Sukses

Dampak Pandemi Covid-19: Layanan TBC dan HIV di Indonesia Menurun

Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020 ternyata berdampak pada penanganan layanan penyakit tuberkulosis (TBC) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV).  

Liputan6.com, Yogyakarta - Peneliti The Domino Study dari Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, University of New South Wales (UNSW), Australia, dan London School of Health Tropical Medicine, Inggris menyatakan bahwa pandemi berdampak pada penanganan penyakit tuberkulosis (TBC) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menurut salah satu peneliti utama The Domino Study, Ari Probandari, dampak ini terlihat dari penelitian yang dilakukan lebih dari 2 tahun soal layanan TBC dan HIV di Kota Yogyakarta dan Bandung sebelum dan selama pandemi. 

Pemilihan kedua kota untuk penelitian karena tingginya kasus dan mengumpulkan data dari sistem informasi TBC dan HIV di kedua wilayah tersebut. Hasilnya terjadi penurunan jumlah pasien yang menjalani tes TBC hingga 38 persen. Padahal penemuan kasus merupakan unsur penting dalam upaya eliminasi TBC di Indonesia.  

“Angka pengobatan yang tidak berhasil juga naik satu setengah kali lipat,” imbuh Guru Besar Bidang Kesehatan Masyarakat dalam acara Dialog Kebijakan yang bertajuk Epidemi/Darurat Kesehatan Masyarakat, diadakan secara hybrid di El Hotel Malioboro Rabu 28 Agustus 2024.

Tidak hanya TBC, penurunan layanan juga terjadi pada penanganan HIV mulai dari angka kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan dan pasien yang memulai serta tetap menjalani terapi pengobatan HIV. Penelitian secara kualitatif ini juga menghasilkan beberapa temuan seperti hilangnya kemampuan finansial menyebabkan beberapa pasien putus berobat. “Meski biaya pengobatan ditanggung pemerintah, pasien tetap ada pengeluaran untuk berobat,” jelasnya.

Hasil dari penelitian menurunya layanan TBC dan HIV ini, para peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah memperluas cakupan asuransi kesehatan untuk pasien yang kehilangan pekerjaan terkait pandemi. Ketua Tim Kerja HIV & PIMS Kemenkes RI  Endang Lukitosari, mengatakan hasil dari studi ini penting untuk meningkatkan awareness guna mengantisipasi kedaruratan seperti pandemi COVID-19 yang lalu. “Kami juga perlu menerapkan diversifikasi layanan agar pelayanan kepada pasien tidak terputus,” ucapnya. 

Merespons temuan menurunnya layanan TBC dan HIV ini Ketua Tim Kerja TBC Kemenkes RI Tiffany Tiara Pakasi melakukan peninjauan langsung di lapangan. Hal ini menyingkapi tantangan kekurangan obat selama pandemi. “Terkait kehabisan obat, itu memang kami rebutan sedunia,” ungkapnya.

Sementara itu, Ira Dewi Jani, MT, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mengapresiasi temuan penelitian ini untuk melakukan advokasi kepada pemerintah daerah. “Kami merasa pandemi ini berdampak, tapi kan harus dibuktikan secara ilmiah,” ujarnya. 

Kabid P2P Pengelolaan Data & Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta,  Lana Unwanah, mengatakan pandemi lalu memang membuat semua pihak kewalahan. Namun, pandemi juga memberikan pembelajaran agar senantiasa kreatif dan inovatif melakukan terobosan-terobosan dalam berbagai hal menurutnya. “Saya juga bersyukur bahwa saat pandemi penanganan TBC, wilayah saya mendapat dukungan dari Zero TB Yogyakarta, inisiasi dari FK-KMK UGM yang utamanya melakukan penemuan kasus secara aktif menggunakan mobile Rontgen,” ujarnya.

Pada pengujung dialog tersebut Ari Probandari menggarisbawahi pentingnya sinergi multipihak dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi kedaruratan yang mungkin akan terjadi masa mendatang salah satunya layanan TBC dan HIV yang terdampak pandemi.