Liputan6.com, Gorontalo - Kebijakan terkait pembukaan hijab Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat Gorontalo.
Meskipun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah meminta maaf dan mengizinkan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri, tidak membuat publik percaya begitu saja kepada BPIP.
Baca Juga
Salah satunya dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo (HPMIG). Terkait isu kontroversial tentang pembukaan hijab bagi anggota Paskibraka dinilai tidak wajar.
Advertisement
Mereka menilai, kebijakan ini sangat tidak menghormati kebebasan beragama. Sama saja, kebijakan ini menghina perempuan Muslimah yang mengenakan hijab sebagai bagian dari keyakinan mereka.
"Apalagi Gorontalo merupakan daerah muslim yang juga dikenal dengan adat bersendikan Syara, Syara bersendikan Kitabullah," kata Raihan Daffa Nadiro Koniyo, Ketua Umum PB HPMIG.
Dalam pernyataan, pihaknya menegaskan bahwa pemaksaan untuk membuka hijab bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.
"Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap hak individu dan kebebasan beragama yang dilindungi oleh UUD 1945," tegasnya
"Meski sudah meminta maaf, kami meminta kepada Presiden untuk segera mengevaluasi kembali BPIP," ujar Raihan Daffa.
Ia juga menekankan, bahwa Paskibraka sebagai simbol patriotisme dan keberagaman seharusnya mencerminkan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi, bukan justru mengekang identitas agama seseorang.
"Menghormati keberagaman berarti menghormati pilihan pribadi, termasuk dalam hal berpakaian. Kebijakan ini jangan sampai terjadi di tahun mendatang," tambahnya.
Reaksi keras dari HPMIG Gorontalo ini muncul setelah beredar kabar bahwa BPIP telah menginstruksikan anggota Paskibraka yang berhijab untuk melepas hijab mereka selama latihan dan upacara HUT RI ke 79.
HPMIG juga mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang berpotensi memecah belah. Seluruh elemen masyarakat bersikap bijak dan tetap menjaga persatuan.
"Jika ada kebijakan yang dianggap tidak sesuai, mari kita sampaikan dengan cara yang benar melalui jalur yang tepat," tutup Ketua HPMIG.
Kontroversi ini menjadi perhatian publik, khususnya di kalangan masyarakat Gorontalo yang dikenal memiliki budaya Islam yang kuat.
Sebagai salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Gorontalo, HPMIG berharap BPIP segera merespons kritik ini dengan bijaksana, demi menjaga keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia.