Sukses

Ternate Diterjang Banjir Bandang, PVMBG Badan Geologi Terbitkan Sejumlah Rekomendasi

Mengingat curah hujan yang masih tinggi dan masih adanya potensi gerakan tanah dan aliran bahan rombakan di lokasi bencana.

Liputan6.com, Bandung - Sejumlah rekomendasi diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait peristiwa banjir bandang di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara pada hari Minggu 25 Agustus 2024 sekitar pukul 3.30 WIT.

Menurut Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, Priatin Hadi Wijaya, mengingat curah hujan yang masih tinggi dan masih adanya potensi gerakan tanah dan aliran bahan rombakan di lokasi bencana, untuk menghindari terjadinya longsor susulan yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa disarankan masyarakat yang terdampak bencana sebaiknya mengungsi ke tempat yang lebih aman untuk sementara waktu.

"Dalam Penanganan korban (evakuasi korban tertimbun) agar memperhatikan cuaca, agar tidak dilakukan pada saat dan setelah hujan deras, karena daerah ini masih berpotensi terjadi gerakan tanah dan atau banjir bandang susulan yang bisa menimpa atau menimbun petugas," ujar Hadi ditulis Bandung, Senin (26/8/2024).

Hadi menambahkan otoritas setempat yang berwenang agar melakukan pemantauan perkembangan aliran bahan rombakan dan keairan pada jalur aliran bahan rombakan hingga hulu untuk mengetahui kondisi terkini khususnya pada area hulu atau sumber aliran bahan rombakan.

Apabila terjadi perkembangan aliran bahan rombakan susulan pada jalur alur sungai, agar segera menjauh dari lokasi gerakan tanah atau alur sungai dan melaporkannya kepada instansi yang berwenang untuk menyampaikan peringatan kepada penduduk yang beraktivitas di sekitar bencana, untuk antisipasi bencana susulan.

"Melakukan normalisasi sungai dan perbaikan keairan terutama kondisi keairan pada hulu sungai seperti di lereng atas dan dataran tinggi," kata Hadi.

Hadi mengatakan peningkatan mitigasi struktural pengaturan keairan dan penahan material dengan sabo atau dam perlu segera dilakukan.

Selain itu otoritas setempat harus melakukan koordinasi antar unit kerja terkait pembenahan dan perbaikan penggunaan lahan dan sistem keairan dari hulu hingga hilir Sungai Sibunibuni serta mitigasi struktural bencana banjir bandang.

"Juga meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah," imbau Hadi.

Salah satunya yakni masyarakat setempat diimbau untuk selalu mengikuti arahan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau aparat pemerintah daerah setempat.

Hadi menyebutkan Tim Tanggap Darurat Badan Geologi akan diberangkatkan ke lokasi bencana untuk melakukan penyelidikan faktor penyebab, pengontrol serta saran mitigasi yang perlu dilakukan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Faktor Penyebab

Secara teknis faktor penyebab gerakan tanah dengan medium gelinciran disertai air yang kerap disebut banjir bandang di Kota Ternate diduga akibat bentukan morfologi lama berupa dataran kipas alluvial dengan kemiringan lereng atas yang curam.

"Material bahan rombakan longsoran lama berupa bongkah batuan yang tidak terkompaksi (tidak padu) yang terendapkan pada lereng bagian tengah," jelas Hadi.

Pemicu lainnya yaitu adanya air hujan yang meresap ke dalam tanah dapat memicu aliran tingkat jenuh air, dan air hujan yang terus turun dapat membawa material ini ke bawah dalam bentuk aliran lumpur.

Daerah hulu yang mengalami deforestasi atau degradasi vegetasi alami (proses penghilangan hutan alam) cenderung memiliki tanah yang tidak dapat menyerap air dengan baik.

"lni meningkatkan risiko terjadinya aliran lumpur karena air hujan tidak terserap oleh tanah dengan efisien. Ditambah sistem fluktuasi (distribusi) keairan yang tidak terkontrol," ungkap Hadi.

Secara keseluruhan sebut Samting, interaksi antara curah hujan yang tinggi, morfologi, dan sifat litologi aluvium yang mudah larut dan tererosi menciptakan kondisi ideal untuk terjadinya debris flow atau banjir bandang.

 

3 dari 4 halaman

Kondisi Daerah Banjir Bandang

Hadi menjelaskan berdasarkan Peta Geologi Gunung Api Gamalama (Bronto dkk, Direktorat Vulkanologi Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1982) batuan penyusun di daerah bencana termasuk dalam Endapan Letusan Litoral dan Endafpan Aliran piroklastika yang tersusun oleh breksi gunung api litik dan tuf serta breksi berkomposisi andesit-dasit dan fragmen lontaran erupsi gunung api berbentuk kerak roti.

"Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Provinsi Maluku Utara (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi), daerah bencana terletak di zona Kerentanan gerakan tanah menengah," terang Hadi.

Pada wilayah ini, samnting menjelakan wilayah yang mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah lebih besar dari 15 persen sampai dengan 30 persen dari total populasi kejadian.

"Pada zona ini gerakan menengah gerakan tanah dapat terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir atau lereng curam, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan," ungkap Hadi.

Hadi mejelaskan gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif Kembali jika dipicu oleh curah hujan tinggi dan atau gempa bumi.

Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Provinsi Maluku Utara pada bulan April 2024 (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi), daerah bencana terletak pada prakiraan gerakan tanah menengah.

"Artinya berpotensi terjadi aliran bahan rombakan dan gerakan tanah atau longsoran terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat," tukas Hadi.

 

4 dari 4 halaman

Jenis Bencana

Situasi bencana banjir bandang di daerah ini merupakan tipe gerakan tanah aliran bahan rombakan, hal ini dapat dilihat dari material yag terendapkan berupa material campuran bahan rombakan yang dipicu oleh hujan intensitas sedang-tinggi dengan durasi yang cukup lama.

Aliran bahan rombakan terjadi disebabkan adanya peningkatan atau tingginya tingkat erosional atau runoff air permukaan pada material batuan, tanah yang mudah lepas alias tidak padu.

"Material batuan dan tanah pada lereng tengah dan atas merupakan material bekas dari material lama yang terendapkan akibat proses banjir bandang lampau yang dapat dilihat dari bentukan morfologi lama kipas aluvial," terang Hadi.

Hadi menyebutkan infiltrasi air permukaan dan curah hujan yang berlebih pada material endapan aluvial (lumpur dan pasir halus yang mengalami erosi) ini memudahkan terjadinya pergerakan pada lereng yang relatif curam.

Akibat bencana banjir bandang di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara ini diberitakan 11 orang meninggal dunia akibat tertimbun material longsor dan 3 orang luka-luka.

"Belasan unit bangunan rumah rusak berat terseret dan terimbun material longsor dan 20 orang masih dalam pencarian," tukas Hadi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.