Sukses

Bahagianya Nakes dan Guru di Pedalaman Kutai Kartanegara Usai Terima SK PPPK

Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah mengangkat sekitar 2.300 ASN lewat formasi PPPK yang sebagian besar merupakan tenaga honorer dan telah mengabdi sejak lama.

Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Minggu (8/9/2024) pagi, Taufiq Hidayat bergegas menyalakan mesin perahu kayu miliknya. Beberapa saat kemudian istrinya menyusul hingga keduanya berangkat meninggalkan rumah terapung di Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Wajah sumringah dari Taufiq terus terpancar sepanjang perjalanan. Istrinya pun tak bisa menyembunyikan kebahagiaan itu. Sebuah tas sederhana berisi baju putih dan celana hitam diletakkan di antara keduanya.

Meski harus melakukan perjalanan panjang di hari itu, mimik bahagia tak bisa disembunyikan pasangan suami istri ini. Sebab keesokan harinya mereka akan menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diberikan langsung oleh Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah.

“Semuanya akan indah pada waktunya,” kata Taufiq usai menceritakan pengalamannya mengabdi sebagai guru di Desa Muara Enggelam.

Taufiq Hidayat adalah salah satu anak muda yang meneguhkan hati untuk memilih menjadi guru di desa terpencil, bahkan terisolir. Sejak 2009, dia memilih mengajar di Sekolah Dasar Negeri di desa yang sama sekali tak punya daratan itu.

Jangan tanya soal gaji. Kita yang tinggal di kota dengan segala fasilitas mungkin hanya bisa bergumam, “kok mau?”.

“Gaji pertama itu Rp250 ribu per bulan dan dibayar per tiga bulan,” kata Taufiq.

Gaji sebesar itu bertahan selama 4 tahun. Di tahun 2013 gajinya naik menjadi Rp500 ribu ditambah tunjangan daerah. Kehidupannya sedikit membaik.

“Untuk menambah penghasilan, saya tetap ke danau untuk mencari ikan. Karena 99 persen warga Muara Enggelam adalah nelayan dan Muara Enggelam adalah surganya ikan air tawar,” katanya saat ditanya sumber penghasilan lain untuk bertahan di desa terpencil itu.

Di Desa Muara Enggelam, tak ada daratan dan tak ada jalan darat sama sekali. Aktivitas warga nyaris sepenuhnya bergantung perahu bermesin tempel.

Termasuk saat Taufiq dan istrinya hendak bepergian menjemput SK PPPK. Dia harus menempuh perjalanan satu jam menyeberangi Danau Melintang seluas 11 ribu hektar.

Setelah sampai di desa terdekat yang bisa diakses jalan darat, Taufiq melanjutkan perjalanannya dengan sepeda motor ke Kota Tenggarong, Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara. Setidaknya dia harus menempuh 3 jam perjalanan darat lagi.

“Akhirnya semua terbayarkan pengabdian selama ini. Ada rasa lega, kebanggaan, dan kebahagiaan,” kata Tafuiq usai menerima SK tersebut, Senin (9/9/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Pengabdian Nakes di Pedalaman

Raden Wildan Budhi Prasetyo namanya. Pemuda asal Lombok yang biasa disapa Wildan ini emang agak nyeleneh setelah memutuskan melamar menjadi tenaga kesehatan dengan status honorer di pedalaman Kalimantan.

Lokasinya lebih terpencil lagi dari Taufiq Hidayat. Jika Taufiq memilih mengabdi di Desa Muara Enggelam, Wildan lebih jauh masuk ke dalam hutan. Tepatnya di Desa Enggelam, masih di Kecamatan Muara Wis.

Lebih hebat lagi, desa yang dipilih Wildan mayoritas beragama Kristen. Tak ada masjid apalagi langgar, tentu saja tidak ada suara azan, sebab yang muslim hanya Wildan dan satu keluarga lainnya.

Wildan bercerita, pada tahun 2015 silam dia mendapat informasi penerimaan tenaga honorer kesehatan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Bersama istrinya, mereka mengadu nasib di kabupaten yang kaya akan sumber daya alam itu.

“Alhamdulillah kami berdua diterima dan ditempatkan di Desa Enggelam sejak Bulan Februari 2016 bersama istri yang bertugas sebagai bidan,” cerita Wildan.

