Sukses

Tidak Ada Kemerdekaan di Udara yang Tercemar

Kampanye ini semakin mendesak karena melihat kerusakan lingkungan yang eskalasi kerusakannya begitu cepat.

Liputan6.com, Padang - Memperingati ulang tahun Republik Indonesia ke-79, Roehana Project bersama Trend Asia mengibarkan bendera merah putih dan tulisan Merdeka dari Batubara di sepanjang pesisir Kota Padang, pada Minggu (18/8/2024).

"Kampanye bertujuan ini untuk mengingatkan kita semua bahwa tidak ada kemerdekaan di udara yang tercemar," kata Jaka HB selaku Ketua Yayasan Roehana Independen Indonesia atau Roehana Project.

Kampanye ini menurutnya semakin mendesak karena melihat kerusakan lingkungan yang eskalasi kerusakannya begitu cepat.

Pihaknya menilai pencemaran udara sudah berdampak terhadap masyarakat, seperti tingginya angka ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), nelayan yang melaut semakin jauh hingga perubahan ekonomi masyarakat seperti ada pengeluaran lebih untuk kesehatan dan semacamnya.

"Karena itu stop dirty energy. Kami ingin udara bersih dan transisi energi yang berkeadilan," katanya.

Dia mengatakan momen kemerdekaan memang menjadi momen yang ditunggu-tunggu. "Apakah kita sudah benar-benar merdeka? Kalau kita sudah merdeka mengapa kita masih menghirup udara kotor yang akan merusak paru-paru kita sendiri?" ujarnya.

Jaka mengatakan, tim memilih lokasi penerbangan banner itu karena lokasi tersebut mewakili, Padang juga terdampak langsung oleh energi kotor.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Krisis Iklim

Kampanye dilakukan mulai dari PLTU Teluk Sirih yang secara administratif masuk Kota Padang sebagai sumber pembangkit listrik yang menggunakan batubara.

Kemudian Pantai Air Manis yang terkait dengan legenda terkenal Malin Kundang dan kedurhakaannya pada orang tua, terakhir landmark Kota Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Barat.

Penggunaan batu bara untuk PLTU turut menyumbang racun di udara yang dihirup masyarakat. Sumatera Barat sendiri memiliki masalah dengan batubara dan memiliki dua PLTU yang menggunakan batubara yakni Ombilin dan Teluk Sirih.

"Itu adalah rangkaian cerita bahwa penggunaan energi kotor yang terus menerus akan membuat kita durhaka pada alam, sebuah cerita horor yang tak berkesudahan," jelas Jaka.

Juru kampanye Trend Asia Novita Indri mengatakan dampak krisis iklim sudah di depan mata, dan PLTU jadi katalisator kerusakan itu.

"Jika Indonesia serius ingin mencapai komitmennya pada Perjanjian Paris (untuk mengatasi perubahan iklim), maka sudah seharusnya pemerintah serius untuk segera memensiunkan PLTU dan beralih ke energi terbarukan yang berkeadilan," ia menambahkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini