Sukses

Festival Sarut dan Upaya Menjaga Pesona Wastra Dayak Benuaq

Festival Sarut yang menyajikan wastra Suku Dayak Benuaq kembali digelar untuk keempat kalinya dengan target promosi ke Ibu Kota Nusantara.

Liputan6.com, Kutai Barat - Untuk kali keempat Festival Sarut kembali digelar oleh Suku Dayak Benuaq yang bermukim di Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Festival yang dilaksanakan selama tiga hari sejak 12 – 14 Agustus 2024 ini adalah rangkaian kegiatan tahunan untuk semakin mengenalkan budaya lokal.

Bagi Pemerintah Kabupaten Kutai Barat, festival ini juga ajang untuk mengenalkan salah satu dari ragam wastra yang dimiliki Kutai Barat. Kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi penyemangat tersendiri agar Sarut makin dikenal luas.

“Ini upaya dari pemerintah untuk menjaga, memelihara, mempromosikan dan melestarikan kerajinan sarut,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Barat Yuyun Diah Setyorini.

Apalagi upaya tersebut dibarengi dengan sinergi banyak pihak, misalnya PT Bharinto Ekatama (BEK) yang ikut membina kelompok kesenian setempat. Perusahaan pertambangan ini juga bahkan membantu gelaran Festival Sarut agar semakin meriah.

Kebanggan terhadap budaya sendiri ini dicerminkan oleh Suku Dayak Benuaq. Hampir setiap gelaran festival budaya, mereka berlomba-lomba untuk menyajikan wastra terbaik yang mereka punya.

Maka, Festival Sarut adalah panggung kebanggaan itu. Kini, bersama pemerintah dan perusahaan sedang berupaya agar produk wastra sarut lebih beragam sehingga bisa diminati masyarakat luas.

“Kita ingin mempromosikan dan meningkatkan produk dari sarut agar dapat lebih dikenal masyarakat luas khususnya sekarang target kita tidak usah jauh dulu, minimal ke Provinsi Kalimantan Timur. Tentu dengan cita-cita kita agar terpromosikan sampai ke IKN,” papar Yuyun.

Festival Sarut tak hanya ajang promosi, namun membangun kebanggaan dan rasa cinta pada budaya. Ini ditujukan bagi generasi muda agar warisan budaya yang eksotis ini terus berkembang, tak sekadar bertahan.

“Ini juga sebagai salah satu upaya untuk penanaman rasa kecintaan dan memiliki salah satu produk unggulan Kutai Barat yaitu sarut. Rasa cinta dan memiliki akan menimbulkan kebanggaan yang akan kita terapkan sampai ke anak cucu,” kata Yuyun.

2 dari 3 halaman

Pembinaan Berkelanjutan

Sarut merupakan salah satu seni membuat pakaian oleh masyarakat Dayak Benuaq dengan merangkai benang menjadi sebuah kain dengan motif tertentu. Dahulu, benang yang digunakan berasal dari serat daun nanas.

Seiring perkembangan zaman, motif dan model pakaian terus berkembang baik. Tentu saja, keindahan sarut menambah pesona pemakainya.

PT Bharinto Ekatama yang beroperasi di Kabupaten Kutai Barat pun tak mau ketinggalan dalam ambil bagian melestarikan budaya sub etnis Suku Dayak ini. Tak hanya membantu dari sisi pembiayaan, perusahaan tambang batu bara ini bahkan ikut melakukan pembinaan.

Community Development Head PT Bharinto Ekatama, Kristinawati menjelaskan, dukungan terhadap Festival Sarut bukan sekadar upaya pelestarian budaya lokal. Mereka juga mendorong dari upaya pelestarian wastra tersebut bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Ini salah satu bentuk kontribusi perusahaan dalam mendukung kearifan lokal dan pelestarian budaya daerah. Mendukung kegiatan kesenian ataupun kegiatan yang berkaitan dengan seni dan budaya. Seperti kali ini kita mendukung Festival Sarut,” papar Kristinawati.

Dukungan terhadap Festival Sarut merupakan sebagai bentuk dukungan terhadap budaya lokal yang harus dilestarikan. Bahkan bagi PT Bharinto Ekatama perlu dikembangkan dan dipromosikan agar makin dikenal secara luas.

“Kami dari BEK turut menjaga warisan leluhur, salah satunya ulap sarut. Sedangkan dukungan dalam festival ini juga agar seni dan budaya di Kubar terus tumbuh, berkembang, dan tetap lestari,” kata Kristin.

Tak hanya mendukung wastra Dayak Benuaq dalam bentuk festival, perusahaan ini juga membina kelompok perajin sarut di beberapa kampung. Misalnya di Kampung Besiq dan Kampung Bermai. Targetnya tentu saja keragaman motif dan model pakaian.

Tak hanya itu, PT Bharinto Ekatama juga membina sanggar seni sebagai dukungan atas semua warisan budaya yang dimiliki suku ini. Sanggar Seni Ringeeng Ayakng dengan anggota mencapai 60 orang salah satunya.

“Salah satu sanggar seni yang kami bina juga mendapat juara dalam Festival Sarut, ini suatu  kebetulan, karena niat kami hanya konsisten melestarikan dan mereka juga konsisten berlatih untuk mendukung seni dan budaya daerah. Anak anak ini sebelumnya tidak bisa menari di latih dan akhirnya bisa menari, hari ini menang, saya sedikit supraise karena awalnya memang dianjurkan untuk berlatih tampil di depan umum,” ujar Kristinawati.

Di masa depan, seiring dengan perkembangan pembangunan Ibu Kota Nusantara dan dimulainya aktivitas ibu kota baru Indonesia, budaya Dayak Benuaq akan menjadi alternatif wisata. Untuk itu butuh dukungan dalam bentuk pembinaan dan pendampingan bagi masyarakat kampung di Kabupaten Kutai Barat.

“Kita juga berkontribusi sebagai narasumber dan mendukung program dari ringeng 2022 dan sanggar seni ini merupakan impact ajang monaq - ringeng, semoga akan muncul lagi generasi muda yang mau terjun melestarikan Karya seni dan budaya di Kutai barat. Kami siap mendukung apalagi yang memang berada di lingkaran area kerja kami,” katanya.

3 dari 3 halaman

Motif Sarut dan Pesan Moral

Ketua Dekranasda Kutai Barat Yayuk Seri Rahayu menjelaskan, setiap motif Ulap Sarut memiliki makna. Ada arti yang terkandung disetiap rangkaian benang yang membentuk gambar atau simbol tertentu.

“Mereka, orang tua dahulu jika ingin menyampaikan sesuatu, mereka biasanya dengan membuat suatu motif itu untuk mereka menyampaikan kepada orang-orang apa yang mereka rasakan, apa yang ingin mereka sampaikan,” kata Yayuk.

Dia kemudian mencontohkan, jika menemui sesuatu di jalan, orang tua terdahulu bisa membuat itu menjadi suatu cerita yang ingin mereka sampaikan dengan motif di Sarut tersebut.

Tokoh Adat Kutai Barat Ruslan Gamas menyebut makna yang terkandung dalam Ulap Sarut telah diceritakan oleh nenek moyang terdahulu. Walaupun ulap sarut sudah tidak ada sentuhannya namun motif dan makna yang tersirat masih hidup sampai sekarang.

“Terbukti dengan motif ulap sarut sampai sampai sekarang adalah warisan dari para pendahulu dan menjadi bahan renungan kita bersama, khususnya orang Dayak Benuaq,” kata Ruslan.

Sementara soal pembinaan, Yayuk memastikan terus berjalan agar Ulap Sarut tetap dipertahankan di tengah serbuan fashion modern. Upaya promosi agar pengrajin mendapat penghasilan dari kegiatan yang ditekuninya ini juga bisa terus berkesinambungan.

“Dekranasda Kutai Barat terus berusaha untuk membina dan memberikan tempat sehingga dapat kita lestarikan. Kita juga bekerjasama dengan mempromosikan dan kita kita melakukan pembinaan-pembinaan sehingga mereka dapat lebih kreatif lagi dan dapat menghasilkan kerajinan yang lebih baik lagi,” ujar Yayuk.