Karena kebutuhan tenaga kesehatan di desa-desa terpencil di Kabupaen Kutai Kartanegara sangat mendesak, Wildan terpaksa merelakan istrinya untuk pindah tugas ke Desa Muara Enggelam. Beda tempat tugas bukan hal mudah, apalagi dengan istri tercinta.

Meski hanya bersebelahan, kedua desa dipisahkan oleh hutan belantara. Butuh waktu satu jam menyusuri sungai kecil, membelah hutan hujan tropis dataran rendah hanya untuk melepas rindu. Hal itu dijalaninya selama 2,5 tahun.

Tak ada sinyal telekomunikasi sama sekali memaksa Wildan harus memanjat sebuah pohon di bukit belakang desa untuk mengirim data pasien. Itu dilakukannya setiap bulan agar laporan penanganan kesehatan rutin diterima Puskesmas Induk.

Sebelum Wildan hadir, tak ada tenaga kesehatan yang mau bertahan lama di desa ini. Kepala Desa Enggelam, Mong, mengakui itu.

“Selama ini kan, semua (perawat) tidak tahan lama di tempat kami. Setelah Bapak Wildan yang bertugas jadi perawat di tempat kami dia betah dan bisa bertahan lama, sedangkan beliau adalah muslim dan di sini mayoritas non muslim,” papar Mong.

Kini hati Wildan sedang berbunga-bunga. Hujan gerimis di Kota Tenggarong tak membuatnya beranjak dari barisan sekitar 2.300 penerima SK PPPK yang diserahkan Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah. Padahal sehari sebelumnya, dia harus menempuh 7 jam perjalanan untuk sampai ke Kota Tenggarong.

“Akhirnya pengabdian kami dihargai pemerintah, terutama Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Saya dan nakes lainnya di Kecamatan Muara Wis sangat bersyukur atas pengangkatan ini,” kata Wildan usai menerima SK tersebut, Senin (9/9/2024).

3 dari 5 halaman

Sambangi Pasien di Rumah Apung

Muhammad Yusuf heran beberapa balita yang seharusnya datang ke Puskesmas Pembantu untuk vaksinasi tak muncul. Vaksinasi balita di Desa Tanjung Batuq Harapan, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara adalah tanggung jawabnya.

Tenaga kesehatan itu kembali memperhatikan daftar nama balita setelah menyelesaikan vaksinasi. Dia sudah menempuh perjalanan selama satu jam dari puskesmas induk sambil menenteng vaksin.

Beberapa nama tersebut tinggal di rumah terapung, di salah satu sisi Danau Melintang. Tak ada pilihan lain, Yusuf harus ke sana.

“Saya terpaksa pinjam perahu warga untuk ke rumah rakit,” kata Yusuf bercerita kepada liputan6.com, Senin (9/9/2024).

Tentu saja, dia harus mengeluarkan uang pribadi untuk membeli bahan bakar. Itu lebih baik baginya daripada membawa pulang vaksin yang terlanjur dibawa.

Yusuf memaklumi warga yang tak datang membawa balita meski sudah jauh hari dikabari soal jadwal vaksinasi. Sebagai nelayan yang berangkat sebelum matahari terbit, warga tak punya waktu mengantar balita ke Puskesmas Pembantu.

“Mereka tentu mengutamakan mencari nafkah, makanya saya harus jemput bola,” ujarnya.

Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke pemukiman warga di Danau Melintang dengan perahu bermesin tempel. Mereka hidup terapung agar bisa lebih dekat ke sumber ikan.

Yusuf adalah potret pengabdian yang tulus. Meski berstatus honorer, dia sering berpindah tugas ke desa lain di Kecamatan Muara Muntai.

Setelah sempat 2 tahun bekerja di sebuah rumah sakit milik perusahaan, pada 2012 Yusuf memilih mengabdi di kampung halaman. Selama lima bulan pertama digaji secara sukarela.

“2013 teribit SK penempatan di UGD Puskesmas Muara Muntai. Kemudian 2015 pindah tugas di Puskesmas Pembantu di desa Batuq. 2017 di pindah tugaskan lagi ke Desa Jantur Baru, lalu pada 2018 dipindah tugaskan lagi ke jantur selatan. Tahun 2020 pas pandemi covid, ditarik kembali di Puskesmas Induk jadi Satgas Covid. Kemudian pertengahan 2020 ditugaskan ke Desa Tanjung Batuq Harapan sampai sekarang,” kata Yusuf menceritakan pengalaman pengabdiannya.

Pemindahan tersebut, sambungnya, karena kebutuhan tenaga kesehatan yang masih minim. Yusuf dengan jiwa pengabdiannya menerima tugas itu tanpa pernah protes sedikitpun.

“Jadi saya mengisi kekosongan sampai ada tenaga kesehatan baru,” ujarnya.

Tanggal 9 September 2024 bisa jadi hari yang Istimewa baginya. Bukan karena sedang ada promo di pasar online. Tapi hari itu dia melepas status honorer dan diangkat menjadi ASN PPPK.

“Alhamdulillah, setelah sekian lama, mungkin ada yang lebih lama lagi dari saya jadi honorer, ini adalah moment yang dinantikan oleh saya dan teman-teman yang sudah lama menjadi honorer,” ujarnya usai menerima SK PPPK.

Meski hanya berstatus PPPK, Yusuf mengaku sangat bersyukur karena ada jaminan pendapatan lebih baik. Pengabdian selama bertahun-tahun pun terbayar dengan SK tersebut.

“Bagi saya PPPK ataupun honorer tujuannya adalah mengabdi kepada negara menjadi manusia yang bermanfaat dan berguna bagi sesamanya. Entah itu tenaga pendidik, maupun tenaga kesehatan, semua dengan jalur pengabdiannya masing-masing,” ujarnya.

4 dari 5 halaman

Perjuangan Panjang

Senin (9/9/2024) pagi, gerimis mengguyur Kota Tenggarong, Ibu Kota Kabupaten Kutai Kartanegara. 2300 orang dengan baju putih dan celana hitam berbaris rapi. Semuanya berwajah bahagia.

Air yang turun dari langit seolah tak mampu menyurutkan kebahagiaan itu. Mayoritas dari mereka adalah tenaga honorer yang kini diangkat menjadi ASN lewat jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah pun tak mau ketinggalan ikut merayakan momen bahagia aparaturnya. Tak ada payung atau penutup untuk melindungi dari hujan. Semuanya menikmati kebahagiaan diiringi rintik hujan.

"Semoga gerimis ini menjadi pertanda baik," kata Edi Damansyah membuka sambutannya.

Dia memimpin langsung pengambilan sumpah janji sebagai PPPK di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Terdapat 1.076 tenaga pendidikan dan 1.224 tenaga kesehatan.

“Perjuangan kami untuk mendapatkan kuota 2.300 pegawai PPPK tahap pertama ini tidaklah mudah,” ungkapnya.

Ucapannya itu mencerminkan betapa kerasnya upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui program Kukar Idaman untuk memastikan kuota tersebut diperoleh. Persaingan dengan kabupaten-kabupaten lain di seluruh Indonesia sangatlah ketat, namun semangat tak kenal lelah akhirnya membawa hasil.

"Kami berlomba dengan kabupaten se-Indonesia untuk mendapatkan kuota ini," lanjut Edi Damansyah.

Dia pun meminta kepada ASN PPK untuk sungguh-sungguh mengabdi dan membuktikan komitmen sesuai visi kepemimpinannya. Sebab baginya, PPPK bukan sekadar status, melainkan upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kutai Kartanegara.

Dengan mendapatkan status ASN, para pegawai ini diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih baik dalam melayani masyarakat. Gerimis yang semakin deras tak menghalangi jalannya upcara.

Prosesi pengambilan sumpah janji tetap dilaksanakan, meski beberapa pegawai sesekali menepiskan air yang mulai membasahi seragam mereka.

"Apapun kondisinya, pengambilan sumpah dan janji ini harus dilaksanakan. Jika tidak, hak-hak saudara sekalian sebagai PPPK tidak akan diberikan," ujar Edi tegas.

Ia memahami betul bahwa di balik prosesi ini ada hak-hak yang sangat dinantikan oleh para pegawai. Hak yang akan memastikan kesejahteraan mereka ke depan.

"Saudara-saudara semua sudah melaksanakan tugas dengan baik, sehingga apapun kondisinya, kita harus melaksanakan proses ini hingga tuntas," katanya dengan naga tegas.

Namun, di balik momen bahagia ini, Edi juga mengingatkan bahwa tidak semua tenaga honorer di Kukar seberuntung mereka yang hadir hari itu. Hingga September 2024, tercatat masih ada 8.165 tenaga honorer yang belum mendapatkan kesempatan untuk diangkat menjadi P3K.

“Bersyukurlah saudara-saudara yang telah mendapatkan kesempatan ini. Ini adalah takdir dari Allah SWT," tambahnya.

Taufiq, Wildan, dan Yusuf tampak menyimak ucapan bupatinya itu dari barisan masing-masing. Ada keharuan serta syukur sembari mengingat perjalanan panjang pengabdiannya.

“Apresiasi yang luar biasa untuk Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang sudah memperjuangkan nasib kami sebagai guru honorer dan tenaga kesehatan. Akhirnya perjuangan kami selama ini serasa dapat penghargaan yang luar biasa. Alhmdulillah dibayar tuntas,” ujar Taufiq sumringah.

Wildan pun mengaku tak bisa berkata-kata lagi usai menerima SK PPPK. Baginya, pengangkatan ini seperti mimpi yang jadi kenyataan.

“Tak bisa berkata kata lagi. Allhamdulillah, terima kasih kepada Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, impian yang selama ini temen-temen perjuangkan menjadi kenyataan bisa menjadi ASN PPPK,” kata Wildan.

Sementara bagi Yusuf, pengangkatan ini hanya sebagian kecil dari usaha Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam menata layanan kesehatan. Sebab lewat program Kukar Idaman, fasilitas kesehatan pun diperbaiki.

Jika dahulu Puskesmas Pembantu menyewa rumah warga, kini benar-benar dibangunkan lengkap dengan fasilitas layanan kesehatan dasar. Meski jauh di desa, layanan kesehatan mulai mudah diakses oleh warga.

“Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara saat ini sangat memperhatikan tenaga-tenaga honorer yang sudah lama bekerja. Saya ikut bangga apa yang telah dicapai di bawah kepemimpinan Bupati Edi Damansyah ini,” kata Yusuf.

5 dari 5 halaman

Kabar Baik Formasi Tahap Kedua

Tidak hanya berhenti pada tahap pertama, Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah juga membawa kabar baik lainnya. Ia mengumumkan Pemkab Kukar telah berhasil memperoleh tambahan kuota P3K sebanyak 5.776 orang pada tahap berikutnya.

Dari jumlah itu, 574 tenaga guru, 351 tenaga kesehatan, serta 4.851 tenaga administrasi akan masuk ke dalam formasi baru. Pegawai administrasi yang terdiri dari supir, cleaning service, hingga penjaga malam akan segera bergabung dalam barisan PPPK.

"Kuota ini tidak turun dengan tiba-tiba. Ini melalui perjuangan," jelasnya.

Perjuangan untuk mendapatkan kuota PPPK tambahan ini, kata Edi, juga melibatkan penandatanganan pakta integritas oleh dirinya, Wakil Bupati, dan beberapa pihak terkait. Melalui pakta tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara meyakinkan pemerintah pusat bahwa kuota yang diajukan sesuai dengan kebutuhan daerah dan dapat dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Kartanegara.

Edi Damansyah menutup pidatonya dengan sebuah pesan penting bagi ASN PPPK yaitu perubahan budaya kerja.

"Dulu mungkin sebagai tenaga honorer masih bisa malas-malasan, tapi sekarang dengan status PPPK, harus ada perubahan. Laksanakan tugas dengan sebaik-baiknya," ujarnya penuh harap.

Ia menegaskan bahwa perubahan status ini bukan hanya sekadar peralihan administratif, tetapi harus disertai dengan perubahan sikap, pola pikir, dan etos kerja yang lebih baik.

Bagi Bupati Edi, ini adalah momentum besar bagi Kutai Kartanegara. Pengambilan sumpah janji ribuan pegawai PPPK bukan hanya tentang pengakuan status, tetapi juga bagian dari upaya mewujudkan Kukar Idaman. Sebuah visi besar yang telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat di daerah itu.

Di bawah rintik hujan, semangat baru itu mulai tumbuh, membawa harapan baru bagi masa depan pelayanan publik di Kutai Kartanegara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.