Sukses

Tentang Suku Baduy yang Menjaga Tradisi Hingga Kini

Masyarakat Suku Baduy tinggal berdampingan dengan alam. Tak heran jika mereka masih mempertahankan segala kearifan lokal yang ada.

Liputan6.com, Banten - Suku Baduy merupakan masyarakat suku asli Indonesia yang berada di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten. Mereka masih menjaga tradisi dan budayanya hingga kini.

Masyarakat Suku Baduy tinggal berdampingan dengan alam. Tak heran jika mereka masih mempertahankan segala kearifan lokal yang ada.

Mengutip dari kemenparekraf.go.id, Suku Baduy dibedakan menjadi dua, yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam. Suku Baduy Luar tinggal di daerah luar atau mengelilingi wilayah Baduy Dalam.

Masyarakat Baduy Luar cenderung lebih terbuka dengan kebudayaan dari luar. Mereka masih beraktivitas layaknya suku lainnya, mulai dari sekolah, bersosialisasi dengan masyarakat luar, dan lebih terbuka dalam menerima tamu dan wisatawan.

Sebaliknya, Suku Baduy Dalam jauh lebih tertutup. Mereka masih sangat patuh pada aturan turun-temurun.

Masyarakat luar yang ingin masuk ke kawasan tempat bermukimnya Suku Baduy Dalam harus berjalan sekitar 12 kilometer dari Suku Baduy Luar. Pengunjung juga harus melewati perkebunan dan menyebrangi sungai di balik perbukitan.

Kedua kawasan tersebut dipisahkan Sungai Cisimeut dan dihubungkan oleh jembatan. Uniknya, jembatan tersebut terbuat dari ikatan akar-akar pepohonan di sekitar sungai dengan tambahan bambu di bagian bawahnya.

 

2 dari 2 halaman

Penggunaan Teknologi

Terkait penggunaan teknologi, masyarakat Baduy Dalam dilarang menggunakannya. Mereka hanya berkomunikasi dengan bahasa asli mereka, yakni bahasa Sunda dan membaca huruf aksara Hanacaraka.

Perbedaan lainnya juga terdapat pada pakaian sehari-hari. Suku Baduy Dalam diwajibkan menggunakan pakaian adat berwarna putih atau biru tanpa kancing maupun kerah. Mereka juga dilarang menggunakan alas kaki.

Sementara itu, Suku Baduy Luar lebih sering menggunakan pakaian berwarna hitam dengan kain ikat berwarna biru tua. Ini menjadi perbedaan yang cukup mencolok antara dua suku tersebut.

Berbagai perbedaan keduanya juga memengaruhi aturan yang harus dipatuhi pengunjung dari luar. Area Suku Baduy di Desa Kanekes memang diperbolehkan untuk dikunjungi, tetapi tidak semua kawasan tersebut boleh dimasuki sembarang orang, terutama orang dari luar Baduy.

Wisatawan harus mematuhi beberapa peraturan adat Suku Baduy, salah satunya aturan untuk menghindari penggunaan teknologi. Wisatawan sebaiknya tidak menggunakan ponsel, radio, speaker, tablet atau laptop, maupun alat teknologi lainnya.

Wisatawan juga dilarang memotret kawasan dan masyarakat Suku Baduy tanpa izin. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Suku Baduy yang menentang penggunaan teknologi dan masih sangat menghargai alam. 

Aturan lainnya berkaitan dengan masyarakat Suku Baduy yang menghormati alam dengan tidak menggunakan produk-produk berbahan kimia dalam keseharian mereka, seperti sabun untuk mandi, pasta gigi, maupun detergen yang dianggap merusak lingkungan. Pun pengunjung juga harus menghargai dan menghormati aturan adat tersebut dengan tidak membawa dan menggunakan produk berbahan kimia secara sembarangan.

Terpenting, pengunjung sangat dilarang membuang sampah sembarangan di kawasan ini, termasuk ke sungai. Dengan mengetahui berbagai hal penting yang masih dipegang teguh Suku Baduy, diharapkan masyarakat luar bisa mendukung komitmen tersebut dalam menjaga tradisi, budaya, dan kearifan lokal yang dimilikinya.

(Resla)