Sukses

Rakyat Gugat Negara, Ratusan Massa di Bandung Bergerak Turun ke Jalan

Aksi ini bukan hanya urusan politik elektoral semata, tetapi soal nasib rakyat luas yang disebut tengah dipermainkan oleh penguasa.

Liputan6.com, Bandung - Ratusan massa di Kota Bandung menggelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis, 22 Agustus 2024. Unjuk rasa ini antara lain dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kondisi sosial-politik hari ini, kritik terhadap sejumlah kebijakan dari tindak-tanduk pemerintah yang dinilai menciderai demokrasi dan kepentingan publik.

Massa disebut merupakan masyarakat sipil yang berasal dari beragam latar belakang. Mereka tidak membawa ciri khusus yang menunjukkan kelompok-kelompok tertentu. Pembauran itu tampak dari warna baju mereka yang mayoritas hitam.

Massa terpantau bergerak dari titik kumpul di Tugu Toga Wisuda, kampus Unisba. Mereka bergerak melewati Jalan Aria Jipang dan tiba di depan Gedung DPRD Jabar sekira pukul 11.30 WIB. Di sepanjang jalan mereka berteriak mengecam sejumlah nama tokoh besar seperti nama "Jokowi", "Probowo", dan "Gibran", serta penolakan terhadap revisi UU Pilkada.

Beberapa perwakilan massa aksi pun menyampaikan kemarahan mereka lewat orasi. Demonstrasi itu disebut sebagai aksi dari front "Rakyat Gugat Negara". Dalam rilis itu mereka menegaskan, aksi ini bukan hanya urusan politik elektoral semata, tetapi soal nasib rakyat luas yang disebut tengah dipermainkan oleh penguasa.

Fey, salah satu massa aksi menyampaikan, respon dan akumulasi kemarahan dari beragam elemen masyarakat, tidak hanya terkotak-kotakan hanya elemen mahasiswa tapi seluruh masyarakat hadir menyuarakan aspirasinya masing-masing.

"Bisa lihat sendiri ada temen dari disabilitas juga datang, kemudian kawan pelajar juga hadir, mahasiswa, kemudian bahkan ada beberapa dosen dan guru honorer yang datang dan mereka akan secara spesifik menyuarakan apapun yang mereka rasakan hari ini atas ketidakadilan yang terjadi selama ini," kata dia.

Fey menegaskan, tuntutan dalam aksi hari ini tidak hanya soal politik elektoral, semua dikembalikan kepada masyarakat yang hari ini datang. Fey melanjutkan, "semua bisa berorasi menyampaikan apapun dan secara spesifik nanti kawan yang berkenan yang akan berorasi itu yang akan menyampaikannya, karena mereka yang merasakan. Intinya ketidakadilan dan penindasan masih berlangsung hari ini".

Fey mengatakan, aksi turun ke jalan merupakan bentuk akumulasi kemuakan masyarakat sipil. Di antaranya mereka menolak praktik militerisme yang membatasi gerak sipil, politik dinasti, mengecam korupsi yang marak terjadi.

"Maka hari ini bagaimana pun bentuk seruan secara terbuka bagi siapapun untuk terus bangkit berdiri melawan tirani, melawan ketidakadilan," katanya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kemarahan dari Bandung

Massa aksi di Bandung, dalam pernyataan tertulisnya menegaskan, aksi mereka tidak hanya sebatas protes pada urusan politik elektoral, meski mengakui bahwa politik negara itu berpengaruh pada hajat hidup orang banyak.

Tertangkap nada ketidakpercayaan dan kemuakan pada praktik politik elektoral hari ini yang dinilai jauh dari perjuangan untuk mensejahterakan rakyat. Dalam politik hari ini, rakyat dipandang hanya sebagai lumbung suara semata, setelah berhasil mengeruk suara, pejabat dinilai sibuk untuk melanggengkan kekuasaan dan rengrengan cara demi kepentingan segelintir golongan.

"Di negara ini politik hanya dikategorikan sebatas kotak suara. Setiap ajang pemilihan dilangsungkan, kita bak domba-domba yang digiring untuk memilih calon pemimpin".

"Orang-orang yang menduduki posisi penting dalam pembuatan kebijakan dan prinsip serta nilai yang mereka anut, semuanya relevan. Mereka punya kuasa yang besar dalam menentukan keberlangsungan hidup orang banyak, termasuk kita sendiri. Tentu tiap individu punya porsi dalam menentukan nasib, tapi banyak hal yang dikendalikan oleh para pemegang kekuasaan," katanya.

Mereka pun menyuarakan bahwa para pejabat di pemerintahan itu sejatinya dibiayai rakyat pun diamanahi tugas dari kedaulatan rakyat. Sehingga ketika pejabat pemerintah tidak menjalankan amanat rakyat dan konstitusi sebagai mestinya, maka rakyat berhak bersuara dan menyampaikan kemarahannya.

"Ingat, semua pejabat negara digaji dengan uang rakyat. Uang rakyat ini dipungut secara paksa melalui pajak yang kita bayarkan dari setiap aktivitas kita sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Setiap jabatan terikat sumpah kitab suci, tentunya bukan untuk menjalankan misi yang mewakili kepentingan pribadi. Masing-masing pemangku jabatan punya kewajiban, dan kita punya hak untuk bersuara di saat kewajiban itu dikerjakannya bukan untuk kepentingan rakyat."

"Pemerintah hari ini sedang berskenario agar rakyat tidak lagi dapat menyuarakan pendapatnya. Mereka ingin rakyatnya tetap lapar dan saling menyalahkan satu sama lain. Pemerintah akan menganggap skenario busuknya ini berhasil ketika rakyat tidak lagi merasa bahwa dia memiliki hak berpendapat dan mengkritik kepada pemerintah yang mulai menampakan keburukannya dan rakyat tidak lagi merasa bahwa rakyatlah yang seharusnya memiliki kekuasaan dalam menentukan arah negara ini".

Pantauan hingga 13.44 WIB, gelombang massa masih terus berdatangan memadati Jalan Diponegoro di muka Gedung DPRD Jawa Barat.

3 dari 3 halaman

Viral di Medsos

Sehari sebelum aksi ini digelar, di media sosial ramai unggahan dengan tulis "Peringatan Darurat" bergambar lambang Burung Garuda dengan latar belakangan berwarna biru tua atau Garuda Biru.

Unggahan ini menjadi trending topic di platform X atau Twitter dengan Peringatan Darurat. Unggahan yang sama juga dibagikan sejumlah warganet via Instagram Stories.

Gerakan massal tersebut merupakan ajakan kepada masyarakat untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada 2024). Respons ini mencuat setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati revisi Undang-Undang Pilkada yang menganulir putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menetapkan syarat baru dalam pengajuan calon kepala daerah.

Gambar garuda biru ini diyakini pertama kali dibagikan oleh beberapa akun kolaborasi, termasuk @najwashihab, @narasinewsroom, @matanajwa, dan @narasi.tv di Instagram. Laman narasi.tv menjelaskan bahwa poster bertuliskan "Peringatan Darurat" tersebut merupakan penggalan dari sebuah video lama yang diunggah oleh akun YouTube EAS Indonesia Concept pada 22 Oktober 2022 lalu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.