Bengawan Solo juga sempat digunakan sebagai soundtrack film Jepang, Stray Dog (1949).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ismail Marzuki

3. Ismail Marzuki

Ismail Marzuki sudah menciptakan banyak lagu nasional yang masih terus dinyanyikan masyarakat Indonesia hingga sekarang. Beberapa karyanya adalah Indonesia Pusaka, Gugur Bunga, hingga Rayuan Pulau Kelapa.

Selama 27 tahun berkarya, Ismail Marzuki telah menciptakan sekitar 250 lagu. Ia juga telah mendapat banyak penghargaan, termasuk piagam Wijayakusuma dari Presiden Soekarno. Sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya pada tanah air, namanya pun diabadikan sebagai nama pusat kesenian di Jakarta, Taman Ismail Marzuki.

4. Raden Machjar

Raden Machjar Angga Koesoemadinata atau Raden Machjar merupakan penemu sistem notasi nada dalam musik Sunda, da-mi-na-ti-la-da. Raden Machjar juga menjadi penemu 17 tangga nada dalam jalinan pelog dan salendro.

Bakat seninya membawa Raden Machjar tumbuh menjadi ahli dalam dunia seni karawitan dan seni suara. Ia juga berhasil menciptakan serat kanayagan, yakni salah satu notasi dalam menuliskan nada musik karawitan.

Bukan itu saja, Raden Machjar juga berhasil menciptakan monocord atau alat pengukur getaran bunyi. Alat tersebut telah digunakan ahli musik di luar negeri.

 

3 dari 3 halaman

Slamet Abdul Sjukur

5. Slamet Abdul Sjukur

Slamet Abdul Sjukur digadang-gadang sebagai pelopor musik kontemporer Indonesia. Ia pernah menekuni dunia musik di Paris selama lebih dari 10 tahun. Hal itu menjadikannya sebagai seorang komposer yang mampu membuat karya dengan menggunakan alat-alat sederhana, seperti desir angin, suara angin jatuh, gesekan daun maupun gesekan sapu, hingga percakapan orang.

Selama berkarier, Slamet Abdul Sjukur sudah menghasilkan banyak karya musik, di antaranya Daun Pulus, Jakarta 450 Tahun, Parentheses I-II-III-IV-V-VI, Silence, Ketut Candu, dan lainnya. Kepiawaiannya dalam dunia musik diganjar dengan berbagai perhargaan, mulai dari Bronze Medal dari Festival de Jeux d’Automne di Perancis (1974), Penghargaan dari Institut Kodaly, Budapest, Hongaria (1983), hingga Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan yang diberikan Pemerintah RI (2016).

6. W.R. Supratman

Wage Rudolf Supratman atau yang lebih dikenal dengan nama W.R. Supratman merupakan komponis legendaris Indonesia. Ia adalah sosok pencipta lagu Indonesia Raya.

Lagu tersebut pertama kali dinyanyikan pada Kongres Pemuda di Batavia pada 1928. Sayangnya, W.R Supratman tidak berkesempatan membawakan dan menyanyikan lagu tersebut saat Kemerdekaan Indonesia karena ia meninggal dunia beberapa tahun sebelum kemerdekaan, yakni pada 17 Agustus 1938.

 

Penulis: Resla

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.