Sukses

5 Pernyataan Sikap 1.000 Akademisi UGM Respons Kondisi Darurat Demokrasi Indonesia

Lebih 1.000 Akademisi Universitas Gadjah Mada terdiri para Dosen dan Tenaga Kependidikan (Tendik) menyampaikan pernyataan sikap dan keprihatinan atas kondisi darurat demokrasi Indonesia akhir-akhir ini. 

Liputan6.com, Yogyakarta - Kondisi demokrasi Indonesia yang memprihatinkan membuat 1.000 lebih akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri para dosen dan tenaga kependidikan (Tendik) yang menyatakan sikap.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada masyarakat dan Alumni, Arie Sujito mengatakan UGM merespon kondisi demokrasi Indonesia ini dengan pernyataan sikap.

“Kita prihatin dengan kondisi demokrasi dan hukum kita yang mengalami kemunduran pasca reformasi dengan ditandai ketegangan hukum, manipulasi politik yang dapat beresiko mengancam konstitusi tatanan bernegara dan bermasyarakat,” kata Arie Sujito saat dihubungi, Sabtu 24 Agustus 2024.

Menurut Arie adanya dukungan ribuan para akademisi UGM ini karena mereka tidak ingin demokrasi  mengalami stagnasi dan kembali ke masa era Orde Baru. Di masa itu kekuatan oligarki partai dan manuver elit politik mewujudkan kepentingan kelompok dan golongan. 

“Kita ingin mengembalikan marwah demokrasi agar tidak dirusak oleh kepentingan elit yang tengah berkuasa,” ujarnya.

Dosen Prodi Sosiologi Fisipol ini mengatakan pernyataan sikap para ribuan akademisi ini mendapat dukungan dari Forum Dekan se-UGM. Dukungan ini karena terlihat peristiwa manuver politik dari mayoritas kekuatan parlemen yang melakukan pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. 

“Saya kira ini jelas merusak tatanan politik dan hukum serta kaidah keadaban demokrasi Indonesia,” katanya. 

Arie mengatakan ada lima pernyataan sikap akademisi UGM dalam menyikapi situasi darurat ini,  pertama, mengecam segala bentuk intervensi terhadap lembaga legislatif dan yudikatif yang ditujukan untuk memanipulasi prosedur demokrasi sebagai sarana melanggengkan kekuasaan. Kedua, menolak berbagai bentuk praktik legitimasi praktik kekuasaan yang mendistorsi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Lalu Ketiga, mendorong dan menuntut penyelenggaraan Pilkada yang bermartabat dan berkeadilan dan sesuai kaidah hukum yang benar dan adil. Keempat, mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjaga marwah dan prinsip sebagai penyelenggara Pilkada yang bermartabat dengan berpegang teguh pada tatanan aturan hukum yang ditetapkan, termasuk mematuhi dan menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum.

Kelima, mengajak semua lapisan masyarakat sebagai subjek demokrasi untuk berkonsolidasi dan berpartisipasi aktif menyelamatkan demokrasi Indonesia.

Simak Video Pilihan Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.