Sukses

Festival Bhumi Atsanti, Membumikan Kepedulian Lingkungan Melalui Seni

Festival seni yang digratiskan untuk pengunjung ini melibatkan 350 seniman dari 18 kelompok seni, termasuk kesenian dari suku Kamoro di Papua.

Liputan6.com, Borobudur - Festival Bhumi Atsanti (FBA) kembali digelar pada 6-8 September 2024 di Dusun Bumisegoro, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ini adalah penyelenggaraan untuk yang ketiga kalinya.

Tahun ini mengangkat tema “Hayuning Roso”. Digagas oleh Yayasan Atma Nusvantara Jati (Atsanti Foundation) dan melibatkan sekitar 350 seniman dari 18 kelompok kesenian dari berbagai kota antara lain Magelang, Yogyakarta, Cirebon, Bandung, hingga Papua.

Ketua Yayasan Atma Nusvantara Jati (Atsanti Foundation) MF Nilo Wardhani mengatakan, tema “Hayuning Roso” menyesuaikan dengan isu lingkungan, menggerakkan kepedulian terhadap lingkungan, terhadap bumi, sejalan dengan filosofi Jawa, “memayu hayuning bawana”, yang bermakna ikut mempercantik bumi.

“Lewat kesenian harapannya masyarakat lebih peka dengan isu-isu lingkungan hidup, dan cara untuk berperilaku, lebih bersahabat dengan alam,” katanya.

Misi itu dikerjakan dengan melibatkan sejumlah pelaku seni yang memang memanfaatkan bahan-bahan alam atau barang bekas, untuk berkesenian.usik blekothek salah satunya. Adalah pentas musik dari anak-anak SD Kanisius Kenalan, Kecamatan Borobudur. Musik blekothek yang merupakan singkatan dari Biar Jelek Otak Harus Melek. Memanfaatkan alat-alat musik yang terbuat dari barang-barang bekas seperti kaleng, galon air, kayu, bambu, dan beragam botol.

Sementara itu menurut Putri Maharani, Art Director FBA 2024, keterlibatan para seniman melalui open call, undangan, dan open call terbatas bagi sudah ingin tampil tahun lalu, dan akhirnya baru berkesempatan terlibat di tahun ini.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kolaborasi

Rencananya akan dibuka oleh Penjabat Bupati Magelang Sepyo Achanto pada Jumat (6/9/2024) malam.

"Sehari sebelumnya workshop yang akan diikuti para seniman dari suku Kamoro, Papua Tengah di Desa Kebonsari, Kecamatan Borobudur dan di sanggar pimpinan seniman Ismanto di Desa Sengi, Kecamatan Dukun," kata Putri.

Agar makin hidup, selama acara akan diselenggarakan kolaborasi sejumlah seniman lintas daerah, termasuk bazar yang diikuti oleh 18 tenant dari para pelaku usaha di Magelang dan Yogyakarta.

Ditambahkan, FBA memang menggandeng Bakti Budaya Djarum Foundation sebagai sponsor utama, serta didukung oleh beberapa perusahaan nasional maupun lokal agar memiliki jangkauan lebih luas dalam pelestarian kebudayaan Nusantara.

Ketua Pelaksana Festival Bhumi Atsanti Luisa Gita menyebut bahwa FBA konsisten menjadi rumah dan ruang untuk belajar kebudayaan, serta ruang ekspresi dari berbagai ragam kebudayaan.

“Atsanti Foundation akan terus menggelar FBA, memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk bertemu dan bereskpresi dalam rasa kebersamaan dalam perayaan kebudayaan,” katanya.

Para penampil dalam FBA datang dari berbagai daerah, dan merupakan seniman asli dari Borobudur, antara lain adalah Ki Hari Darmo dan grup kesenian jathilan Ngaran, yang akan tampil pada Sabtu (7/9/2024). Menyertakan 23 kru, ia membawakan pentas wayang dengan lakon “Bima Gugah” dengan durasi sekitar tiga jam.

“Kami siap pentas di malam minggu,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

Workshop

Pemahat Ismanto, mengaku, sangat antusias terlibat dan menularkan ilmu dalam workshop. Sebagai warga lereng gunung Merapi, dia lebih banyak berkarya memahat di atas media batu.

Namun, di luar pahat, dia pun terbuka untuk berkolaborasi, ataupun menularkan kemampuan berkesenian apa saja, seperti tari, ataupun berkreasi, membuat beragam hiasan untuk seni instalasi.

Sementara itu pendiri Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Luluk Intarti, mengaku para seniman dari suku Kamoro sangat senang bisa ikut terlibat dalam kemeriahan FBA III. Mereka pun juga antusias untuk berkolaborasi, dan belajar berbagai hal baru dalam interaksinya dengan banyak seniman dari berbagai daerah.

“Ini adalah kali pertama, seniman suku Kamoro ikut terlibat dalam festival kesenian yang diselenggarakan pihak lain di luar Papua,” katanya.

Para seniman suku Kamoro yang terlibat terdiri dari pengukir, penari, pemain musik dan penyanyi. Dalam tatanan di Kamoro, setiap orang berkesenian sesuai dengan hak adat yang diberikan dan wajib diteruskan, menurut garis patrilineal.

"Misal, dari orangtua yang merupakan seniman penyanyi, maka anak-anaknya memperoleh hak adat untuk turut melanjutkan aktivitas sebagai penyanyi," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini