Sukses

Kematian Narapidana dalam Lapas Gorontalo Tak Wajar, Aktivis Minta Kepala Lapas Dicopot

Aktivis Gorontalo mendesak agar Kepala Lapas (Kalapas) segera dicopot dari jabatannya. Hal ini menyusul dugaan bahwa kematian napi berinisial YR alias Yanto dinilai tidak wajar.

Liputan6.com, Gorontalo - Kematian seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Gorontalo pekan lalu hingga kini masih mengundang sorotan tajam dari berbagai kalangan.

Aktivis Gorontalo mendesak agar Kepala Lapas (Kalapas) segera dicopot dari jabatannya. Menyusul dugaan bahwa kematian napi berinisial YR alias Yanto tersebut dinilai tidak wajar.

Korban, ditemukan tak bernyawa di dalam toilet sel tahanan itu juga mendapat protes oleh pihak keluarga. Sebab, laporan awal dari pihak lapas menyebutkan bahwa YR meninggal dunia karena bunuh diri.

Desakan pencopotan Kalapas Gorontalo mencuat seiring dengan adanya protes keluarga yang keberatan dan menduga kematian YR sangatlah tidak wajar.

"Kalapas harus bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan keamanan para narapidana. Kematian ini tidak bisa dianggap sepele," Kata Arlan yang juga Ketua Pemuda Nusantara wilayah Gorontalo.

Arlan menambahkan, pihaknya bakal melayangkan surat terbuka kepada Menteri Hukum dan HAM, memohon agar dilakukan investigasi independen atas kematian YR.

"Jika terbukti ada pelanggaran, Kalapas harus segera dicopot dari jabatannya," tagasnya.

Kematian Tidak Wajar

Salah satu keluarga korban, Fahmid Abdullah, mengaku menerima kabar meninggalnya korban pada Minggu malam, (11/08/2024) lalu.

“Pihak Lapas menyebut kematian korban karena bunuh diri,” kata dia.

Namun, menurutnya ada yang janggal di balik peristiwa tersebut. Keluarga tidak mendapatkan informasi akurat mengenai kematian itu.

“Anehnya, surat dari Lapas yang diterima keluarga, tertulis bahwa korban meninggal karena sakit. Padahal, dikatakan awal, korban meninggal bunuh diri,” ujarnya.

Lebih mencurigakan lagi, kata Fahmid, jawaban berbeda dari dua petugas lapas itu sendiri.

“Salah satu anggota sipir bilang, korban bunuh diri menggunakan tali jemuran. Sedangkan, Kepala Sipir bilang, yang digunakan sarung. Mana yang benar,?” tanya Fahmid merasa ada hal aneh.

Ironisnya, kata Fahmid lagi, orangtua perempuan dari korban disuruh menandatangani surat yang berisi tidak keberatan atas kematian anaknya.

“Bunyi surat yang disuruh tanda tangan sama ibu korban itu berisi pernyataan tidak keberatan. Seolah-olah ini skenario. Semacam ada yang ditutup-tutupi,” kata Fahmid menambahkan.

“Sehingga kami beberapa keluarga sepakat akan menempuh jalur hukum. Saya dan paman saya Andriyanto bantu sudah mendatangi Polda Gorontalo. Kami berharap polisi bisa mengungkap motif kematian tidak wajar ini,” katanya.

Hingga berita ini tayang, awak media masih berupaya terhubung dengan pihak Lapas Kelas IIA Gorontalo.

Bagian Humas Lapas Kelas IIA Gorontalo, Ikbal Gobel, yang dihubungi melalui WhatsApp, mengarahkan wartawan untuk melakukan konfirmasi langsung ke pejabat Lapas berwenang.

“Iya benar ada yang meninggal. Saya cuma Humas, bukan pejabat yang berwenang memberikan statement. Bisa datang langsung ke kantor saja. Saya sudah konfirmasi dengan pejabat yang berwenang, beliau siap menerima untuk diwawancarai,” jawabnya singkat.

Simak juga video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanggapan Pihak Lapas

Kepala Lapas Kelas IIA Gorontalo melalui Kepala Seksi (Kasi) Binadik, Kasdim ketika dikonfirmasi membenarkan peristiwa gantung diri tersebut.

Akan tetapi pihaknya membantah jika saat bunuh diri, korban tidak menggunakan tali jemuran. Melainkan menggunakan sarung yang digulung layaknya seperti tali.

“Iya ada, kalau penyebab utama (bunuh diri) kami tidak begitu tau ya. Namun dari gejala kemungkinan orang ini stres dengan penyakit,” kata Kasdim.

“Perlu diluruskan, sesungguhnya dia tidak menggunakan tali jemuran. Dia menggunakan sarung yang tidak utuh dari keluarganya,” ungkapnya.

Menurutnya, bahwa sarung diperbolehkan masuk ke dalam lapas. Sebab, kebanyakan sarung digunakan warga binaan untuk melaksanakan kegiatan ibadah.

Sementara, lokasi sel tempat Yanto, berada di lokasi isolasi bagi warga binaan yang mengidap penyakit. Petugas pun hanya sekali-kali melakukan pemeriksaan.

“Kondisi lingkungan isolasi, takutnya penyakit yang bersangkutan menular,” ujarnya.

Kasdim mengaku, Diketahui aksi Yanto itu berawal ketika itu dirinya memasuki toilet dengan alasan buang air besar. Saat ada petugas yang melakukan pengecekan, Yanto yang dipanggil tak kunjung menyahut dari dalam toilet.

Oleh petugas, berinisiatif membuka secara paksa (dobrak) pintu toilet. Ditakutkan, terjadi apa-apa dengan warga binaan tersebut.

Setelah dibuka secara paksa, Yanto ditemukan dalam kondisi tergantung dengan seutas sarung. Saat itu petugas langsung bergegas memberikan pertolongan dengan langsung membawanya ke rumah sakit.

“Saat dievakuasi, warga binaan itu masih belum meninggal. Kami berusaha memberikan pertolongan, namun nyawanya tidak bisa diselamatkan,” ia menandaskan.

Jasad Yanto sudah diserahkan ke pihak keluarga untuk dimakamkan. Menurut pihak lapas semua keluarga sudah menerima peristiwa yang terjadi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.