Sukses

Mencari Dalang Gonjang-Ganjing Partai Golkar

Kader-kader muda Golkar yang dimotori Golkar Garis Keras menggelar diskusi membahas adanya intervensi kekuasaan.

Liputan6.com, Semarang - Partai Golkar menjadi bahan perbincangan dan gosip politik. Ini tak lepas dari mudahnya Golkar digoyang sehingga memunculkan spekulasi bahwa Golkar tak punya pondasi yang kuat.

Merespon hal ini, kader-kader muda Partai Golkar menggelar diskusi publik bertajuk ‘Siapa Cawe-Cawe Dalam Gonjang-Ganjing Partai Golkar?’, Senin (19/08/2014). Diskusi publik ini menghadirkan Khalid Zabidi (Golkar Garis Keras), Prof. Firman Noor (Pusrispol BRIN), dan Gde Sriana (Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies).

Dalam paparannya, Khalid Zabidi menyebutkan bahwa Partai Golongan Karya akan berusia 60 tahun pada Oktober 2024 nanti. Di usia itu tentu Partai Golkar sudah menjadi warna cerah bagi perjalanan bangsa dan negara.

Ia bercerita tentang jatuh bangunnya Golkar dalam mempersiapkan diri di Pemilu 2024. Dan hasilnya memang cukup memuaskan dengan peningkatan suara jumlah pemilih 5,978.865 juta suara, angka ini didapat dari perbandingan perolehan suara Partai Golkar pada pemilu 2019 yaitu 17.229.789 (12,31%) dengan perolehan suara pada pemilu 2024 dengan angka 23.208.654 (15,28%) suara.

"Jumlah kursi dari 85 kursi menjadi 102 kursi atau setara 18% kursi di DPR RI," katanya.

Menurutnya, peran Airlangga Hartarto menjadi kunci sukses. Khalid menyebut mampu menjalankan peran ganda, sebagai Ketum Golkar yang melakukan kerja politik, namun juga menjalankan agenda-agenda konsolidasi organisasi kepartaian.

"Ketenangan, keluwesan dan kalemnya ini ternyata juga membantu saat sebagai Menko Perekonomian RI dan menjadi pemimpin penyelamatan Indonesia dari Covid-19," katanya.

Namun dalam gelimang catatan bagus itu tiba-tiba memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Maka diskusi internal didominasi skenario penggantian Ketua Umum Partai Golkar.

"Ada juga pembicaraan publik mengarah kepada pihak tertentu yang dicurigai membawa agenda politik ke dalam agenda politik Partai Golkar. Hal itu menjadi perdebatan, ada yang membantah dan ada yang masih meyakini pandangannya tersebut," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Untuk Kepentingan Sesaat

Khalid Zabidi yang mendeklarasikan Golkar Garis Keras dan menjadi Ketua Dewan Pembina Relawan Muda Prabowo Gibran ini yakin bahwa Golkar akan tetap berada di koridor pembela kepentingan masyarakat melalui kekaryaan.

"Kader Partai Golkar harus menunjukkan kelasnya sebagai kader terdepan membela kepentingan rakyat, negara. Saya berharap kepada Munas Partai Golkar, 20-21 Agustus 2024 ini mampu menghasilkan keputusan Munas terbaik. Bagaimanapun Setiap Masa ada Orangnya, Setiap Orang Masanya," katanya.

Khalid meminta untuk tidak menghabiskan energi percuma karena Partai Golkar bagian dari Partai koalisi pengusung Prabowo Gibran sehingga berkewajiban mengawal keberhasilan program kerakyatan pemerintahan Prabowo- Gibran.

Sementara itu Prof. Firman Noor (Pusrispol BRIN) menyampaikan apa yang terjadi hari ini merupakan implikasi logis dari interest seorang Jokowi untuk tetap eksis dalam perpolitikan nasional kita hari ini. Terlebih kondisi politik nasional hari ini yang lebih ke arah pragmatis dan oportunis.

“Peta politik yang terbangun di Indonesia lebih kepada pragmatisme. Ini adalah satu kesatuan politik yang diikat dengan suatu kepentingan sangat praktikal. Di Indonesia ini adalah orealitasnya, orientasinya sesimpel memenangkan kontestasi elektoral,” kata Prof. Firman Noor.

Ditambahkan bahwa target penguasa hari ini bukan 2024 atau 2029 tapi lebih dari itu. Step by step mulai disusun sampai ke anak dan cucunya.

Lalu kenapa Partai Golkar yang harus diintersepsi? 

"Partai Golkar adalah sebuah institusi politik yang seksi dan menjanjikan di masa depan. Wajar kekuatan yang ingin terus berkuasa, itu menganggap Partai Golkar sebagai sesuatu yang harus dipegang,” kata Prof. Firman Noor.

Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia Futures Studies, Gde Siriana mengatakan bahwa cara Jokowi memimpin di Indonesia membuat partai-partai politik kehilangan ideologinya. Hingga tidak ada pembeda antara satu partai dengan partai lainnya.

“Hari ini tidak ada lagi diferensiasi berbasiskan ideologi dari partai politik. Dalam menjalankan fungsinya juga begitu. Awalnya seakan-akan membela kepentingan rakyat, tapi pada ujungnya berkompromi tanpa ada pertanggungjawaban kepada publik,” kata Gde Siriana.

Partai Golkar, secara alamiah akan selalu berada di sisi pemerintah. Faktor itu pula yang membuat Partai Golkar mudah dintervensi dan disusupi kepentingan dari luar. Selain itu, Gde Siriana juga menekankan setidaknya ada dua faktor lain yang menyebabkan Partai Golkar dalam kondisi seperti hari ini.

“Faktor pertama, alamiahnya Partai Golkar adalah partainya pemerintah. Kedua terlalu banyak faksi, sehingga kalau ada kepentingan luar, mudah disambut oleh internal. Ketiga, saya melihat apa yang terjadi hari ini tidak lepas dari kepentingan politik keluarganya Jokowi,” kata Gde Siriana.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.