Sukses

Terapkan Metode Hugelkultur, Petani di Banyuasin Setop Bakar Lahan Gambut

Petani di Banyuasin menerapkan sistem tanam hugelkultur yang berasal dari Jerman, yang bisa menghentikan tradisi bakar lahan gambut.

Liputan6.com, Palembang - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan (Sumsel) sebagian diakibatkan dari kebakaran di lahan gambut, yang sulit dipadamkan dan turut merusak ekosistem sekitarnya.

Selain karena kekeringan parah, kebakaran di lahan gambut juga seringkali diakibatkan ulah manusia karena berbagai alasan. Ada beberapa kabupaten di Sumsel yang paling rawan terjadi kebakaran lahan gambut, salah satunya di Kabupaten Banyuasin Sumsel.

Seperti diungkapkan Tuwon, Kelompok Usaha, Kebun Belajar dan Kebun Dapur Desa Ganesha Mukti Kecamatan Muara Sugihan Banyuasin Sumsel, saat menghadiri acara Ekspose Land4Lives Sumsel ' Membangun Masa Depan Hijau: Merajut Penghidupan Tangguh Iklim untuk Pembangunan Rendah Karbon', di Hotel Aryaduta Palembang Sumsel.

Tuwon mengakui, dulunya dia sering membakar lahan gambut. Karena tebalnya gambut menyulitkan para petani untuk bercocok tanam di kawasannya. Tapi kebiasaan tersebut sudah lama ditinggalkannya. Selain mengakibatkan kebakaran yang cukup luas, Tuwon bersama kelompok petani di desanya sudah menemukan solusi lain yang lebih bermanfaat.

“Tapi kita sekarang tidak membakar lagi, karena sudah mendapatkan manfaat dari metode hugelkultur. Karena alam sudah menyediakan pupuk secara alami,” ujarnya, Jumat (23/8/2024).

Hugelkultur sendiri merupakan teknik menanam yang unik dari Jerman yang dipopulerkan oleh Sepp Holzer, petani Austria dan pioner permakultur.

Metode hugelkultur yang dilakukan yakni budidaya di atas tumpukan kayu, dengan mengubur potongan-potongan kayu dan materi organik lainnya langsung di dalam tanah, lalu membentuk tumpukan atau raised bed yang terbentuk secara alami.

<p>Tuwon, Kelompok Usaha, Kebun Belajar dan Kebun Dapur Desa Ganesha Mukti Kecamatan Muara Sugihan Banyuasin Sumsel saat memamerkan produk hasil tanam di atas lahan gambut (Dok. Humas ICRAF / Nefri Inge)</p>

Sistem tanam tersebut tidak membutuhkan penggemburan atau mencangkul untuk penggeburan. Metode hugelkultur akan membuat media tanam sendiri, dari dekomposisi kayu dan bahan organik. Yang bisa memberikan nutrisi dan air dalam jangka waktu panjang. Praktik mengubah bahan berkayu dan tanah, menjadi bedengan yang ditinggikan sesuai dengan permakultur.

Metode hugelkultur yang dijalani Tuwon dan para petani lainnya, dengan membuat bedengan yang limbah gambut dan kayu ditumpuk menjadi satu bentuk dan ditimbun sekitar 20 sentimeter menggunakan tanah.

Pelapukan limbah tersebut akan menghasilkan pupuk organik secara alamiah. Di mana, praktik mengubah bahan berkayu dan tanah menjadi bedengan yang ditinggikan sesuai dengan permakultur.

Dari sistem tanam hugelkultur tersebut, para petani belajar cara bercocok tanam di lahan gambut. Mulai dari tanaman sayuran, alpukat, kelengkeng, manggis, jambu kristal, ubi talas dan lainnya. Namun ada juga tanaman inti di sana yang sudah hidup, seperti kelapa, pisang, pinang dan lainnya.

“Hasil dari hugelkultur itu cukup bagus,, seperti pisang buahnya manis dan besar. Kami juga sudah memproduksi keripik talas yang dijual Rp75.000 per Kg, yang sudah banyak dipesan oleh warga sekitar,” katanya.

Proses penanaman hugelkultur tersebut didapatkannya dari pendampingan, pelatihan kelembagaan hingga managemen bisnis dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel dan Land4Lives ICRAF, dengan membentuk kelompok kerja. Karena sebelumnya, mereka tidak mendapatkan pengetahuan apapun tentang pengelolaan gambut dengan benar.

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kelola Sampah Dapur

Dari hasil pendampingan tersebut, para petani di Desa Ganesha Mukti tersebut bisa mendapatkan usaha sampingan dan tidak lagi membakar gambut.

Program pembangunan rendah emisi juga diterapkan oleh Susmiyati, petani kebun dapur di Desa Mangsang di Bayung Lencir Banyuasin Sumsel. Sejak 2022 lalu, penerapan ilmu pengelolaan sampah rumah tanggah yang diberikan tim ICRAF sudah berhasil.

Susmiyati dan ibu-ibu di sekitar rumahnya sudah mengolah sampah-sampah dapur organik, menghasilkan pupuk organik cair yang dimanfaatkan di kebun-kebun warga.

“Selama ini sampah dapur kita buang saja, tapi sekarang sudah dapat ilmunya, bisa dipakai untuk bahan pupuk organik cair untuk menyuburkan tanah kebun kita. Selama beberapa tahun ini, kami sudah memproduksi sekitar 2 ton pupuk organik cair, yang akan dikembangkan jadi bisnis ke depannya,” katanya.

Provincial Coordinator ICRAF Indonesia di Sumsel David Susanto mengungkapkan, ekspose merupakan ajang untuk menyebarluaskan pelajaran dari kegiatan-kegiatan Land4Lives serta mengumpulkan masukan dari pemangku kebijakan, akademisi dan masyarakat sipil.

3 dari 3 halaman

Pembangunan Rendah Karbon

"Berjalan empat tahun, tujuan akhir dari kegiatan-kegiatan Land4Lives di Sumsel untuk mendorong pembangunan rendah karbon dalam rangka mengurangi risiko perubahan iklim. Pembangunan rendah karbon maksudnya pembangunan yang menjaga daya dukung lingkungan, serta menekan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.

Lokus kegiatan Land4Lives di Sumsel ada 2 sub bentang lahan yakni KHG Sungai Saleh-Sungai Sugihan dan KPH Lalan Mendis Banyuasin dan Musi Banyuasin. Karena memiliki jenis bentang lahan yang terbilang unik, yaitu hutan dan gambut.

Ada Pelatihan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), masyarakat diajak untuk sama-sama belajar memanfaatkan lahan sambil menjaga jasa lingkungan yang diberikan oleh bentang lahan tersebut. Lalu, pertanian cerdas iklim, petani diajak untuk belajar mengembangkan komoditas unggulan yang sesuai dengan kondisi bentang lahan.

Petani juga didorong untuk mengolah komoditas menjadi produk bernilai tambah yang bisa dijual, melalui pembentukan dan pendampingan kelompok usaha petani. Agenda pembangunan rendah karbon juga diarusutamakan dalam produk-produk perencanaan di tingkat bentang lahan.

“Dengan perencanaan-perencanaan ini diharapkan hutan dan gambut bisa terjaga untuk generasi masa kini dan generasi mendatang,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.