Sukses

OPINI: Solusi Aksesibilitas untuk Mengangkat Potensi Pariwisata Lombok

Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan pariwisata daerah. Namun, hanya beberapa destinasi yang benar-benar memperoleh manfaat dari multiplier effect pariwisata.

Liputan6.com, Jakarta - Aksesibilitas menjadi salah satu solusi utama dalam percepatan pengembangan destinasi pariwisata Indonesia. Konektivitas transportasi yang efisien, akan meningkatkan pengalaman berwisata serta mempermudah penyebaran wisatawan ke destinasi lainnya. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 38 provinsi dan 17.001 pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan pariwisata daerah. Namun, hanya beberapa destinasi yang benar-benar memperoleh manfaat dari multiplier effect pariwisata.

Seperti Bali, pada 2023 yang berhasil menarik 5,27 juta kunjungan dari total 7,52 juta kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, dan berhasil meningkatkan ekonomi Bali seperti sebelum pandemi dengan tumbuh 5,7%.

Oleh karena itu, Pemerintah telah menetapkan 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), yang terdiri dari Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang, dengan tujuan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan pariwisata.

Fokus utama saat ini adalah mempersiapkan infrastruktur, jaringan telekomunikasi, produk ekonomi kreatif, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Sebagai bagian dari upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan pariwisata, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau InJourney Tourism Development Corporation (ITDC), salah satu perusahaan member holding InJourney, yang ditugaskan oleh Pemerintah untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

ITDC, menyadari banyak hal mendasar dalam mengembangkan destinasi pariwisata dari nol. The Nusa Dua, salah satu destinasi di Bali yang dikelola dan dikembangkan oleh ITDC, membutuhkan waktu hampir 50 tahun untuk mencapai kondisi saat ini, yang menjadikannya salah satu tujuan utama (bucket list) kunjungan wisatawan saat berlibur ke Bali.

Pada 2014, ITDC ditugaskan untuk mengembangkan KEK Mandalika dengan luas 1.075 Ha, dimulai dari penyiapan infrastruktur sebagai fondasi untuk menciptakan destinasi yang memenuhi standar internasional.

Setelah pandemi COVID-19, banyak saran dan masukan diberikan kepada ITDC untuk meningkatkan kunjungan ke KEK Mandalika dan sekitarnya.

Meskipun KEK Mandalika menawarkan atraksi alam yang indah seperti Bukit Merese dan Pantai Tanjung Aan, serta atraksi budaya seperti Suku Sasak di Desa Sade, serta Sirkuit Mandalika yang terkenal sebagai salah satu sirkuit terbaik di dunia, namun hingga saat ini hal tersebut belum mampu menarik jumlah kunjungan wisatawan secara konsisten.

Dampaknya, investasi terhambat karena investor melihat ketidakpastian atas kunjungan wisatawan yang masih bergantung pada musim tertentu. Inilah yang diumpamakan seperti 'ayam dan telur' yang memunculkan sebuah paradoks.

Paradoks muncul di mana harus fokus pada menarik investor atau menarik wisatawan terlebih dahulu, karena keduanya saling melengkapi dalam mengembangkan destinasi.

Setelah melakukan berbagai kajian dan mendengar saran dari banyak pihak, akar permasalahan yang ditemukan adalah kurangnya aksesibilitas ke KEK Mandalika/The Mandalika, meskipun Bandara International Lombok Zainuddin Abdul Madjid hanya berjarak 30 menit dari The Mandalika.

 

2 dari 2 halaman

Kendala Besar

Sementara, biaya penerbangan dari Jakarta ke Lombok (one way) mencapai Rp1,2 juta, sedangkan biaya penerbangan Jakarta ke Singapura dengan jarak yang sama hanya sekitar Rp700 ribu. Begitu pula, biaya penerbangan dari Bali ke Lombok bisa mencapai Rp 1 juta, meskipun jaraknya kurang dari satu jam (40 menit).

Hal ini, menjadi kendala besar untuk mendatangkan wisatawan ke Lombok, terutama ke The Mandalika. Terlebih lagi, Jakarta dan Bali merupakan hub penerbangan penting untuk kedatangan turis mancanegara ke Indonesia.

Sebelum pandemi Covid-19, biaya penerbangan dari Bali ke Lombok sekitar Rp500 ribu. Namun, dengan berkurangnya permintaan wisatawan akibat pandemi, harga tiket penerbangan pun meningkat.

Beberapa stimulus dan subsidi yang sebelumnya diberikan oleh Pemerintah kepada maskapai penerbangan (Airlines) dicabut, menyebabkan hanya dua maskapai besar yang masih beroperasi dalam penerbangan domestik. Hal ini menghasilkan situasi oligopoli di pasar penerbangan.

Selain itu, biaya avtur dan pajak untuk spare part pesawat juga menambah cost operasional maskapai. Untuk penerbangan internasional, hanya ada dua rute langsung (direct flight) dari Kuala Lumpur dan Singapura, padahal sebelumnya, terdapat direct flight antara Lombok dan Australia yang dihentikan karena alasan bisnis.

Akibatnya, terdapat keterbatasan rute penerbangan ke Lombok dengan harga tiket pesawat yang tinggi, serta kesiapan atraksi, akomodasi, dan amenitas yang sebagian besar belum mencapai standar internasional. Permasalahan ini menimbulkan kesenjangan dan dapat mengganggu keputusan wisatawan untuk mengunjungi Lombok.

Oleh karena itu, ITDC pun berkomitmen untuk mencari solusi dan memperbaiki permasalahan pariwisata di Lombok dengan tujuan memajukan pariwisata NTB, karena KEK Mandalika merupakan bagian integral dari NTB, terutama di Pulau Lombok.

Menyadari pentingnya kolaborasi dengan pihak-pihak terkait, ITDC menggandeng asosisasi pariwisata seperti GIPI NTB, ASITA NTB, ASTINDO NTB, dan juga PHRI NTB bersama dengan PT Angkasa Pura 1, Lombok, untuk bersama-sama merumuskan strategi dan stimulus.

Salah satu strategi yang akan dijalankan adalah kerjasama dengan asosiasi pariwisata NTB dalam mengembangkan paket bundling yang sesuai dengan event atau aktivitas di The Mandalika, dengan kualitas standar internasional.

Melihat jumlah kunjungan wisatawan melalui bandara Kuala Lumpur dan Singapura, yang masing-masing mencapai 40 ribu dan 18 ribu kunjungan di tahun 2023, ITDC berencana untuk mengadakan travel fair ke Malaysia dan Singapura untuk mempromosikan paket wisata Mandalika dan Lombok bersama para asosiasi pariwisata.

Target kunjungan juga akan difokuskan wisatawan dari Inggris dan Spanyol, karena jumlah kunjungan wisatawan dari kedua negara tersebut mengalami peningkatan dua kali lipat di tahun 2023, dibandingkan tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19. PT Angkasa Pura 1 juga akan memberikan stimulus kepada maskapai baru untuk menambah rute penerbangan ke Lombok, dan meningkatan fasilitas bandara.

Selanjutnya, ITDC akan mengambil langkah dengan membawa permasalahan ini kepada pemerintah pusat agar bisa mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan subsidi ataupun pengurangan pajak untuk penerbangan menuju Lombok.

ITDC akan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa kementerian terkait, Pemerintah Provinsi NTB, dan juga InJourney sebagai Holding Company, untuk mengidentifikasi komitmen yang dapat ditawarkan oleh pemerintah, guna mendukung pembukaan rute penerbangan baru ke Lombok.

Diharapkan pula, Pemerintah dapat memberikan pembebasan biaya masuk, subsidi avtur dan pajak pesawat, insentif kepada airlines terutama untuk penerbangan rute pendek ke Lombok, serta stimulus marketing fund bagi maskapai.

Dengan dukungan bantuan tersebut dan kolaborasi yang kuat antara ITDC dan stakeholders, diharapkan dapat meyakinkan maskapai lainnya untuk membuka rute penerbangan baru dan maskapai yang sudah ada untuk menambah slot penerbangan ke Lombok, NTB.

Hal ini diharapkan dapat mempercepat pengembangan KEK Mandalika, karena kemudahan transportasi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan meningkatkan sumber devisa negara.

Penulis: Ari Respati/ Direktur Utama PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau InJourney Tourism Development Corporation (ITDC)