Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Di beberapa wilayah di Provinsi Kalimantan Timur, tempat tak biasa berkumpul banyak orang. Bukan cafe atau spot wisata, tempat tersebut adalah tempat terbaik untuk mendapatkan sinyal telekomunikasi seluler.
Seperti yang dialami warga Desa Kayu Batu, Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara. Lebih unik lagi, titik kumpul di desa ini adalah sebuah kuburan.
Kepala Desa Kayu Batu, Andri Sofyandani menjelaskan, sebelumnya warga harus berjalan jauh menuju kuburan desa. Satu-satunya tempat di mana sinyal ponsel bisa dideteksi, meskipun sangat lemah.
Advertisement
Baca Juga
“Kami sering kali harus ke dekat kuburan untuk sekadar mendapat sinyal,” kata Andri.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara kemudian membuat program pembangunan menara repeater untuk mengatasi kawasan blank spot. Terutama di kawasan yang banyak penduduk.
Program Pemantapan Konektivitas Wilayah yang diinisiasi Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah ini bertujuan menghapus wilayah yang tak terjangkau sinyal telekomunikasi seluler. Salah satunya di Desa Kayu Batu.
Maka, pada 2024 ini, bergulir lah pembangunan menara repeater di sembilan desa pada tahun 2024. Salah satunya adalah Kayu Batu, sebuah desa yang selama ini tenggelam dalam bayang-bayang lemah sinyal.
“Desa Kayu Batu sudah on, baru minggu ini aktif,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kutai Kartanegara, Solihin, dengan nada puas.
Jaringan telekomunikasi bukan sekadar menghubungkan ponsel pintar ke dunia luar, namun juga memenuhi kebutuhan dasar warga. Sebab, lambat laun jaringan Internet kini menjadi kebutuhan wajib.
Sehingga upaya menghapus kawasan blank spot merupakan kemajuan yang signifikan. Menara repeater ini bukan sekadar teknologi yang memancar dari tanah desa, tetapi simbol perubahan besar bagi masyarakat setempat.
“Warga sudah bisa menikmati sinyal, bahkan sudah ada yang bisa melakukan video call,” kata Solihin.
Terhubung dengan Dunia Luar
Kini, berkat menara repeater yang berdiri kokoh di RT 7 Desa Kayu Batu, lebih dari seratus kepala keluarga di desa tersebut bisa menikmati sinyal 4G. Meskipun belum sempurna, aplikasi seperti WhatsApp sudah berfungsi dengan baik.
Ini adalah sebuah lompatan besar bagi mereka yang selama ini hidup tanpa akses komunikasi yang layak. Namun, tidak semuanya sempurna.
"Untuk aplikasi yang lebih berat seperti Facebook dan YouTube, masih ada kendala karena jaringan belum kuat,” kata Kepala Desa Kayu Batu, Andri Sofyandani.
Meski demikian, warga Desa Kayu Batu, untuk pertama kalinya, bisa merasakan kenyamanan terhubung dengan dunia luar tanpa perlu berjalan ke kuburan desa. Bagi Andri, lokasi menara ini sangat strategis. Anak-anak sekolah, yang selama masa pandemi harus berjuang dengan tugas-tugas daring tanpa akses internet, kini bisa belajar dengan lebih mudah.
“Kebetulan menara ini berdiri di tanah hibah yang sebelumnya diberikan kepada Dinas Pendidikan,” jelas Andri.
Meski baru satu menara, harapan besar bahwa sinyal ini akan merambat ke seluruh sudut desa masih menggantung. Beberapa bagian desa masih belum terjangkau, namun aspirasi ini telah disampaikan ke pemerintah daerah.
Advertisement
Program Daerah Bebas Blank Spot
Desa Kayu Batu hanyalah salah satu contoh dari sembilan desa yang menjadi prioritas pembangunan menara repeater pada tahun 2024. Program Daerah Bebas Blank Spot yang digagas oleh Pemerintah Kutai Kartanegara terus menunjukkan hasil nyata.
Desa-desa lain seperti Sungai Bawang di Kecamatan Muara Badak juga menjadi fokus perhatian, dengan pembangunan menara yang dijadwalkan akan aktif dalam beberapa pekan mendatang.
“Dari 23 titik blank spot di Kutai Kartanegara, seluruhnya sudah kita atasi. Fokus kita sekarang beralih ke daerah-daerah yang sinyalnya masih lemah,” ungkap Solihin saat menjabarkan gambaran lebih luas tentang proyek ambisius ini.
Tidak hanya desa-desa besar yang menjadi target, tetapi juga dusun-dusun terpencil yang tersebar di wilayah Kutai Kartanegara. Untuk dusun-dusun kecil yang belum tersentuh menara repeater, Diskominfo sementara mengatasi dengan layanan internet via Starlink, teknologi satelit yang mampu menyediakan akses internet di lokasi-lokasi terpencil.
“Kami menggunakan Starlink sebagai solusi sementara, sambil menunggu pembangunan menara repeater tahun depan,” kata Solihin.
Dengan langkah-langkah tersebut, Diskominfo berkomitmen untuk menutup setiap celah yang masih tersisa di peta sinyal telekomunikasi Kutai Kartanegara. Pembangunan menara repeater di desa-desa terpencil seperti Kayu Batu bukan hanya soal membuka akses komunikasi. Ini juga tentang bagaimana teknologi bisa menjadi alat untuk membangun ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup.
Di Desa Kayu Batu, sinyal yang kini tersedia memungkinkan masyarakat untuk terhubung dengan pasar luar, berkomunikasi dengan keluarga yang jauh, dan bahkan membuka peluang wisata. Upaya pemerintah daerah dalam menghadirkan sinyal ke desa-desa terpencil ini bukanlah hal kecil.
Pembangunan menara repeater di sembilan desa tahun ini adalah bagian dari rencana yang lebih besar untuk menghubungkan seluruh wilayah Kutai Kartanegara. Dari Desa Kayu Batu yang kini bisa menikmati sinyal 4G, hingga dusun-dusun terpencil yang masih menunggu giliran, perjalanan menuju daerah yang bebas dari blank spot terus berlanjut.
Selain Desa Kayu Batu dan Sungai Bawang, tujuh desa lain yang dibangunkan menara repeater pada 2024 ini meliputi Dusun Tanjung Berukang, Desa Sepatin, Kecamatan Anggana; Desa Rebak Rinding dan Desa Perian, Kecamatan Muara Muntai; Desa Santan Ulu dan Desa Santan Tengah, Kecamatan Marang Kayu; Desa Wisata Sungai Bawang, Kecamatan Muara Badak; Dusun Sungai Tempurung, Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana; dan Dusun Malong, Desa Lamin Telihan, Kecamatan Kenohan.
Dengan berdirinya menara-menara ini, harapan baru terbit di setiap sudut desa yang dulunya tenggelam dalam keterisolasian. Teknologi kini hadir bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi sebagai penggerak perubahan yang lebih luas, menghubungkan, memberdayakan, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat di ujung-ujung Kutai Kartanegara.