Sukses

Mencicipi Lezatnya Hidangan Kerajaan Suku Mandar di Banyuwangi

Kuliner khas Suku Mandar di Banyuwangi ini memang saat sulit ditemukan bahkan tidak dijual. Kuliner-kuliner tersebut memang sengaja tidak untuk komersil, karena hidangan ini menjadi simbol makanan kerajaan yang cukup mewah.

Liputan6.com, Banyuwangi - Banyuwangi terkenal bukan hanya karena pariwisatanya yang eksotis. Namun daya tarik akan kulinernya juga yang cukup menggoda. Tak hanya makanan khas suku Osing saja, di Bumi Blambangan juga memiliki kuliner khas Suku Mandar Sulawesi Barat.

Nah, kuliner khas Suku Mandar di Banyuwangi ini memang saat sulit ditemukan bahkan tidak dijual. Kuliner-kuliner tersebut memang sengaja tidak untuk komersil, karena hidangan ini menjadi simbol makanan kerajaan yang cukup mewah.

Bagaimana, penasaran seperti apa bentuk dan rasa dari hidangan di salah satu kerajaan di Sulawesi yang dapat kita cicipi di Banyuwangi?

Kuliner yang disebut menjadi hidangan kerajaan ini diantaranya Coto Makassar, Buras, Barongko, Kue Apang, Kue Janda.

Sedangkan untuk minumannya yang dinamakan Saraba. Hidangan-hidangan tersebut harus lengkap tersaji di setiap perjamuan kerajaan karena memiliki sebuah makna.

Diceritakan oleh Ketua Adat Kampung Mandar Banyuwangi, Puang Faizal Riezal Daeng Galak, jika Suku Mandar masih memiliki sistem strata sosial, oleh sebab itu sangat berpengaruh kepada makanan yang dimakan oleh kaum bangsawan dan kaum biasa.

Seperti Coto Makassar atau Pallu Coto Mangkasarak, perbedaan khusus yaitu terletak pada daging yang digunakan, untuk kaum biasa mereka menggunakan jeroan sapi. Sedangkan hidangan kerajaan menggunakan daging sapi dengan aneka rempah ciri khas makanan melayu.

“Hidangan-hidangan itu tidak sembarangan disajikan, kecuali saat ada perjamuan khusus saat acara kerajaan,” kata Puang, sapaan akrab Puang Faizal Riezal Daeng Galak Kamis, (29/8/2024).

Masyarakat Suku Mandar sendiri makan Coto Makassar biasa ditemani oleh buras, Nasi yang ditanak dengan air santan yang kemudian dibungkus dan tali seperti lontong. Buras sendiri cocok dengan Suku Mandar yang dikenal sebagai suku pelaut, karena praktis dan awet untuk bekal melaut.

“Buras yang diikat tersebut menyimbolkan bentuk kebersamaan. Karena disetiap waktu acara itu agar tetap terjaga silaturahmi serta tetap terjaga kebersamaan,” ujar Puang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ada Makna di Balik Nama Makanan

Dilanjutkan Barongko, makanan yang dibuat dari pisang yang dilembutkan jadi adonan kemudian dibungkus dengan daun pisang. Memiliki arti barang saya, Barongko bermakna kejujuran yang menginterpretasikan menjadi orang haruslah jujur, tak hanya bungkusnya saja yang bagus namun juga harus memiliki hati yang sama bagusnya, yakni jujur, baik dan bersih.

Selain Barongko, Kue Apang dan Kue Janda juga menjadi kudapan pelengkap dalam hidangan kerajaan. Keduanya memiliki rasa yang manis. Untuk Kue Apang sendiri bertekstur lembut dan halus terbuat dari gula merah. Sedangkan Kue Janda dibuat dari bahan dasar singkong, Pisang dibalut dengan kelapa parut.

“Kenapa dinamakan Kue Janda sendiri karena dulu sebagian besar pembuat kue di kerajaan tersebut adalah para Janda,” jelas Puang.

Lalu Saraba, minuman yang menjadi teman makan dari kudapan yang disajikan. Saraba terbuat dari Jahe, Sereh dan gula aren yang direbus tersebut menjadi minuman andala. Saraba dapat ditambah dengan rempah lain seperti kayu manis atau cengkeh bahkan susu dan telur.

Untuk menikmati kelezatan kuliner-kuliner kerajaan tersebut, tak perlu terbang jauh ke Sulawesi. Pasalnya setiap ada acara di Kampung Mandar Banyuwangi seperti petik laut atau menyambut tamu kehormatan, masyarakat Kampung Mandar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.