Liputan6.com, Surabaya - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tongani menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, dan denda Rp500 juta subsider kurungan 4 bulan.
“Menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp500 juta serta pidana kurungan selama empat bulan,” kata majelis hakim Tongani, di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (27/8/2024).
Baca Juga
Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan terdakwa Eko Darmanto secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Advertisement
Tidak hanya itu, terdakwa juga dianggap melanggar UU TPPU dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain pidana penjara enam tahun dan denda Rp500 juta, Eko juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp13,18 miliar dengan memperhitungkan jumlah uang aset yang dirampas dalam perkara ini.
“Subsider pidana penjara pengganti selama dua tahun apabila terdakwa tidak membayar pengganti tersebut setelah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Tongani.
Menanggapi putusan hakim terdakwa Eko Darmanto mengatakan pikir-pikir.
Hal yang sama juga dikatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengaku akan memikirkan untuk langkah selanjutnya.
“Kami juga pikir-pikir yang mulia," kata Luki Dwi Nugroho.
Tuntutan 8 Tahun Penjara
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Luki Dwi Nugroho menuntut terdakwa Eko Darmanto atau Eks Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta, dengan delapan tahun penjara.
Tidak hanya itu, terdakwa dugaan tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang (TPPU) dalam jabatannya ini juga didenda sebesar Rp 500 juta.
"Terdakwa Eko Darmanto dianggap sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP," ujarnya di Ruang Sidang Cakra, Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Surabaya, Selasa (13/8/2024).
"Terdakwa juga dianggap melanggar UU TPPU, dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP," imbuh JPU KPK, Luki saat membacakan tuntunannya.
Dalam pertimbangannya, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tipikor. Terdakwa tidak berterus terang memberikan keterangannya di persidangan. "Terdakwa menjadi inisiator memperoleh keuntungan dari tindak pidana," ujar Luki.
Selain pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 500 juta, JPU juga menuntut majelis hakim agar menjatuhkan terdakwa dengan pidana tambahan berupa membayar pidana pengganti senilai Rp 13,18 miliar.
Bila dalam kurun waktu sebulan setelah putusan majelis hakim berkekuatan tetap, denda biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa, maka harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Kejaksaan untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut.
Bila harta benda terdakwa tak mencukupi, maka bakal digantikan dengan pidana pengganti yakni masa penahanan selama tiga tahun.
"Menjatuhkan pidana tambahan, kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp 13,18 miliar, dengan memperhitungkan jumlah uang aset yang dirampas dalam perkara ini," ucap Luki.
"Subsider pidana penjara pengganti selama 3 tahun, apabila terdakwa tidak membayar pengganti tersebut setelah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap," tambah Luki.
Advertisement