Sukses

Soto Kudus, Kuliner Lezat yang Menyimpan Makna Mendalam

Soto Kudus kaya akan bumbu rempah. Dalam penyajiannya, biasanya penikmat soto ini juga menambahkan sate telur puyuh, paru kerbau, atau gorengan sebagai topping.

Liputan6.com, Kudus - Sesuai namamya, soto Kudus merupakan sajian soto khas Kudus, Jawa Tengah. Sajian ini identik dengan potongan daging kerbau berbentuk dadu.

Seperti soto pada umumnya, dalam seporsi soto Kudus juga berisi sohun, kol, taoge, daun seledri, serta bawang goreng. Tak lupa, butiran kacang kedelai dan siraman kuah kaldu juga ditambahkan untuk menyempurnakan cita rasa soto Kudus.

Soto Kudus kaya akan bumbu rempah. Dalam penyajiannya, biasanya penikmat soto ini juga menambahkan sate telur puyuh, paru kerbau, atau gorengan sebagai topping.

Tak hanya lezat, soto Kudus juga menyimpan makna yang cukup mendalam. Mengutip dari indonesiakaya.com, kehadiran soto Kudus tak bisa dipisahkan dari sejarah panjang penyebaran agama Islam dan toleransi umat beragama yang dilakukan Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus.

Kota Kudus awalnya bernama Kota Tajug. Hingga pada masa Sunan Kudus, nama tersebut berganti menjadi Kudus.

Nama Kudus diambil dari Bahasa Arab Al-Quds yang berarti kesucian. Quds oleh masyarakat Jawa kemudian dilafalkan menjadi Kudus.

Mengutip dari Sunan Kudus: Dinamika Ajaran, Tradisi, dan Budaya di Kudus Jawa Tengah Tahun 1990- 2015 karya Rachmawati Yuliana Nurhayu, dalam menyampaikan dakwahnya di Kota Kudus, Sunan Kudus menerapkan prinsip dakwah Wali Songo, yaitu prinsip Mau’izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan.

Artinya, penyampaian ajaran agama Islam disesuaikan dengan adat budaya serta kepercayaan penduduk setempat. Strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kudus pada saat itu adalah ajaran toleransi dengan umat non-Muslim melalui seni, sosial, maupun budaya.

Sunan Kudus memahami dan menghormati bahwa dalam agama Hindu yang menjadi agama mayoritas penduduk saat itu, terdapat ajaran Ahimsa, ahiṃsā, atau ahingsā. Istilah dari bahasa Sansekerta tersebut berarti anti-kekerasan, yakni sebuah ajaran untuk tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup, termasuk sapi.

Bagi umat Hindu, sapi adalah hewan yang dianggap suci. Sapi juga dipercaya sebagai milik dewa dan dapat mewujudkan semua keinginan yang dikehendaki oleh manusia. Bahkan, sapi dilambangkan sebagai kendaraan Dewa Siwa, sang dewa alam semesta.

Meski sapi termasuk hewan yang halal untuk dikonsumsi umat Muslim, tetapi demi menghormati penganut agama Hindu dan menjaga toleransi antar umat beragama, Sunan Kudus melarang pengikutnya untuk menyembelih sapi. Larangan ini juga diterapkan saat perayaan Iduladha.

Sapi kemudian digantikan dengan kerbau. Latar belakang ini jugalah yang menjadi alasan soto Kudus selalu menggunakan daging kerbau dan bukan daging sapi.

 

Penulis: Resla