Sukses

Cerita Bu Ela Penyapu Jalan di Cianjur, saat Menanti Nasi Kuning Babah Alun Rp3.000

Mengusung keberagaman agama dan kemandirian, Yusuf Hamka sambangi beberapa lapak nasi kuning Babah Alun di Kabupaten Cianjur.

Liputan6.com, Cianjur - Pengusaha H. Mohammad Jusuf Hamka berkunjung ke beberapa lapak nasi kuning Babah Alun di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Salah satunya di Jalan Ibu Atikah Nomor 35, Solokpandan, Kabupaten Cianjur.

Tepatnya di cabang Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kabupaten Cianjur. Para pembeli bisa menikmati seporsi nasi kuning ini seharga Rp3.000 dengan lauk yang cukup lengkap, seperti telur dadar iris, orek tempe, bihun, tahu, dan sambal oncom dilengkapi kerupuk.

Ketua PSMTI Kabupaten Cianjur, Andri Wijaya mengatakan, nasi kuning Babah Alun ini sudah berjalan selama 8 bulan terakhir. Dengan harga amat terjangkau, nasi kuning Babah Alun ini kerap dinantikan oleh pelanggan dari warga sekitar, maupun oleh pengguna jalan yang sedang melintas. 

“Awalnya kita lihat di nasi kuning cabang toko borobudur. Kemudian karena kita ingin PSMTI ini ingin berbagi minimal dengan warga sekitar sekretariat akhirnya kita buka nasi kuning babah alun ini di PSMTi juga,” ujar Andri. 

Dia mengaku, sejak pertama dibukanya lapak nasi kuning ini pihaknya tak menemukan kendala apapun. Bahkan disambut antusias warga. Penjualan dibuka setiap hari Selasa mulai pukul 07.00 WIB. 

Setidaknya ada 50 porsi nasi kuning yang disediakan untuk makan di tempat, pembeli yang telah merogoh kocek Rp3.000 kemudian diberikan kupon untuk ditukar dengan seporsi nasi kuning.

“Kita adakan kegiatan nasi kuning Babah Alun ini biasa komposisinya 50 porsi nasi kuning yang dibuat atau dimasak oleh UMKM yang ada di sekitar sekretariat PSMTI ini,” ungkapnya.

Pihaknya juga menyediakan menu lain seperti lontong sayur, dan bubur ayam sebanyak 20 sampai 30 porsi. Menurutnya, penambahan menu itu sebagai bentuk pelayanan agar lebih variatif.

“Kita adakan variasi menu ini biar warga pun tidak bosan ada pilihan lain jadi kita tambah lontong dan bubur. Sejauh ini yang kerja sama sudah ada 3 UMKM,” jelasnya.

 

2 dari 4 halaman

Konsep Penjualan Rp3.000 Setiap Porsi

Dia menjelaskan, konsep nasi kuning Babah Alun di cabang Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kabupaten Cianjur ini merupakan perputaran uang dari para donatur, sehingga tidak mengandalkan keuntungan dari hasil penjualan saja.

“Jadi kita beli nasi kuning lontong dan bubur ini kita beli dari UMKM seharga Rp7 ribu kemudian kita jual seharga Rp3 ribu. Jadi, PSMTI ini subsidi senilai Rp4 ribu. Alhamdulillah yang Rp4 ribu ini kita dapat dana itu dari donatur. Donatur ini ada yang dri pengurus ada yang dari warga Tionghoa di Cianjur,” ungkapnya.

Pihaknya merupakan PSMTI pertama yang menjalin kolaborasi dengan nasi kuning Babah Alun. Dia berharap, dengan adanya nasi harga terjangkau ini bisa membantu warga yang membutuhkan bantuan.

Tak jarang, beberapa pelanggan juga melebihkan harga hingga puluhan ribu untuk satu porsi nasi yang dibandrol Rp3 ribu ini.

“Tujuan kita minimal PSMTI ini mempunyai andil untuk warga sekitar yang memang membutuhkan uluran tangan, untuk membeli nasi untuk sarapan pagi. Kegiatan sosial yang sangat baik ini semoga bisa dilanjutkan oleh PSMTI di kota lain,” tuturnya.

3 dari 4 halaman

Cerita Ibu Penyapu Jalan yang Bisa Menghemat Uang Sarapan untuk Keluarga

Salah satu pelanggan, Ela Nurlaela (52) mengaku adanya nasi kuning Babah Alun yang disediakan PSMTI Kabupaten Cianjur dengan harga tak sampai goceng ini, dirasakan cukup membantu menghemat biaya sarapan yang harus dikeluarkan sebelum bekerja.

Sehari-hari Ela dan anaknya bekerja untuk membersihkan menyapu jalan di ruas Jalan Atikah, Selokpandan hingga Tugu Tauco. 

“Awal tau pas dari berangkat kerja disini ada plang akan buka nasi kuning Rp3 ribu, wah alhamdulillah ini sangat membantu soalnya kan ibu yah dalam keadaan begini, dapat pekerjaan alhamdulillah terus disini ada nasi yang ya murahlah bagi ibu alhamdulillah kebantu,” kata Ela.

Dia mengatakan, seiring semakin dikenalnya nasi kuning Babah Alun ini, pembeli pun semakin banyak jumlahnya. Tak jarang, beberapa kali ia tak kebagian membeli nasi kuning Rp3 itu.

“Kalau agak siangan kan sekarang banyak peminat alhamdulillah ya. Kalau dulu mh pas pertama buka sampai pas udah lebaran juga masih sedikit, tapi sekarang sudah banyak peminat kadang udah habis, syukuri yang ada,” tuturnya.

“Kan di sini kerja dulu kalau sudah setengahnya pekerjaan, udah rapih baru kesini, soalnya kalau ninggalin kerjaan gak enak juga,” sambung dia.

4 dari 4 halaman

Jusuf Hamka Usung Keberagaman Beragama lewat Konsep Nasi Kuning Babah Alun

Pengusaha H. Mohammad Jusuf Hamka mengatakan, dalam menjalankan nasi Kuning Babah Alun ini pihaknya menggunakan dana pribadi para dermawan. Di Kabupaten Cianjur sendiri, sudah ada 12 cabang nasi kuning Babah Alun yang rutin digelar setiap pekan.

“Dari kita untuk kita jadi ini tidak menggunakan keuangan negara ini uangnya juragan yang punya tempat semua bukan uangnya Babah Alun,” ujar pria yang kerap disebut ‘Juragan Tol’ ini. 

Dia menyebut, hanya memberikan konsep yang dinilai bisa diterapkan semua kalangan tanpa melihat latar belakang agama maupun suku dari seseorang. 

“Kemudian multi efeknya setelah sedekah ini adalah keberagaman saling isi saling asah asuh. Jadi kita lihat tidak ada perbedaan, tapi saling bergandengan tangan semua ada yang Tionghoa, bukan Tionghoa, ada yang Muslim, dan yang bukan Muslim,” tuturnya

Menurutnya, jika sesama warga satu agama saling berbagi itu merupakan hal yang lumrah. Namun, saat menjunjung toleransi berbagi dalam keberagaman tersebut memiliki nilai lebih.

“Kalau orang muslim memberi makan orang muslim itu biasa aja, tapi kalau orang non muslim memberi makan orang muslim itu hebat. Apalagi orang muslim memberi makan orang non muslim itu luar biasa hebat. Jadi kita semua saudara kemanusiaan, jangan melihat etnisnya agamanya,” imbuhnya.