Sukses

Gelar 'Ketoprak Mendhung ing Karangwuni', Cara UGM Menyapa Warga Sekitar

Ketoprak menjadi sarana bagi UGM untuk menyapa warga sekitar dan komunitas di luar UGM.   

Liputan6.com, Yogyakarta UGM saat ini telah menjadi kampus terdepan di Indonesia dengan berbagai pencapaiannya. Agar tidak lupa dengan warga sekitar di tengah pencapaian ini, UGM berkolaborasi menyajikan pentas ketoprak Mendhung ing Karangwuni Gelanggang Inovasi dan Kreatifitas Universitas Gadjah Mada (GIK UGM) Selasa (20/8/2024) malam. 

Bambang Paningrom, salah satu sutradara dan inisiator ketoprak Mendhung ing Karangwuni  mengatakan Ketoprak Kolaborasi ini adalah uji coba agar Universitas Gadjah Mada menjadi lebih inklusif dan terbuka. Bambang mengatakan hal ini penting dilakukan agar UGM tidak hanya dipandang sebagai “menara gading”, sebab UGM masih menyapa warga-warga di sekitar dan komunitas di luar UGM. 

“Apa gunanya sebuah universitas yang terpandang dan punya banyak hal, banyak kelebihan, tapi malah meninggalkan masyarakat di sekitarnya,” ujarnya di Joglo GIK Universitas Gadjah Mada Selasa 20 Agustus 2024. 

 

Pertunjukan Ketoprak kolaborasi ini merupakan program yang dilaksanakan oleh divisi Community Outreach GIK UGM dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari warga sekitar UGM, para alumni, hingga tenaga kependidikan Universitas Gadjah Mada, serta komunitas-komunitas lainnya. 

Ketoprak yang mengambil judul “Mendhung ing Karangwuni” dibuka dengan nuansa kental tradisi Jawa. Tema yang diangkat juga soal isu-isu sosial, dengan elemen genre romantis, dimana tokoh anak perempuan di desa tersebut terpaksa dijodohkan oleh Bapaknya dengan tokoh anak dari investor demi perbaikan di desanya. 

Unsur romantis inilah yang menjaga alur cerita untuk tidak monoton, dan penonton pun tetap terhibur meski lakon ini membahas isu-isu berat. Konflik-konflik yang dihadirkan, disertai dengan proses resolusi yang logis, membuat lakon ini menjadi sebuah pertunjukan ketoprak yang utuh dan sempurna.

Dilengkapi dengan properti, lighting, dan alunan musik gamelan yang tepat, suasana lakon ini tentu membawa penonton seperti berada pada situasi yang sebenarnya. Tak sedikit penonton yang ikut menimpali dialog-dialog dalam lakon cerita dan dibalas oleh pemain sehingga kembali mengundang tawa dan memberikan tepuk tangan yang meriah pada akhir dari lakon ini. 

Ketoprak Mendhung ing Karangwuni ini para penonton mendapat suguhan dialog-dialog yang spontan dan penuh humor yang mengundang gelak tawa. Cerita dimulai dengan obrolan sekumpulan bapak-bapak yang mendiskusikan perbaikan desanya, dari obrolan tersebut berkembang menjadi berbagai konflik yang akhirnya diselesaikan melalui resolusi yang tepat. 

Berbekal sebuah treatment (tanpa naskah jadi), ketoprak ini menjadi sangat amat fleksibel. Improvisasi para pemain menjadikan cerita ini dinamis dan tak terduga, membuat setiap adegan terasa segar dan relevan dengan kondisi saat ini. 

Dengan hanya melakukan latihan sebanyak lima kali, Bambang berhasil menggiring kawan-kawan pemain lakon ini untuk membawakan cerita yang menarik termasuk judulnya yaitu dari salah satu wilayah di utara UGM, yaitu Karangwuni. Meski demikian, latar cerita ini sebenarnya tidak berfokus pada lokasi tersebut, melainkan lebih kepada nilai-nilai dan isu-isu aktual yang relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. 

“Peristiwa yang dibayangkan adalah peristiwa yang aktual di masa sekarang, dimana orang mengambil keputusan itu tanpa mendengarkan suara lingkungan terdekatnya. Banyak yang melanggar norma, etika, dan semua ini akan tercermin dalam lakon,” jelasnya.  

Bambang berharap dengan kelancaran acara pentas  ketoprak Mendhung ing Karangwuni ini bukan hanya untuk menawarkan sebuah hiburan. Sebaliknya agar terdapat nilai-nilai yang patut ditiru oleh para penonton, gagasan yang kritis, keterbukaan, integritas, dan penghormatan pada ide-ide serta menghargai orang lain. 

“Jadi ketoprak itu bukan cuma pertunjukan tapi benar-benar sebuah media menyampaikan gagasan, sharing dan penghargaan pada tradisi khususnya Jawa,” harapnya.

Video Terkini