Sukses

Kiai Ali Manshur Pencipta Salawat Badar Dapat Bintang Budaya Parama Dharma dari Jokowi, Bupati Banyuwangi Ikut Bangga

Penghargaan ini diberikan atas dedikasi Ali Manshur menciptakan Salawat Badar semasa tinggal di Banyuwangi pada 1959-1967.

 

Liputan6.com, Surabaya - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma kepada mendiang KH Ali Manshur di Istana Negara, Rabu (14/8/2024).

Penghargaan ini diberikan atas dedikasi Ali Manshur menciptakan Salawat Badar semasa tinggal di Banyuwangi pada 1959-1967.

Penghargaan tersebut diterima langsung oleh putra sulungnya, KH Ahmad Syakir Ali dan putra bungsunya, Gus Saiful Islam. Penghargaan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 107/TK/TH 2024 Tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan penganugerahan tersebut mengaku bangga atas hal tersebut.

“Salawat Badar ini punya ikatan kuat dengan Banyuwangi. Sebagai warga Banyuwangi, kami turut bangga atas penganugerahan ini,” ungkap Ipuk.

“InsyaAllah Banyuwangi turut mendapat berkah dari selawat Badar yang diciptakan Kiai Ali Manshur semasa beliau di Banyuwangi,” imbuh Ipuk.

Di Banyuwangi sendiri, lanjut Ipuk, juga mulai bermunculan landmark-landmark yang berkaitan dengan Salawat Badar. Seperti di destinasi wisata Banyuwangi Theme Park yang di dalamnya juga memuat konten tentang historis Salawat Badar.

“Ke depan tentu perlu didorong lebih banyak lagi untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas bahwa salawat tersebut diciptakan di Banyuwangi,” ujarnya.

KH Ahmad Syakir Ali, putera KH Ali Manshur, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berinisiatif dan bekerja keras untuk memberikan perhatian pada Salawat Badar dan proses penciptaannya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aransemen Rancak dan Penuh Semangat

Kabupaten Banyuwangi, menurut Syakir, merupakan salah satu pihak yang turut mendorong Salawat Badar karangan ayahandanya tersebut bisa lahir.

“Sedikit banyak tentu terinspirasi oleh Banyuwangi,” ujarnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Ayung Notonegoro. Penulis buku “Selawat Badar: dari Banyuwangi untuk Dunia” itu mengungkapkan teks selawat itu mencerminkan kondisi sosio-politik di Banyuwangi pada masa Orde Lama.

Saat itu, kontestasi politik merambah berbagai bidang, tak terkecuali seni-budaya.

“NU Banyuwangi menyebarluaskan Selawat Badar yang aransemennya rancak dan penuh semangat sebagai dinamika situasi saat itu,” papar Ayung

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.