Sukses

Apa Itu Hari Raya Galungan, Berikut Makna dan Sejarahnya

Hari Raya Galungan merupakan perayaan yang biasanya diperingati oleh umat Hindu. Berikut ini makna dan sejarah dari Hari Raya Galungan.

Liputan6.com, Bandung - Hari Raya Galungan merupakan sebuah perayaan yang biasanya dirayakan oleh umat Hindu di Indonesia. Perayaan ini menjadi salah satu hari raya yang wajib untuk diperingati atau dilaksanakan oleh umat Hindu.

Diketahui Hari Raya Galungan dirayakan untuk merayakan kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kebatilan). Perayaan ini juga digelar setiap 210 hari sekali dan ditentukan berdasarkan panca wara, sapta wara, dan wuku.

Misalnya jika pancawaranya kliwon, saptawaranya rabu, dan wukunya dungulan maka hari tersebut akan dirayakan jadi Hari Raya Galungan. Adapun di tahun ini Hari Raya Galungan diperingati pada Rabu, 25 September 2024 hingga Sabtu, 5 Oktober 2024.

Sebagai informasi, Hari Raya Galungan menjadi bentuk ungkapan syukur para umat Hindu dan biasanya di Bali masyarakat merayakannya dengan semarak. Rumah-rumah di Bali akan dihiasi oleh penjor hingga melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi.

Ketika Hari Raya Galungan seluruh umat Hindu biasanya melaksanakan persembahyangan di Merajan, Panti, dan Pura. Bagi umat yang mempunyai anggota keluarga masih berstatus mangkisan ring pertiwi (mapendem/dikubur) wajib membawa banten ke kuburan.

Perayaan ini menjadi kesempatan para umat Hindu untuk menghormati leluhur yang bagi mereka mempunyai peran penting dalam kehidupan. Sehingga tidak jarang dalam merayakannya dilakukan persembahan hingga doa.

2 dari 4 halaman

Apa Itu Hari Raya Galungan

Mengutip dari situs Desa Sangeh Kabupaten Badung Hari Raya Galungan merupakan salah satu hari raya besar untuk umat Hindu. Perayaan ini diyakini sebagai hari menangnya Dharma (kebajikan) melawan Adharma (kebatilan).

Perayaan ini biasanya digelar setiap 6 bulan sekali kalender Bali dan sebagai informasi penanggalan atau kalender Bali setiap bulannya berjumlah 35 hari. Sehingga Galungan digelar setiap 210 hari sekali tepatnya di hari Rabu (Budha) Kliwon Waku Dungulan.

Hari Raya Galungan biasa digelar sangat meriah dan mempunyai ciri khas warga yang sering kali memasang penjor pada sebelah kanan pintu masuk masing-masing pekarangan rumah, kantor, atau perusahaan.

Kata Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “bertarung” atau “menang” dan kata Galungan juga berasal dari Dungulan yang berarti menang. Diketahui dalam kalender Bali wuku kesebelas bernama Dungulan sementara di Jawa bernama wuku Galungan.

Meskipun diucapkan dengan nama yang berbeda tetapi keduanya memiliki arti yang sama yaitu kemenangan. Kemudian menurut lontar Purana Bali Dwipa perayaan ini pertama kali dirayakan di Bali pada hari purnama Kapat tepat Budha Kliwon Dungulan, tanggal 15, tahun saka 804 atau 882 Masehi.

3 dari 4 halaman

Sejarah Hari Raya Galungan

Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, Hari Raya Galungan berawal dari kisah pertempuran Ida Bathara yang baik dengan raksasa Mahayena yang merusak bumi. Melalui pertempuran tersebut tentunya Ida Bathara berhasil menang.

Sehingga peringatan ini dimaknai sebagai perayaan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Sementara itu, di India perayaan ini dikaitkan dengan terjadinya peperangan antara dewa-dewa melawan raksasa.

Di India Dewi Durga mempunyai peran yang penting sebagai pahlawan karena menyelamatkan dewa-dewa selama 10 hari. Adapun perayaan kemenangan Dharma juga dikenal dengan sebutan “Dhurga Puja”, “Nawa Ratri, atau “Wijaya Dasami”.

Sebelum dikenal menjadi Hari besar di Bali perayaan ini diduga telah dirayakan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia dan pertama kali dirayakan pada tahun 882. Meskipun sempat berhenti selama bertahun-tahun kini perayaannya kembali rutin digelar di bali setiap tahun.

4 dari 4 halaman

Makna Hari Raya Galungan

Melansir dari situs resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia Hari Raya Galungan menjadi perayaan yang bermakna untuk umat Hindu di seluruh Indonesia. Sebab peringatan ini merayakan tentang kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kejahatan).

Bagi umat Hindu, perayaan ini menjadi bentuk ungkapan syukur dan biasanya digelar dengan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara. Umat hindu juga biasanya memasang Penjor di tepi jalan setiap rumahnya.

Perayaan ini juga bermakna tentang perjuangan batin manusia dalam melawan sifat-sifat negatif dan memperkuat sifat-sifat positif dalam diri. Momen ini juga memberikan kesempatan para umat Hindu untuk menghormati leluhur.

Sebab bagi umat Hindu leluhur mempunyai peran yang penting dalam kehidupan mereka. Sehingga melakukan persembahan menyimpan harapan untuk mendapatkan berkah serta perlindungan.