Liputan6.com, Makassar Sejumlah peneliti muda yang tergabung dalam Koalisi Relawan Anti Korupsi Sulawesi Selatan (Kawan Aksi) mengungkap hasil audit sosial pengadaan barang dan jasa publik terkait dua mega proyek di Sulsel, Selasa (10/9/2024).
Kedua proyek tersebut, yakni proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Center Point of Indonesia Kota Makassar (CPI Makassar) dan proyek pembangunan pemecah ombak atau breakwater di Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar atau berdekatan dengan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Beba.
Baca Juga
Dalam pemaparan hasil penelitiannya di lapangan, Ali Asrawi Ramadhan selaku Peneliti Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mengungkapkan bahwa terkhusus proyek pembangunan RTH Kawasan CPI Makassar dilaksanakan sejak 2022 hingga 2023.
Advertisement
Di Tahun 2022, proyek tersebut bernama proyek penataan RTH Kawasan CPI Makassar dengan menggunakan pagu anggaran sebesar Rp11 miliar sebagaimana tercantum dalam LPSE Sulawesi Selatan. Proyek tersebut, dikerjakan oleh PT. EAL dengan nilai kontrak sebesar Rp7.972.135.999,99.
PT. EAL merupakan salah satu perusahaan yang mempunyai angka penawaran identik dengan beberapa perusahaan lain yang melakukan penawaran. Meski ada juga perusahaan lain yang mempunyai angka penawaran lebih kecil dibanding seluruh perusahaan yang melakukan penawaran, yakni CV. RR yang tidak dinyatakan sebagai pemenang dengan alasan tersebut.
Ali menyebutkan, berdasarkan informasi dari AHU- Kemenkumham, PT. EAL mendaftar sebagai badan hukum pada Tahun 2019 dan sejak itu perusahaan beralamat di Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulsel itu tidak pernah memenangkan tender pemerintah dalam pekerjaan konstruksi pada periode 2019 hingga 2021.
"Tapi memenangkan proyek RTH ini dengan pagu Rp11 miliar di Tahun 2022 dan dari penelitian kami hanya ini satu proyek dikerjakan di Tahun 2022," ucap Ali.
Tak hanya itu, lanjut Ali, kejanggalan lain diketahui bahwa proyek RTH ini harusnya telah selesai dan dapat digunakan pada Desember 2022. Namun hasil penelitian tim yang didapat dari berbagai sumber salah satunya video lokasi yang diupload di youtube pada Februari 2023, tampak lokasi proyek masih berupa hamparan seperti belum dapat digunakan.
"Dalam LHP BPK tahun 2022, ditemukan bahwa proyek pemantauan masuk dalam 19 paket pekerjaan yang belum dipungut denda akibat keterlambatan, salah satunya masuk proyek RTH ini," ungkap Ali.
Meski proyek Tahun 2022 ini hanya menyisakan pekerjaan yang belum selesai dan tak dapat digunakan, Pemprov Sulsel kembali melanjutkan pekerjaan proyek ini di Tahun 2023 dengan nama pekerjaan pembangunan RTH Taman Andalan Kawasan CPI di Kota Makassar (lanjutan).
Melalui pengamatan E-Purcashing, proyek pembangunan lanjutan ini mempunyai uraian yang cukup lengkap salah satunya pemasangan payung elektrik.
"Dan melalui E-Purcashing, pekerjaan lanjutan didapatkan menggunakan anggaran APBD pokok 2023 sebesar Rp2.231.593.012 dan berlanjut pada APBD 2023 perubahan sebesar Rp1.646.884.900," tutur Ali.
Belakangan, berdasarkan informasi dari BPK, lanjut Ali, ditemukan bahwa dokumen proses pemilihan penyedia dua paket pekerjaan konstruksi RTH Taman Religi Andalan yang dilakukan Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan tersebut belum tertib.
Hal mana, berdasarkan pengujian katalog elektronik dan pemeriksaan dokumen pengadaan pada Bidang Cipta Karya diketahui bahwa proses pemilihan penyedia tidak dilengkapi dengan kertas kerja yang menunjukan pertimbangan dalam pemilihan penyedia.
Masih menurut informasi BPK, lanjut Ali, pembangunan RTH Taman Andalan Kawasan Center Point of Indonesia di Kota Makassar (lanjutan) yang dilaksanakan oleh CV. AKU tercatat berkontrak sebesar Rp7.438.643.376,34 serta untuk paket pekerjaan pembangunan RTH Taman Andalan Kawasan Center Point of Indonesia di Kota Makassar (lanjutan) yang dilaksanakan oleh PT. PGC berkontrak sebesar Rp2.396.800.000,00.
"Bahkan berdasarkan informasi BPK, Pemprov Sulsel juga dikatakan harus membayar hutang kepada perusahaan pelaksana pengerjaan pembangunan RTH lanjutan yakni kepada PT. PGC sebesar Rp1.557.967.936,00 dan kepada CV. AKU sebesar Rp2.961.110.709,00 serta kepada CV. DK sebesar Rp85.720.841,50," ujar Ali.
Ia mengatakan, tim akan terus merampungkan data temuan sekaitan dengan proyek RTH Kawasan CPI Makassar ini yang menurutnya sangat boros dan tidak memberikan azas manfaatkan kepada masyarakat hingga saat ini.
"Kita tidak tahu konsep RTHnya ini juga apa, karena di beberapa aturan Kementerian soal RTH itu, tanaman yang ada adalah tanaman yang dapat melindungi ekosistem," kata Ali.
"Nah kita lihat di soft lauching sebelumnya bahkan ada padi di situ juga jagung bahkan sayur-sayuran. Ini sifatnya sementara dan kita sudah cek sudah tidak ada, ini pemborosan sekali ini sebenarnya dan kita tidak tahu RTH ini konsepnya seperti apa, apakah memang di RTH sesuai aturan Kementerian atau taman-taman bermain saja," Ali melanjutkan.
Ia menilai pengerjaan RTH Kawasan CPI Makassar dikerjakan amburadul. Pemerintah tidak punya konsep RTH seperti apa yang dibangun.
"Ketidakmampuan Pemerintah Provinsi kemudian menjalankan konsep itu mengindikasikan potensi merugikan negara termasuk pengadaan payung elektrik itu," Ali menandaskan.
Di tempat yang sama, Inspektur Kantor Inspektorat Sulsel Wilayah IV, Hamka yang ditemui mengatakan terkait dengan temuan peneliti ACC Sulawesi tersebut, sebaiknya bisa dilaporkan langsung ke Kantor Inspektorat Provinsi Sulsel.
"Laporan nanti ditindaklanjuti oleh tim untuk ditelaah lebih lanjut. Apakah nantinya akan diaudit investigasi atau bagaimana sesuai prosedur yang ada," singkat Hamka sembari mengatakan dirinya tidak bisa memberikan tanggapan lebih jauh soal temuan yang dimaksud.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: