Sukses

Mengenal Komunitas Lokalogi UGM, Komunitas Kelola Sampah

Komunitas Lokalogi di UGM ikut terjun memilah dan mengelola sampah di kampus. Tujuan mereka sederhana, ikut berkontribusi mengatasi persoalan sampah di kampus dan di DIY.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sampah masih menjadi masalah dan membuat lahirnya komunitas Lokalogi UGM yang berawal dari kepedulian para anggota Pramuka UGM saat mengelola sampah di setiap kegiatannya. Yudhistira Wiranusa Sumantri, Ketua Lokalogi UGM menceritakan perjalanan dan visi dari komunitas Lokalogi UGM ini dibentuk pada tahun 2023 dan mulai menjalankan kegiatannya dengan fokus pada pengelolaan sampah selama kegiatan Pramuka. “Pembentukan ini awalnya kami dari Pramuka UGM merasa perlu adanya tindakan nyata terhadap masalah sampah yang kian mengancam,” ujarnya di Kampus UGM, Kamis 5 September 2024. 

Lalu pada tanggal 5 Juni 2024 lalu, Lokalogi resmi diluncurkan dalam sebuah acara di Balairung UGM bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup dan Direktorat Kemahasiswaan UGM, UGM Residence, UKM, serta komunitas peduli lingkungan lainnya. Komunitas Lokalogi UGM pun mendapatkan banyak dukungan dari pihak universitas. 

Pada bulan Juli lalu, mahasiswa  prodi Teknik Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Sipil, Fakultas Teknik UGM ini menjelaskan Lokalogi mencoba membagi ilmunya melalui program Event Waste Management (EWM) yang dirancang untuk membantu panitia dan peserta dalam memilah dan mengolah sampah selama acara. “Sebelum kegiatan, biasanya kami juga selalu melakukan pelatihan terlebih dahulu untuk membantu teman-teman mengerti bagaimana memilah sampah dengan benar,” katanya. 

Kini sejak diluncurkan, Komunitas Lokalogi UGM sudah melaksanakan beberapa kegiatan penting. Salah satu kegiatan utama di tahun ini adalah pengelolaan sampah pada acara besar di UGM. “Kami terlibat dalam dua event besar UGM di tahun ini, yaitu Pionir dan Gelex. Pada Pionir, kami mengelola sampah bersama dengan para volunteer sekitar 93 orang, dan pada Gelex dengan 144 orang anggota, ” jelas Yudhistira. 

Ia menjelaskan saat acara Gelex, Lokalogi menerapkan konsep reduce waste to landfill, yaitu konsep yang mengurangi secara signifikan sampah yang terbuang ke landfill atau TPA. Lokalogi menjaga titik tempat sampah terpilah dan mengedukasi sekitar 10.000 pengunjung setiap harinya. Saat itu sampah plastik, diikuti sampah kertas menjadi sampah yang paling dominan dan masuk ke dalam sampah anorganik. Lokalogi membagi sampah menjadi tiga kategori utama: organik, anorganik, dan residu. 

"Sampah organik, yang mencakup sisa makanan dan bahan-bahan biologis lainnya, digunakan sebagai pakan untuk makhluk hidup atau diolah menjadi kompos. Sampah anorganik, yang terdiri dari plastik, kertas, dan logam, diserahkan kepada mitra daur ulang seperti Daur C, Torsi, dan Duitin. Sampah residu, yaitu sampah yang tidak dapat didaur ulang, dikumpulkan dan dikelola oleh pihak ketiga seperti PIAT."

Lebih lanjut Yudhistira mengatakan komunitasnya memiliki tantangan terbesar yaitu meningkatkan kesadaran mahasiswa dan masyarakat mengenai pentingnya pemilahan sampah. “Kami masih menemui banyak mahasiswa yang kurang peduli terhadap pengelolaan sampah, terlebih pada mahasiswa yang membuat acara-acara besar di UGM. Beberapa dari mereka  masih sering meninggalkan sampah sembarangan setelah acara, panitia nya pun kurang memberikan regulasi pengelolaan sampah. Itu yang menjadi tantangan sekaligus motivasi kami,” ungkapnya. 

Mengatasi tantangan tersebut, Komunitas Lokalogi UGM merencanakan berbagai inisiatif edukasi dan pelatihan. Pihaknya berencana untuk mengadakan program-program pelatihan lebih banyak lagi seperti Forum Group Discussion. “Tujuan kami adalah untuk membagikan ilmu kepada mahasiswa dan masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah dan meningkatkan partisipasi mereka,” kata Yudhistira. 

Terkait masa depan komunitasnya, Yudhistira dan tim Lokalogi memiliki harapan besar dan ingin menjadi contoh dan pionir dalam pengelolaan sampah. Komunitas Lokalogi UGM ini bertekad untuk terus berinovasi dan meningkatkan cara  dalam mengelola sampah serta mempengaruhi perubahan positif di sekitar mereka. “Kami berharap ke depan, setiap kegiatan di UGM dapat mempertimbangkan pengelolaan sampah sebagai bagian integral dari perencanaan acara," pungkasnya.